“Berani Bersihkan Indonesia dari Coalruption.” Begitu poster dibentangkan beberapa orang di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta, Selasa pagi (15/1/19). Dua mobil Alphard berwarna hitam tiba di depan mereka. Dua orang bertopeng tikus muncul melambaikan tangan.
Beberapa orang pria berbadan tegap dengan setelan jas berwarna hitam turun dari mobil. Mereka membukakan payung besar berwarna hitam untuk melindungi dua pasang orang bertopeng tikus itu. Sigap laksana ajudan pejabat. Dua pasang orang bertopeng tikus itu turun dari mobil seraya masing-masing menggondol karung putih bertuliskan “coalruption.”
Baca juga: Danau Asam, Danau Maut, Milik Siapa?
Lambaian tangan memamerkan jari telunjuk. Satu pasangan dengan satu telunjuk, satu pasangan lagi memperlihatkan dua telunjuk. Khas pose pasangan calon presiden dan wakil yang berlaga pada pemilihan umum 2019.
Beberapa pria yang berperan sebagai ajudan lantas membuka koper. Setumpuk replika uang kertas dalam pecahan seratus ribuan terlihat. Kedua pasangan tikus itu menghambur ke sisi koper. Uang palsu ini dihambur-hamburkan ke langit. Keempat ‘orang tikus’ itu lantas menunduk, memunguti uang-uang yang terserak. Memasukan ke saku baju, juga gondola karung yang mereka bawa.
Aksi teaterikal ini dilakukan aktivis lingkungan tergabung dalam Koalisi #BersihkanIndonesia, terdiri dari Greenpeace Indoneisa, Jaringan Advokasi Tambang, Yayasan Auriga dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Mereka menuntut para calon presiden dan cawapres mengakhiri praktik korupsi politik di bisnis batubara. Pada April 2019, Indonesia akan memilih presiden dan wakil presiden. Dua kandidat maju, nomor urut satu: Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan pasangan kedua, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Baca juga: Laporan Ungkap Karut Marut Tata Kelola Batubara Berelasi dengan Para Elite Politik
Dalam riset yang mereka luncurkan Desember tahun lalu, bertajuk “Coalruption: Elit Politik dalam Pusaran Bisnis Batubara,” ditemukan kedua pasangan capres-cawapres, berkaitan dengan bisnis batubara. Sumber dana kampanye mereka diduga ditopang para pengusaha batubara. Kondisi ini, mengkhawatirkan karena dinilai bisa membelenggu pilihan-pilihan energi bersih dan menghalangi hak masyarakat atas udara bersih serta lingkungan sehat.
“Kami mendesak Bawaslu menguatkan peran dalam pengawasan penyelenggaraan pemilu,” kata Tata Mustasya, Kepala Kampanye Iklim Greenpeace Asia Tenggara.
Koalisi mendorong, Bawaslu ketat mengawasi. Kalau tidak, katanya, keterlibatan para pengusaha tambang batubara dalam pendanan kampanye kedua pasang capres-cawapres berpotensi merusak demokrasi Indonesia.
“Dari segi konsen kebijakan energi dan lingkungan, itu akan menciptakan kebijakan makin bias dan mendukung batubara. Mengabaikan dampak-dampak lingkungan dan sosial,” katanya.
Dia menyebut nama Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Pandjaitan—di kubu Jokowi– memiliki perusahaan tambang batubara. Pasangan satu lagi, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, juga pengusaha batubara. Prabowo merupakan pemilik Nusantara grup, Sandiaga, punya saham di Adaro.
“Sebenarnya, Bawaslu bisa melakukan ini terutama berkaitan dengan sumber dana kampanye.”
Menurut Tata, ketika elit politik tersandera kepentingan pengusaha batubara, kebijakan yang dibuat berpotensi menguntungkan mereka.
Iqbal Damanik, dari Yayasan Auriga mendesak, Bawaslu mendorong kedua pasangan capres-cawapres membuka data sumber pendanaan kampanye.
“Tak cuma laporan dana kampanye tim resmi. Juga tim bayangan. Itu juga harus dilaporkan dari mana. Kita meminta Bawaslu membuka itu.”
Bawaslu, katanya, punya kewenangan meminta kepada dua pasangan calon ini membuka data sumber pendanaan kampanye. “Ini penting, agar pesta demokrasi tak diisi kepentingan money politic.”
Senada dikatakan Melky Nahar, Kepala Pengkampanye Jatam Nasional. Dia mengatakan, ada relasi antara pebisnis tambang batubara dengan elit politik dalam kaitan pesta elektoral. Mereka ada di lingkaran Jokowi-Maruf Amin maupun Prabowo -Sandiaga.
Untuk itu, katanya, Bawaslu perlu mempertanyakan sumber pendanaan dari kedua pasangan capres-cawapres. Pemilihan kepala daerah maupun pemilihan umum, kerap jadi ajang merebut kuasa dan jabatan serta menangguk kekayaan. Pesta demokrasi lima tahunan ini juga jadi kesempatan para pebisnis batubara untuk mendapatkan jaminan demi melanggengkan bisnis mereka.
“Bawaslu harus menunjukan taring membuka ke publik duit kampanye kedua pasangan ini sumber dari mana? Perusahaan mana?”
Coalruption- Elite politik dalam pusaran bisnis batubara
Keterangan foto utama: Aksi teaterikal ini dilakukan aktivis lingkungan tergabung dalam Koalisi #BersihkanIndonesia, terdiri dari Greenpeace Indoneisa, Jaringan Advokasi Tambang, Yayasan Auriga dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia