- Sebanyak 27 petani dan pendamping petani dari 5 negara di Asia Selatan datang berkunjung ke kabupaten Sikka, NTT dan terjun ke desa melihat langsung lahan dan sistem pertanian yang dikembangkan di kelompok tani.
- Konsep kader tani sebagai penggerak pertanian di desa dianggap berhasil sesuai konsep People Led Development (PLD) di lahan pertanian dengan topografi dan iklim yang kurang menjanjikan.
- Peserta belajar bagaimana mengorganisir kelompok tani hingga tidak tergantung kepada LSM dan pemerintah termasuk memerangi pupuk kimia.
- Juga berbagi pengetahuan terkait pola pertanian, ketahanan menghadapi perubahan iklim dan perkembangan teknologi pertanian serta metodologi pendampingan terhadap petani.
Ada yang berbeda pagi itu, Rabu (3/7/2019) di Field Training Centre atau Pusat Sekolah Lapangan (Puskolap) Jiro-Jaro milik LSM Wahana Tani Mandiri (WTM). Tempat pelatihan milik lembaga yang selalu setia mendampingi petani di kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, dikunjungi 27 petani dan fasilitator pertanian dari 5 negara di Asia Selatan.
Dari negara India ada 14 orang, Pakistan 4, Nepal 4, Srilanka 2 serta Bangladesh 3 orang. Selain itu hadir juga 4 koordinator program dan koordinator fasilitator dari Misereor Filipina.
Dalam lokakarya Kedaulatan Pangan selama 9 hari itu, para peserta melakukan pertukaran pembelajaran regional untuk People Led Development (PLD).
Selain melakukan diskusi di Puskolap, peserta berinteraksi dengan kelompok nelayan kelompok tani dampingan WTM dan. Dipilih desa Renggarasi dan Tuwa di kecamatan Tanawawo serta desa Kowi di kecamatan Mego.
“Semua peserta menginap (selama 2 hari terakhir) di rumah warga dan melihat kehidupan di desa. Para peserta juga berdiskusi dengan kelompok tani dan melakukan kunjungan ke kebun warga,” kata Carolus Winfridus Keupung, Direktur WTM, Minggu (7/7/2019).
baca : Sukses Kembangkan Sorgum di NTT, Maria Akui Jatuh Cinta pada Rasa Pertama
Petani Penggerak
Elizabeth Cruzada konsultan PLD Misereor Jerman mengatakan kegiatan yang dilakukan untuk memperdalam pemahaman tentang masalah tanah, agroekologi dan kedaulatan pangan.
Juga terkait pembelajaran dan strategi serta teknik untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pertahanan dan perlawanan terhadap intervensi perusahaan. Serta untuk membuat rencana konkret untuk jaringan aksi pada kedaulatan pangan.
“Para petani dan fasilitator akan meninjau dan menilai pendekatan ARA (Action-Reflection-Action) dan metodologi yang digunakan dalam meningkatkan kapasitas fasilitator perubahan,” jelasnya.
Peserta belajar mengenai perubahan platform fasilitator di LSM partner Misereor mengenai bagaimana kegiatan PLD. Bagaimana para petani bisa menjadi penggerak di komunitasnya tanpa bergantung kepada LSM.
“Misereor melihat kelompok tani dampingan WTM bisa menjad role model karena petani mempunyai pangan yang cukup dan mengembangkan pertanian yang bukan hanya mencukupi kebutuhan keluarga tetapi berkelanjutan,” tuturnya.
Elizabeth menerangkan, pada umumnya semua wilayah negara di dunia mempunyai permasalahan yang sama soal perubahan kondisi lahan pertanian. Setiap negara pun mempunyai strategi menghadapinya masing-masing.
“Kami datang di Kabupaten Sikka untuk belajar mengenai hal-hal baru. Sebab petani harus secepat mungkin menyelamatkan pertanian di tengah tantangan perubahan iklim dan teknologi pertanian,” kata Elizabeth.
Banyak sekali tantangan di dunia pertanian, seperti masalah ekonomi dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga yang harus ditangani petani.
