- Petugas di Jambi, menangkap dua orang, Elfadiaz dan Nanang, dan mengamankan 154.774 anakan lobster yang dibungkus 499 kantong plastik. 485 kantong plastik berisi lobster jenis pasir dan 14 kantong jenis mutiara. Sepanjang 2019, sudah kali ke-11 pengungkapan kasus penyelundupan lobster di Jambi.
- Sampai awal September, jajaran Polda Jambi berhasil menyelamatkan 1,48 juta anakan lobster yang akan diselundupkan ke luar negeri dengan nilai sekitar Rp211 miliar lebih. Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, memberikan penghargaan kepada Jajaran Polda Jambi.
- Pada Agustus lalu, Pengadilan Negeri Jambi memvonis tiga tahun penjara untuk Teng Cheng Ying Keene, warga Singapura yang terlibat perdagangan 113.412 anakan lobster di Jambi. Hasan, warga Batam yang jadi kepercayaan Atan kena hukuman dua tahun, denda Rp1 miliar subsider satu bulan.
- Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh. Abdi Suhufan, menilai, hukuman bagi pelaku perlu ditingkatkan dengan hukuman maksimal dan menggunakan berbagai aturan atau UU agar ada efek jera.
Sebuah tawaran kerja datang pada Elfadiaz dari seseorang yang ditemui di pinggiran jalan. Pekerjaannya, mudah, cukup mengantarkan paket ke Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, sekira tiga jam perjalanan dari Kota Jambi pakai mobil.
Elfadiaz yang lagi perlu pekerjaan tanpa pikir panjang menyanggupi. Total ada 20 paket harus dia antar bersama Nanang, warga Purwakarta, Jawa Barat.
Baru menempuh separuh perjalanan, tepatnya di Parit III, Desa Lambur, Kecamatan Muara Sabak Timur, Tanjung Jabung Timur, mobil Innova hitam bernopol BH 1968 ND yang dikendarai Elfadiaz dihentikan anggota Satuan Reserse dan Kriminal Polres Tanjab Timur. Polisi menggeledah isi paket yang dibawa Elfadiaz dan menemukan ratusan kantong plastik berisi benur siap kirim.
Petugas juga menggeledah mobil Pajero Sport silver bernopol BH 1861 GE yang dikendarai Nanang. 10 kotak styrofoam terbungkus plastik hitam dibongkar. Hasilnya, ribuan anakan lobster terbungkus ratusan plastik siap dikirim.
Penangkapan ini bukan tanpa sengaja, sebelumnya petugas mendapat laporan dari masyarakat ada pengiriman anakan lobster ke Sabak, Tanjung Jabung Timur. Tim gabungan mencegat di Desa Lambur Luar, tak jauh dari Pantai Timur Sumatera.
Dari hasil penangkapan Elfadiaz dan Nanang, petugas berhasil mengamankan 154.774 anakan lobster yang dibungkus 499 kantong plastik. 485 kantong plastik berisi lobster jenis pasir dan 14 kantong jenis mutiara.
Saat jumpa pers di Kantor BKIPM Jambi, akhir September lalu, Elfadiaz mengaku perlu pekerjaan dan tak tahu siapa pemilik anakan lobster itu.
“Ini baru pertama, saya ketemu di pinggir jalan dan diminta kirimkan ini (paket),” kata pria 21 tahun itu. Dia mengaku tidak tahu paket yang dikirim berisi lobster.
Subseksi Pengawasan, Pengendalian dan Informasi BKIPM Jambi, Paiman menyebut, nilai penyelundupan anakan lobster mencapai Rp23,2 miliar lebih. Ratusan ribu anak lobster itu diduga dari pantai selatan Jawa, mulai dari Banyuwangi sampai ke Malang hingga ke barat Sukabumi, Jawa Barat. Pesisir barat pantai Lampung hingga sebagian Bengkulu juga dikatehui menjadi habitat lobster. Selain itu, ada di Nusa Tenggara Barat dan Bali.
“Barang ini kan dapatnya mecah-mecah, ada dari Lampung, Banten dan lain-lain,” katanya.
Penangkapan akhir September itu merupakan ke-11 kali sepanjang 2019. Menurut Paiman, Jambi merupakan wilayah paling strategis sebagai jalur penyelundupan anakan lobster tujuan Singapura. Mengingat jarak Pantai Timur Sumatera di Jambi, begitu dekat dengan Batam dan Singapura.
Kondisi ini, juga didukung banyak pelabuhan tikus yang tersebar di Tanjung Jabung Timur dan Tanjung Jabung Barat, ada ratusan.
Elfadiaz Mukti Wibowo, merupakan warga Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara dan Nanang Robiana dari Kampung Selari, Purwakarta, Jawa Barat. Paiman menduga, ada keterlibatan warga lokal dalam aksi mereka.
“Disebut-sebutnya begitu, tapi sekarang masih dalam proses penyelidikan.”
Saat ini, PPNS BKIPM Jambi masih berkoordinasi dengan Korwas Polda Jambi untuk mengungkap para pelaku perdagangan gelap anakan lobster.
Kedua tersangka dijerat Pasal 16 ayat (1) jo Pasal 88 Undang-undang RI No.31/2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU RI No.45/2009, jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dan Pasal 9 jo Pasal 31 ayat (1) UU No.16/1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Acaman maksimal enam tahun penjara.
Elfadiaz dan Nanang, kini ditahan di Mapolda Jambi untuk proses penyidikan. Dua mobil pelaku disita BKIPM Jambi sebagai barang bukti. Anakan lobster sudah dikirim ke Sumatera Barat untuk dilepasliarkan di Pantai Pariaman.

Penghargaan
Awal Sempember sebelumnya, Anggota Polresta Jambi menggerebek rumah kontrakan di Jalan Aditya Warman, Lorong Banjarejo, RT 15, Kelurahan Thehok, Kecamatan Jambi Selatan, Kota Jambi, yang dicurigai sebagai gudang penampungan anakan lobster.
Hasilnya, 161.800 anakan lobster Rp 25 miliar siap dikirim ke Singapura diamankan petugas. Sebanyak 147.200 jenis pasir dan 14.600 mutiara.
Petugas juga menangkap delapan orang diduga terlibat, yakni UN, AS, AR, JN, RH, FSP, LR dan pemilik benih lobster SM.
Sampai awal September, jajaran Polda Jambi berhasil menyelamatkan 1,48 juta anakan lobster yang akan diselundupkan ke luar negeri dengan nilai sekitar Rp211 miliar lebih.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti lewat Kepala BKIPM Pusat, Rina memberikan penghargaan pada Kapolda Jambi Irjen Pol.Muchlis AS, sebagai apresisasi atas penegakan hukum sektor kelautan dan perikanan di Jambi.
Penghargaan sama juga diberikan pada Brigjen Pol Ahmad Haydar, Kapuslabfor Bareskrim Polri, sebelumnya Wakapolda Jambi, Direktur Polair Polda Jambi, kini Analis Kebijakan Madya Bidang Polair Baharkam Polri. Juga Kombes Pol. Fauzi Bakti Mocjhi, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jambi Kombes Pol. Thein Tabero, Komandan Lanal Palembang Letkol Laut P Saryono.
Juga, AKBP Ardi Sutriono dan Kompol Wadi Sahbani dari Dipolair Polda Jambi, Kapolres Tanjung Jabung Timur AKBP Agus Desri Sandi, Kasat Reskrim Polres Tanjung Jabung Timur AKP Indar Wahyu, dan Kapolres Tanjung Jabung Barat AKBP ADG Sinaga serta Kasat Reskrim Polres Tanjung Jabung Barat AKP Dian Purnomo.
Vonis bagi warga Singapura
Sebulan sebelum penangkapan Ervatias dan Nanang, Pengadilan Negeri Jambi memvonis tiga tahun penjara untuk Teng Cheng Ying Keene warga Singapura yang terlibat perdagangan 113.412 anakan lobster di Jambi.
Selain Teng Cheng, Mark Tan Chen Chu Feng alias Atan juga vonis tiga tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Hasan bin H. Ahmad, warga Batam yang jadi kepercayaan Atan kena hukuman dua tahun, denda Rp1 miliar subsider satu bulan.
Dikutip dari sistem informasi penelusuran perkara Pengadilan Negeri Jambi, ketiganya terbukti sah bersalah turut serta mengeluarkan ikan ke luar wilayah pengelolaan perikanan Indonesia.

Bagio Tjandra yang tak terima vonis dua tahun banding ke Pengadilan Tinggi Jambi. Dia justru makin terpuruk karena hakim Ketua Hiras Sihombing memutus Bagio lebih berat. Pada 18 September, dia divonis tiga tahun penjara, denda Rp1 miliar subsdider tiga bulan kurungan.
