- Keluarga Nelayan Indonesia selama ini terbiasa hanya mengonsumsi produk mentah (raw material) sumber daya perikanan. Padahal pengolahan hasil perikanan akan lebih bernilai ekonomi tinggi.
- Pemerintah terus mendorong pengembangan pengolahan produk kelautan dan perikanan dari kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kelautan dan perikanan, karena UMKM berkontribusi besar bagi perekonomian nasional.
- Di sisi lain, UMKM)kelautan dan perikanan masih menghadapi masalah klasik yang belum juga terpecahkan, seperti persoalan pemasaran produk dan akses permodalan
- Untuk mengatasinya, Pemerintah mendorong UMKM harus memanfaatkan teknologi digital yang saat ini sudah memasuki industri era 4.0. Untuk pemasaran, bisa memanfaatkan jejaring e-commerce yang sudah berkembang baik, dan start up untuk alat distribusi produk
Keluarga Nelayan Indonesia selama ini terbiasa memanfaatkan sumber daya perikanan dengan hanya mengonsumsi produk mentah (raw material) dari beragam jenis ikan dan makanan laut. Kebiasaan itu sudah berlangsung sejak lama dan turun temurun di berbagai pulau. Meski ada yang mengolahnya, tapi jumlahnya masih harus ditingkatkan.
Padahal Pemerintah Pusat meyakini pengolahan hasil perikanan akan bernilai ekonomi tinggi. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahkan menyebutkan kalau usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kelautan dan perikanan merupakan sektor yang sangat berkontribusi bagi perekonomian nasional.
Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Agus Suherman mengatakan, potensi UMKM kelautan dan perikanan untuk berkembang semakin besar sangat terbuka lebar. Namun, sayangnya sampai sekarang UMKM kelautan dan perikanan masih menghadapi permasalahan umum.
“Ada lima yang sering dihadapi UMKM kelautan dan perikanan, yaitu masalah pemasaran, permodalan, kompetensi SDM (sumber daya manusia), keterbatasan penguasaan teknologi, dan manajemen,” ungkap Agus dalam acara Marine and Fisheries Business and Investment Forum bertema “Menuju Usaha Mikro Kecil Kelautan dan Perikanan Berdasi (Berdaya Saing) melalui Akses Digital” pekan lalu di Jakarta.
baca : Teknologi Digital Mulai Digunakan untuk Perikanan Budidaya Nasional

Menurut Agus, meningkatkan daya saing usaha UMKM kelautan dan perikanan sampai saat ini masih menjadi tantangan besar bagi Pemerintah. Termasuk, bagaimana UMKM bisa memasarkan produk di pasar digital yang berkembang pesat sekarang ini untuk mendukung perluasan akses dan sekaligus peningkatan kesejahteraan.
UMKM bisa mengatasi problem klasik pemasaran, lanjut Agus melalui pemanfaatan teknologi digital yang semakin terbuka dan tanpa mengenal batas geografis lagi, serta memecahkan masalah permodalan yang akan semakin mudah didapat.
Era Digital
Pada kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, UMKM kelautan dan perikanan memang harus terus didorong mengembangkan diri dengan cepat dan baik. Percepatan itu akan menjadi senjata ampuh bagi UMKM untuk bisa bersaing dengan jenis usaha lain di era pasar yang sudah mengandalkan teknologi digital sebagai kekuatan utama.
Pada era sekarang ini, UMKM harus terus meningkatkan nilai jual produknya. Untuk itu, dibutuhkan tak hanya kerja keras dan kemauan, namun juga keseriusan dari para pengelola UMKM kelautan dan perikanan.
“Platform KKP itu memang kita ingin membantu ibu-ibu non nelayan yang bisa membantu bapak-bapak nelayan untuk lebih bisa menaikkan nilai ikannya,” jelas Susi.
Salah satu caranya, UMKM kelautan dan perikanan bisa memanfaatkan jejaring e-commerce yang saat banyak tersedia di pasaran. Dengan e-commerce, UMKM bisa menjual produknya dengan jangkauan lebih luas dan tanpa ada batasan tempat dan waktu.
Peluang tersebut, menurut Susi harus dimanfaatkan dengan baik oleh para pengelola UMKM kelautan dan perikanan di seluruh Indonesia. Terlebih, karena kehadiran platform baru tersebut bisa memberikan keleluasaan waktu dan mengaturnya dari mana saja dan kapan saja.
“Pelaku usaha kelautan dan perikanan harus memanfaatkan peluang ini untuk memperluas pasarnya,” tuturnya.
baca juga : Digitalisasi Industri Akuakultur Mulai Diterapkan di Indonesia. Begini Ceritanya..