“Berbagi pengetahuan dan belajar antar negara penting untuk menemukan strategi mengatasinya. Bukan LSM yang melakukan itu tetapi petani. Para petani sendiri yang harus menemukan permasalahan dan mengatasinya,” tegas Elizabeth.
baca juga : Sius, Petani Difabel Pelopor Pertanian Organik yang Diundang Makan Malam Jokowi
Kader Tani
Sedangkan Carolus mengatakan para peserta belajar bagaimana petani di Sikka bisa mengelola usaha tani pada lahan yang tidak menguntungkan yaitu tandus dan topografi dengan kemiringan sampai 45 derajat.
Peserta juga belajar pengalaman pengorganisasian kelompok petani Sikka, dari pembentukannya, pengelolaan dan kepemimpinan lokal dalam kelompok sebagai kader tani sebagai PLD.
“Kondisi sekarang, para kader tani secara teknis dan teknologi memahami dan memfasilitasi kelompok dan melakukan advokasi kebijakan anggaran dan kebijakan regulasi di pemerintahan desa. Kita berharap kader tani bisa lebih kuat sehingga bisa membawakan kepentingan para petani di tingkat desa, kecamatan atau kabupaten,” ungkapnya.
Banyak kader tani WTM menjadi penggerak perubahan pertanian dengan menjabat kepala desa, kepala dusun, dan ketua Badan Pemusyawaratan Desa (BPD), kepala dusun dan lainnya.
WTM didirikan pada 1996 untuk memberdayakan kelompok tani (Poktan) dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) di tiga kecamatan di wilayah barat kabupaten Sikka, yakni Paga, Mego dan Tanawawo.
Pendirian WTM setelah melihat kondisi pertanian di kabupate Sikka tahun 1970-an sangat memprihatinkan seperti pola ladang berpindah, pembakaran lahan, bahkan pernah terjadi bencana kelaparan.
“Kondisi saat ini kedaulatan pangan mulai terjaga baik dan ada peningkatan pendapatan petani. Sistem tebas bakar dan ladang berpindah mulai ditinggalkan,” sebut sebut Carolus.
menarik dibaca : Aloysius Pala, Dari Memotivasi Narapidana hingga Berbagi Bibit dengan Petani
Perangi Kimia
Sukses besar yang dicapai WTM ketika petani menolak penggunaan pupuk kimia dan pestisida. Bahkan, bantuan pupuk kimia gratis dari Dinas Pertanian tidak dipergunakan. Dulu petani sangat tergantung kepada pupuk kimia dan pestisida.
Penggunaan pupuk kimia mulai dalam pertanian global memang sudah mulai ditinggalkan karena merugikan petani dan lingkungan. “Kami juga menghimbau agar dinas Pertanian juga harus berani mengatakan bahwa kimia adalah masa lalu,” tutur Carolus.
Pola kerja WTM pun berubah. Pada awalnya pemberdayaan dengan menyediakan barang atau uang kepada petani, sekarang memberikan motivasi dan diskusi untuk meningkatan pemahaman. Dampaknya terjadi perubahan pola bertani dari tradisional menjadi lebih modern dengan penggunaan teknologi.
Sedangkan Kamilus Ardianus ketua kelompok tani Tanalangi desa Renggarasi kecamatan Tanawawo mengakui cara bertani 32 orang anggota kelompoknya berubah dari pertanian tradisional menjadi pertanian organik.
“Kami tidak menggunakan pupuk kimia dan paling hanya membuat pupuk organik sendiri dari bahan-bahan di kebun kami,” jelasnya.
Sementara Pavel Partha dari lembaga Barcik Bangladesh mengaku kagum dengan kelompok tani yang juga terdiri dari kaum perempuan. Bahkan dirinya pun terpana dengan pola pertanian di lahan miring dan tergolong tandus.
Para petani pun sebutnya, tidak memiliki ketergantungan kepada pemerintah dan pihak LSM. Mereka selalu berdiskusi dan mencari solusi penyelsaian dalam kelompok tani. Konsep PLD pun bisa dikatakan berhasil dimana petani menjadi kelompok penggerak perubahan.
Akhir kegiatan diisi dengan tukar menukar benih lokal antara petani di kelompok tani dengan petani dan pendamping dari berbagai negara. Tak lupa, perpisahan ditandai dengan menari bersama tarian tradisional India dan Gawi, tarian etnis Lio.