- Cucak ijo atau cucak hijau, salah satu burung dilindungi, sekaligus maskot Kabupaten Malang yang ditetapkan sejak 1997. Walaupun begitu, Dinas Lingkungan Kabupaten Malang, tak tahu dasar hingga cucak ijo yang juga ada di berbagai daerah itu jadi maskot.
- Profauna menyatakan, penetapan maskot satwa tanpa kajian ilmiah. Setelah jadi maskot, seharusnya habitat satwa terlindungi. Bukan justru mendatangkan satwa, ditaruh di depan kantor pemerintahan. Seakan-akan menjadi legal, dan contoh yang harus dilakukan masyarakat.
- Survei Profauna, pada 1992, cucak ijo ditemukan tersebar di Jawa Timur. Pada 1998, terjadi penebangan hutan besar-besaran hingga habitat burung menghilang.
- Profauna mengajak, masyarakat mengembangkan ekoturisme berbasis burung. Kabupaten Malang punya potensi luar biasa, memiliki hutan lindung kaya flora dan fauna. Pengamatan burung, bisa bermanfaat bagi kepentingan ekologi, konservasi dan ekonomi.
Saban pagi, Rudianto, warga Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, sibuk dengan cucak ijo-nya (Chloropsis sonnerati). Pria 60 tahun ini membawa sangkar keluar rumah, agar burung cukup mendapat sinar matahari. Sangkar ini berisi burung maskot Kabupaten Malang itu digantung di teras rumah. Acap kali burung itu berkicau, menarik perhatian tetangga.
Warna bulu burung menarik, perpaduan warna hijau tua, hijau muda dan hitam makin memikat siapa saja yang melihat. Rudi makin bangga dengan burung peliharaan ini. Dia tak sadar kalau burung ini masuk satwa dilindungi.
“Tak tahu kalau dilindungi, saya membeli tahun lalu Rp500.000,” katanya kepada Mongabay.
Renung Rubi dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Malang menerangkan cucak ijo (cucak hijau) jadi maskot fauna Kabupaten Malang, melalui Keputusan Bupati Malang, Muhamdad Said pada 1997. Ia dituangkan dalam Surat Keputusan Bupati Malang Nomor 180 1997, tentang penetapan maskot (identitas) flora dan fauna Kabupaten Malang tertanggal 26 April 1997.
“Setelah penetapan setiap kecamatan harus membuat penangkaran. Camat bingung, mencari cucak ijo. Mereka membeli hasil tangkapan di alam,” kata Renung dalam diskusi beberapa waktu lalu yang diselenggarakan Mongabay dan Aliansi Jurnalis Independen Malang.
Pemerintah Kabupaten Malang, mendirikan taman burung di Desa Jeru, Kecamatan Tumpang. Kini, sangkar burung raksasa itu terbengkalai tak ada yang menangani setelah Dinas Kehutanan di bawah struktur Pemerintah Jawa Timur pada 2017.
Dulu, katanya, cucak ijo tersebar di Kabupaten Malang. Meski begitu, Renung juga tak tahu alasan pemilihan cucak ijo sebagai maskot fauna. Renung bilang, terbuka ruang diskusi dan penelitian untuk menentukan maskot fauna Kabupaten Malang agar ditentukan secara ilmiah.
Tanpa kajian ilmiah
Ketua Protection of Forest & Fauna (Profauna) Rosek Nursahid menilai, penetapan maskot satwa merupakan kecelakaan pemerintah secara nasional. Pemerintah mengawali dengan menetapkan Hari Cinta Satwa dan Puspa. Indonesia memiliki maskot elang Jawa (Nisaetus bartelsi) yang menyerupai burung garuda.
Lantas ditundaklanjuti di daerah, tanpa kajian ilmiah memadai termasuk Kabupaten Malang, menetapkan cucak ijo tanpa pertimbangan dari ahli atau tanpa kajian ilmiah. “Cucak ijo, bukan hanya di Indonesia apalagi Malang. Ada tujuh jenis. Tersebar di Semenanjung Malaya, Sunda Besar, Sumetara, Kalimantan dan Jawa,” katanya.
Di Pulau Jawa, ada dua jenis, cucak ijo kecil dan cucak ijo sayap biru. Karena ketidaktahuan dianggap khas Malang. Juga terjadi kesalahan paradigma dalam memperlakukan maskot fauna. Para pejabat ramai-ramai mendatangkan satwa, dipajang di depan kantor. Di depan kantor kecamatan dibangun sangkar burung raksasa berisi cucak ijo.
Penetapan Hari Satwa dan Puspa, katanya, sebenarnya bagus tetapi implementasi terlalu tergesa-gesa. Setelah sebagai maskot, seharusnya habitat satwa dilindungi. “Bukan justru mendatangkan satwa, ditaruh di depan kantor pemerintahan. Seakan-akan menjadi legal, dan jadi contoh yang harus dilakukan masyarakat.”
Dampaknya, terjadi perburuan dan penangkapan burung besar-besaran di alam. Survei ProFauna, pada 1992, cucak ijo ditemukan tersebar di Jawa Timur. Pada 1998, terjadi penebangan hutan besar-besaran hingga habitat burung menghilang.
Dampaknya, cucak ijo susah di kawasan itu. Habitat cucak ijo berada di dataran rendah di bawah 1.000 meter di atas permukaan laut (m.dpl). Ia juga ditemukan di Taman Hutan Rakyat Raden Soerjo di ketinggian 1.500 m.dpl.
Sebelum 2000, cucak ijo tersebar di hutan lindung sekitar Pujiarjo, Lebakharjo, Sumbermanjing Wetan dan Donomulyo. Beberapa bulan lalu, terpantau di Pulau Sempu.
Kesalahan dalam mewujudkan maskot fauna, katanya, membuat orang ramai memelihara. Cucak ijo turut yang jadi tren hingga lomba burung berkicau.
Rosek contohkan juga penetapan ayam bekisar sebagai maskot Jawa Timur. Setelah penetapan, jadi musibah bagi populasi ayam hutan (Gallus gallus). Ayam bekisar merupakan perkawinan silang ayam kampung dengan ayam hutan. Perburuan ayam hutan pun tinggi untuk memenuhi kebutuhan burung bekisar.
Profauna mendorong, kajian ilmiah untuk menentukan maskot fauna Kabupaten Malang. Selanjutnya, didorong wisata berbasis konservasi dengan memanfaatkan maskot fauna itu, mulai pengamatan burung di alam seperti Desa Jatimulyo, Kulonprogo, yang mengembangkan ekowisata pengamatan burung. Pemerintah desa mengeluarkan peraturan desa soal larangan berburu.
Potensi wisata pengamatan burung
Bekas Bupati Rendra Kresna, kata Rosek, sempat menyatakan tertarik mengembangkan wisata mengamati satwa di alam. Sampai Rendra menjadi terpidana korupsi wisata itu tak terwujud.
“Potensi alam di Malang, luar biasa. Bisa dikembangkan, relawan ProFauna ada yang jago mengamati burung di alam,” katanya.
Konservasi burung penting, lantaran berfungsi menjaga habitat, dan menggerakkan aksi menanam pohon. Ekowisata pengamatan satwa di alam menimbulkan dampak ekonomi, dan ekologi.
Selama ini, hanya memanfatan satwa langsung hingga marak jual beli dan perburuan di alam. Pemanfaat tak langsung, kataya, seperti pengamatan satwa justru belum ada.
“Kenya dan Tanzania, pendapatan tinggi karena ecotourism berbaris satwa,” katanya.
Turis rela membayar mahal melihat satwa di alam. Di Indonesia, sangat kaya dengan aneka ragam satwa dan bisa dikembangkan. Sayangnya, sejauh ini pemerintah tak berupaya mengoptimalkan.
Cara pemerintah dalam memanfaatkan kekayaan alam sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat, katanya, hanya terwujud dari jual beli satwa dengan model penangkaran. Penangkaran, katanya, cepat dan sederhana namun tak berkelanjutan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) minim pengawasan terhadap penangkaran “Tak ada pengawasan rutin. Izin hanya yuridis formal.”
Profauna mengajak, masyarakat mengembangkan ekoturisme berbasis burung. “Kabupaten Malang luar biasa, memiliki hutan lindung kaya flora dan fauna. Pengamatan burung bermanfaat bagi kepentingan ekologi, konservasi dan ekonomi.”
Mohammad Sukirno, Kepala Seksi Konservasi Wilayah VI Probolinggo BBKSDA Jawa Timur, mengatakan, cucak ijo merupakan satwa dilindungi. Sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 92/2018, cucak ijo dilidungi dan tak boleh diperjualbelikan.
“Diberi waktu selama dua tahun untuk sosialisasi. Saat ini, belum bisa penegakan hukum,” kata Sukirno. Bagi orang yang memiliki, dan memperdagangkan memiliki kesempatan mengajukan izin ke Kantor BKSDA. Kala selama dua tahun tak ajukan izin, usaha penegakan hukum.
Sesuai Peraturan Menteri Lingkungan dan Kehutanan, penegakan hukum mulai 6 September 2020. Sejauh ini, katanya, BBKSDA Jawa Timur, belum kajian populasi cucak ijo.
Satwa liar dengan status dilindungi, katanya, bisa dipelihara dan diperjualbelikan asal ada izin edar untuk dalam maupun luar negeri serta izin penangkaran. Satwa atau burung dilindungi hasil penangkaran generasi ke dua, status tak dilindungi tetapiharus dibuktikan dengan sertifikat dan tanda cicin di kaki.
Kalau sertifikat dan cicin tak sama, dianggap sebagai burung dari alam atau hasil perburuan dan bisa ditangkap dan dipidanakan dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.
Kawasan esensial di desa
BBKSDA Jatim mendukung kalau ada desa yang mengembangkan sebagai kawasan melindungi habitat cucak ijo. Pemerintah desa, katanya, bisa mengeluarkan peraturan desa turunan dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian, katanya, memiliki program kawasan ekosistem esensial atau penting, baru rilis akhir 2018.
Pemerintah setempat bisa mengusulkan kawasan ekosistem esensial untuk membantu pengamanan, dan pemulihan ekosistem.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun bisa mengucurkan dana dan anggaran, seperti penetapan kawasan karts di Trenggalek dan Teluk Pangpang, Banyuwangi.
Walhi Jatim, Purnawan mengatakan, populasi cucak ijo banyak di Malang Selatan. Sayangnya, hutan lindung yang jadi habitat cucak ijo terdesak penambangan pasir besi dan wisata. Hutan lindung di Pantai Wonogoro, turun status jadi hutan produksi hingga berubah ke tambang pasir besi. Selain itu, industri wisata yang massif terjadi di Malang Selatan, juga mengancam hutan lindung sebagai habitat cucak ijo.
Keterangan foto utama: mengamati burung di kawasan hutan lindung Kabupaten Malang.