Perkumpulan Amfibi Reptil Wilayah Sumatera telah melakukan penelitian kehidupan herpetofauna (amfibi dan reptil) di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan. Empat bulan menjelajah wilayah tersebut, beragam satwa berhasil mereka identifikasi, apa saja?
Koordinator Perkumpulan Amfibi Reptil Wilayah Sumatera, Fazar Kaprawi, saat berbincang dengan Mongabay Indonesia di Medan, Sumatera Utara, belum lama ini mengatakan, penelitian dilakukan Juni hingga September 2017. Wilayah riset dibagi lima kawasan: Bandar Baru, Bukum, Daulu, Simeluk, dan Tongkoh.
“Jumlah herpetofauna yang ditemukan sebanyak 316 individu, terdiri dari 53 jenis yang tergolong dalam 16 suku. Rinciannya, 36 jenis dari jenis amfibi dan reptil sebanyak 17 jenis. Komposisinya, amfibi (88,3 pesen) dan reptil (11,7 persen),” jelasnya.
Fazar mengatakan, tujuan utama penelitian adalah mendata keanekaragaman herpetofauna yang ada, yang selanjutnya dikelompokkan berdasarkan habitatnya. “Ada juga lima jenis belum teridentifikasi. Antara lain marga Limnonectes (empat individu), Microhyla (lima individu), serta Ichthyophis, Calamaria, dan Cyrtodactylus masing-masing satu individu.”
Pada lima lokasi penelitian itu, gangguan langsung yang disebabkan manusia tergolong minim. Meski begitu, perubahan habitat seperti hutan menjadi kebun, penebangan, dan pembakaran terlihat nyata. Padahal, kebun dapat merubah komposisi herpetofauna, sedangkan penebangan dan pembakaran dapat memusnahkan satwa sekitarnya. “Ini terjadi pada jenis Ichthyophis sp. yang mati dan membusuk di lahan bekas terbakar.”
Selain itu, menurut dia, perubahan fungsi hutan menjadi kawasan pariwisata, dapat memengaruhi keberadaan herpetofauna. Seperti wilayah Daulu di Gunung Sibayak, jumlah individunya sangat sedikit.
Sedangkan empat wilayah lainnya, memiliki tingkat keanekaragaman sedang, dengan dominasi jenis yang berbeda setiap wilayahnya. Ini menunjukkan, persebaran satwa di setiap lokasi pengamatan tidak merata. Secara umum, kondisi fisik kawasan tersebut masih mendukung sebagai habitatnya herpetofauna.
“Saat ini, kawasan Tahura Bukit Barisan mulai terancam dengan aktivitas masyarakat,” ujar Fazar.
Habitat satwa
Tahura Bukit Barisan merupakan tahura ketiga di Indonesia yang ditetapkan Presiden melalui Surat Keputusan No. 48 Tahun 1988 tanggal 15 November 1988. Luasnya 51.600 hektar di Sumatera Utara.
Tahura ini meliputi empat kabupaten yaitu Langkat (13 ribu ha), Deli Serdang (17.150 ha), Simalungun (1.645 ha), dan Tanah Karo (19.805 ha). Vegetasinya ditumbuhi berbagai tanaman seperti tusam (Pinus merkusii), sinar telu (Schima wallichii), tulasan (Altingia exelsa), juga meang (Alseodaphne sp.).
Untuk satwa, beberapa jenis satwa yang dapat dilihat, tentunya selain herpetofauna yang telah diidentifikasi adalah burung elang, ayam hutan, rusa, trenggiling, juga babi hutan.
Fazar mengatakan, tahura yang berada di gugusan Bukit Barisan ini memiliki potensi keragaman hayati luar biasa. Hanya saja, belum tergali sehingga tidak diketahui jenis apa saja yang eksis.
“Herpetofauna memiliki karakteristik habitat sendiri dan tahura ini yang merupakan bagian dari ekosistem hutan hujan tropis sangat mendukung perkembangannya. Perubahan kondisi habitat dan aktivitas manusia yang ada tentu saja sangat berpengaruh, karena itu penelitian lebih mendalam perlu dilakukan,” tandasnya.