Atan dan Hasan ditangkap tim gabungan Bareskrim Polri, Polresta Jambi dan BKIPM Jambi pada 2 Juli. Mereka yang mengendarai mobil Toyota Inova bernopol BD 1667 CK dan Daihatsu Xenia merah bernomor BD 1154 CH itu dihentikan petugas gabungan di Jalan Pattimura, Simpang Rimbo, Kota Jambi, kira pukul 23.00.
Rencananya, dua mobil dari Bengkulu itu hendak menuju Batam, melewati Jambi. Laju mobil pengangkut 113.000 anakan lobster ini terhenti sebelum sampai tujuan.
Hasil pengembangan kepolisian berhasil menangkap Bagyo Chandra dan Ten Cheng Ying Keene, yang jadi penadah anakan lobster di Batam, Kepulauan Riau. Anakan lobster ini akan dikirim ke Vietnam, setelah sampai di Singapura.
Belum efek jera
Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh. Abdi Suhufan mengatakan, aksi kejahatan dari perdagangan gelap anakan lobster menawarkan keuntungan sangat tinggi, bahkan sampai 400%.
“Tidak ada bisnis yang keuntungan segila ini. Bayangkan, harga lobster di tingkat nelayan hanya Rp15.000-Rp30.000 per ekor, tapi pasar Singapura sanggup membeli Rp120.000 per ekor. Vietnam Rp60.000 per ekor. Bisnis yang punya profit tinggi pasti terorganisir dan terproteksi oleh pelaku,” katanya.
Dia menilai, aparat keamanan Indonesia mesti mempunyai jurus dan strategi lebih canggih untuk menghentikan kejahatan ini. Kerjasama dengan masyarakat perlu ditingkatkan karena pelaku dekat dengan masyarakat dan menawarkan keuntungan finansial.
Belakangan, modus mafia lobster berubah. Ada pergeseran distribusi anakan lobster dari bandara udara ke pelabuhan laut yang dianggap pengawasan lebih longgar. Pelabuhan yang banyak sulit terpantau petugas, jalur-jalur tikus sangat gampang diterobos.
“Aparat kita sering kebobolan karena jumlah personil terbatas hingga cover area untuk penjagaan juga terbatas. Kasus di Jambi, yang terakhir September lalu mengungkap fakta baru bahwa pengangkutan lobster dengan mobil mewah, bukan di truk seperti sebelumnya. Artinya, ada upaya mengelabui petugas bahwa mobil mewah tak mungkin mengangkut lobster,” kata Abdi.
Menurut catatan DFW-Indonesia, dalam kurun empat tahun terakhir (2015-2019), upaya penyeludupan lobster yang berhasil digagalkan penegak hukum mencapai 263 kasus. Jumlah sitaan 9,82 juta anakan lobster, senilai Rp1,37 triliun.
Nilai ini, katanya, sangat besar melebih PNBP Perikanan dalam satu tahun yang hanya Rp650 miliar pada 2018. Sampai Juli 2019, sudah ada 39 kasus penyelundupan anakan lobster digagalkan.
Dari kasus itu, pemerintah berhasil mengamankan 3,16 juta anakan lobster bernilai Rp474,59 miliar.
Dalam catatan DFW, kasus penyeludupan anakan lobster setiap tahun terus meningkat. Sebagai perbandingan tahun 2015, kasus penyelundupan anakan lobster berhasil diungkap 542.953 ekor dengan nilai Rp 27,3 miliar. Pada 2016, membengkak jadi 1.346.484 ekor senilai Rp71,7 miliar. Baru semester I 2019, sudah hampir Rp500 miliar.
Pemerintah, katanya, perlu pendekatan hukum dan memberikan efek jera. Hukuman maksimal mesti diberikan kepada pelaku. Pendekatan hukum, juga bisa dengan menjerat dengan berbagai aturan.
Sejauh ini, belum ada vonis pengadilan dengan hukuman maksimal sesuai ancaman UU Perikanan. Kasus penyeledupuan lobster di Pengadilan Jambi, Mei lalu hanya menghukum tiga bulan dan satu tahun penjara dengan denda Rp1 miliar atas kasus penyeludupan. “Ini jauh dari hukuman maksimal, enam tahun.”
Pengadilan juga mesti diawasi agar proses transparan dan bebas intervensi.
“Kejahatan ini terorganisir dengan baik, ada modal besar, mafia yang bisa saja bermain mempengaruhi pengadilan. Aparat hukum kita mesti punya kemampuan dan ketahanan untuk menghadapi intervensi dan godaan.”
Keterangan foto utama: Benih lobster yang diamankan petugas dari aksi perdagangan gelap di Jambi. Foto: Yitno Supriyanto/ Mongabay Indonesia