Di sisi lain, walau e-commerce diakui Susi menjadi jejaring yang bermanfaat banyak bagi para pelaku usaha kelautan dan perikanan, namun dia berharap bahwa produk-produk yang dijual pada jejaring e-commerce bisa dipantau dengan ketat. Terutama, produk komoditas yang dilindungi dan dilarang menurut peraturan seperti terumbu karang dan benih lobster. Termasuk alat produksi perikanan yang terlarang karena bisa merusak ekosistem laut, seperti setrum ikan.
“Dengan digitalisasi, saya harapkan jangan sampai yang dijual adalah alat setrum ikan yang bikin sumber ikannya hancur, yang menghancurkan sumber mata pencahariannya sendiri,” himbaunya.
Agar produk yang dijual bisa lebih dipantau, Susi berjanji akan memberikan pendampingan kepada e-commerce dan pelaku usaha kelautan dan perikanan tentang komoditas yang boleh diperjualbelikan dan tidak. Untuk itu, pihaknya akan melaksanakan sosialisasi aturan, standardisasi, dan hal lainnya yang berkaitan dengan jual beli produk kelautan dan perikan.
Selain jejaring e-commerce, Susi juga mengatakan, dalam upaya mengembangkan UMKM kelautan dan perikanan, keberadaan start up yang bergerak pada industri jasa seperti Gojek dan SiCepat bisa juga bisa dimanfaatkan sebagai alat distribusi yang efektif, murah, dan cepat. Selain itu, PT Pos Indonesia juga bisa menjadi pilihan alat distribusi.
“Jangan hanya mengirimkan kertas saja, kirimkan ikan ke mana-mana. Terobosan-terobosan begitu dimungkinkan dengan platform digital,” cetusnya.
Akses Modal
Di luar masalah pemasaran, Susi juga berkomitmen untuk membantu pengembangan UMKM kelautan dan perikanan dengan diberikan kemudahan mendapatkan akses permodalan. Cara tersebut, diyakini akan mempercepat proses pengembangan hingga mencapai seperti yang diharapkan oleh masing-masing UMKM.
Selain dari perbankan, akses permodalan juga diberikan kepada UMKM kelautan dan perikanan melalui badan layanan umum (BLU) di bawah KKP dengan bunga yang lebih rendah dibandingkan dengan perbankan.
perlu dibaca : Membiayai Usaha Perikanan Berkelanjutan

Selain BLU, Susi juga akan berusaha memberikan kemudahan akses dari perbankan untuk semua UMKM kelautan dan perikanan dalam mendapatkan permodalan. Bagi dia, perbankan akan berpihak kepada UMKM jika bisa memberikan modal dengan bunga yang rendah.
“Saya mohon perbankan Indonesia juga mulai memberikan keberpihakannya. Tanpa kebijakan afirmatif dari kita, yang kecil tidak mungkin naik cepat. Jadi bunganya lah kita subsidi untuk pinjaman dibawah Rp1 miliar. Jangan justru bunga yang kecil-kecil malah lebih tinggi daripada korporasi. Mindset ini harus kita buang. Kita majukan perikanan,” ucapnya.
Untuk itu, dia mendorong agar UMKM diberikan akses modal yang murah dan mudah dari perbankan. Dengan demikian, nantinya UMKM bisa mengembangkan dirinya menjadi lebih besar dan lebih baik, serta bisa menyetarakan diri dengan pelaku usaha lain yang sudah lebih dulu besar.
“Murah dan mudah ini sangat penting. Jadi kita mesti bantu,” tambahnya.
KKP dalam 4.5 tahun terakhir telah memberlakukan kebijakan-kebijakan yang menjadikan bisnis perikanan bisa berkelanjutan. Hasilnya, stok ikan melimpah hingga mencapai 13,1 juta ton pada tahun 2018 dari 7,3 juta ton pada tahun 2013. Kelautan dan perikanan pun menjadi sektor investasi yang menjanjikan.
“Sekarang ini perikanan betul-betul luar biasa hasilnya. Anda investasi kepada pengusaha-pengusaha perikanan itu saatnya sekarang karena ikan banyak. Nah, kesempatan besar dengan bagusnya stok ikan Indonesia ini mengajak generasi muda juga terjun ke perikanan. Ikan itu akan menjadi bagian yang sangat penting untuk negara ini,” jelasnya.
***
Keterangan foto utama : Warga Nelayan, Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Malang, dan Sahabat Alam Indonesia bersinergi melakukan penanaman Fish Apartement. Hal itu dilakukan, salah satu bentuk upaya mengembalikan terumbu karang di Kondang Merak, Malang, Jatim. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia