Bagaimana rasanya bila kita makan sampah plastik? Itu yang dirasakan oleh satwa laut saat ini. Tidak terkecuali Pari Manta, satwa bertipe penyaring makanan (feeder). Pari yang biasa makan plankton, tetapi karena tidak bisa membedakan apa yang dikonsumsi, malah makan sampah plastik dengan konsentrasi racun tinggi.
Seperti yang terlihat dalam video dan foto yang dibagi seorang perempuan muda Australia, Lauren Jubb, pada Jumat (16/02/2018) di akun media sosialnya yaitu di Facebook dan Youtube. Terlihat sedikitnya dua ekor Pari Manta berenang di permukaan air yang digenangi sampah plastik. Kresek, bungkus makanan, botol mengapung dan ikut berenang di antara satwa dilindungi ini.
Sejumlah hasil observasi menyebutkan Pari manta menyaring air laut dalam jumlah yang besar dan mencari makan di permukaan air. Sialnya, permukaan adalah area konsentrasi sampah plastik dan mikroplastik di laut.
baca : Makhluk Ini Menyebarkan Mikroplastik ke Dasar Lautan. Begini Kekhawatiran Peneliti
Lauren yang dikonfirmasi Mongabay Indonesia menyebut video dan foto itu miliknya diambil dengan kamera GoPro, saat liburan di Bali, Kamis (08/02/2018) lalu. Jadi ada beda waktu dengan unggahan di media sosial. Ia mengaku menyelam di Manta Point, Nusa Lembongan, Bali.
Peristiwa ini adalah upaya menggugah kesadaran, bukan soal terjadi di mana. Fakta bahwa sampah manusia makin berdampak pada satwa dilindungi dan juga pangan kita.
Ia menyebut ke lokasi selam yang dituju memang sudah terlihat ada sampahnya. Ketika sudah menyelam di titik penyelaman ia dan temannya melihat Pari Manta dan sangat antusias sampai tak menyangka ada banyak sampah di permukaan.
“But when we went under the water and when the mantas were swimming through it with plastic bags on them and in their mouths I was very sad for them and sad that I couldn’t do anything for them. But, at the same time also really angry at the state we humans have done to the ocean,” katanya tanpa menyalahkan pihak tertentu.
baca : Paus Sperma Itu Pun Mati karena Sampah Plastik
Ia mengaku sakit hati melihat sampah yang mungkin dari berbagai belahan benua ini dibawa arus dan meracuni para hewan yang mencari makan di permukaan air laut. Menurutnya, itu salah kita semua karena apa pun yang dibuang sembarangan di jalan air akan terbawa ke lautan.
Lauren merasa beruntung tinggal di negara dengan kebijakan pengurangan plastik dan upaya recycle cukup mudah. Lauren memberi tips, gunakan tas bekas /daur ulang saat berbelanja, beli makanan dan minuman tanpa kemasan, dan mendaur ulang jika memungkinkan.
Ia mengaku sudah pernah ke Bali sebelumnya dan tidak kaget lagi dengan masalah sampah karena pernah tinggal di Vietnam selama 8 tahun. Namun ia kini lebih memperhatikan karena lebih peduli.
Beberapa lembaga dan komunitas melakukan riset soal ini di wilayah penelitian yang diketahui sebagai tempat mencari makan bagi Pari Manta yakni perairan Taman Nasional Komodo dan Kawasan Konservasi Nusa Penida. Kesimpulannya, potensi Pari Manta menelan mikroplastik berkisar 40-90 potong per jam. Bagaimana nasib hewan ini?
Kolaborasi Marine Megafauna Foundation, Universitas Murdoch, Australia, dan Universitas Udayana, Bali tentang tercemarnya Pari Manta ini. Mikroplastik ditemukan pada setiap pelaksanaan survei di kedua lokasi selama musim hujan.
Rata-rata perhitungan secara visual pada sampah antropogenik di Nusa Penida yaitu 9.215 (±3.367) potong per km persegi dan di Taman Nasional Komodo yaitu 2.894 (±1.207) potong berdasarkan perkiraan model koresponden.
Selengkapnya baca : Memprihatinkan, Satwa Laut di Bali dan NTB Makin Beresiko Keracunan karena Ini…
Gede Lama, pegiat Komunitas Penyelam Lembongan (KPL) mengonfirmasi peristiwa dan lokasi video dan foto Lauren Jubb. Menurutnya sekitar Manta Bay dan Point berada di bawah terbing terjal dan jauh dari pantai hanya bisa dijangkau boat.
Menurutnya saat musim hujan banyak mendapat sampah kiriman. “Itu sampah bukan dari pulau. Walau hari ini kita bersihkan besok pasti datang lagi karena arus yang membawa,” ujarnya. Jika sedang menyelam, pasti akan dibersihkan rekannya. Upaya lain yang telah dilakukan bersih-bersih pantai dan edukasi ke sekolah.
Terkait mekanisme pengelolaan sampah di kawasan konservasi perairan Nusa Penida, Komang Karyawan dari UPT KKP menyebut belum ada sistem yang bisa diandalkan. “Hanya sebagian kecil desa yang bisa dilayani mobil dinas kebersihan. Sehingga banyak warga juga bakar sampah sendiri dan buang sampah sembarangan,” katanya.
Pendapat Gede Lama benar, sampah dari satu pulau akan berdampak ke pulau lain. Termasuk sampah dari Nusa Penida. Ini dibuktikan dari serial penelitian terkait pergerakan sampah, jenis sampah yang terdampar di pantai, dan distribusi sampah laut di Bali.
Sekelompok peneliti dari Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Universitas Udayana mengidentifikasi distribusi sampah di pesisir pada November 2017. Hasilnya, sebagian besar (45%) jenis sampah adalah plastik “lunak” atau soft plastic, dan 40 persen dari sampah plastik itu adalah plastik kemasan.
Selengkapnya baca : Riset Membuktikan Ini Jenis Sampah Laut Terbanyak di Pesisir Bali