- Badan Wilayah Sungai Sumatera II menyatakan, kualitas air sungai di Medan masuk kategori buruk, antara lain karena tutupan lahan dan limbah domestik banyak mengalir ke sungai.
- Air baku di Medan juga sudah berada di zona kuning karena pencemaran cukup parah. Kondisi ini, menyebabkan penurunan produksi air layak konsumsi.
- Sampah-sampah plastik yang berakhir di sungai-sungai di Sumatera Utara pun mengerikan. Data Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara, setiap hari, sedikitnya 1.200 ton sampah plastik ke sungai. Dengan angka rata-rata ada tujuh ons perhari tiap manusia gunakan sampah plastik dan membuang langsung ke sungai.
- Badan Wilayah Sungai Sumatera II berupaya memperbaiki drainase utama seperti sungai-sungai kecil di Kota Medan, seperti, Sungai Putih, Sungai Sei Sikambing dan Sungai Bederah maupun sungai lain.
Sungai di Indonesia, termasuk di Sumatera Utara, banyak tercemar. Kalau tak ada penanganan serius, ancaman krisis air bersih di depan mata. Satu contoh, Badan Wilayah Sungai Sumatera II menyatakan, kualitas air sungai di Medan, masuk kategori buruk, antara lain karena tutupan lahan dan limbah domestik banyak mengalir ke sungai.
Ivan Suaidi, Manager Admin dan Operasional Program Go-River, mengatakan, kalau bicara sungai di Sumut akan muncul kalimat mengerikan, yakni, kondisi tercemar dan limbah meluap di aliran sungai. Kalau tidak segera diatasi, katanya, akan makin kritis.
“Harus bergerak bersama semua menyelamatkan sungai di Sumut. Jika tidak banjir akan terus terjadi,” katanya, belum lama ini di Medan.
Di Sumut, ada delapan sungai utama mengelilingi tiga kabupaten kota, yakni, Sungai Babura, Deli, Tungtungan, Belawan, Bedera, Putih, Sulang-saling, dan Sungai Kera. Semua dalam kondisi waspada. Sungai Deli, katanya, terpanjang, melewati tiga kabupaten kota mulai dari Karo, Deli Serdang, dan Kota Medan.
Menurut Ivan, kalau dilihat dari panjang yang melewati tiga kabupaten kota, katanya, lintas pemerintah harus saling dukung dan bekerja sama dalam menyelamatkan Sungai Deli.
Masalah yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli adalah terjadi perambahan di wilayah penyangga air di Kabupaten Karo. Di tengah, katanya, ada di Deli Serdang, terjadi pembukaan lahan yang seharusnya jadi resapan air malah jadi tempat wisata. Kemudian, pertambangan galian C juga terjadi di sepanjang aliran Sungai Deli.
Di wilayah tengah ini, katanya, pembuangan limbah kimia pabrik juga terjadi, berada di Namorambe, pabrik getah membuang limbah ke aliran Sungai Deli.
Di hilir yakni, Kota Medan, masalah pembuangan limbah domestik dan industri. Pembuangan limbah rumah tangga, katanya, terus terjadi hingga sekarang.
Untuk sampah yang dibuang langsung ke sungai di Kota Medan, katanya, sudah sangat mengerikan. Data Badan Lingkungan Hidup Sumatera Utara, setiap hari, sedikitnya 1.200 ton sampah plastik ke sungai. Dengan angka rata-rata ada tujuh ons perhari tiap manusia gunakan sampah plastik dan membuang langsung ke sungai.
Ivan bilang, kondisi ini menyebabkan kualitas air sungai makin parah dan tak bisa lagi dipakai. Warna air, katanya, jadi hitam dan keruh serta mengeluarkan bau tak sedap.
Meski sudah berulang kali ada desakan ke Pemerintah Kota Medan, katanya, tetap belum ada aksi nyata soal sampah plastik dari limbah industri dan domestik ini.
“Data 2017, sampah plastik sudah mencapai 1.200 ton per hari. Tahun 2019, hingga akhir September terjadi kenaikan lebih 10%. Apa jadinya jika tak segera diatasi?”
Aron Lumban Batu, Kesatuan Kerja Operasional Badan Wilayah Sungai Sumatera II, mengatakan, pembuangan limbah ini mengakibatkan kualitas air sungai di Kota Medan makin buruk. Dampaknya, air sungai tak lagi bisa untuk minum bahkan mencuci pun tidak.
Pembuangan limbah domestik, katanya, mengakibatkan penyumbatan drainase. Aliran sungai juga tak bisa mengalir dan terhenti karena tumpukan limbah domestik ini. Kalau hujan deras turun sebentar saja di Medan, katanya, dipastikan akan tergenang.
Air baku di Medan juga sudah berada di zona kuning karena pencemaran cukup parah. Menurut dia, baku mutu kualitas air buruk ini menyebabkan penurunan produksi air layak konsumsi. Belum lagi, penduduk Kota Medan terus bertambah tak dibarengi pemenuhan kecukupan air.
“Air sungai rusak, penduduk bertambah, mengakibatkan difisit air bersih. Kita harapkan jika nanti bendungan selesai mampu menyelesaikan masalah ini.”
Untuk itu, katanya, perlu keterlibatan masyarakat dengan tak membuang sampah sembarangan. Perusahaan, katanya, juga harus ditindak kalau terbukti membuang limbah ke sungai. “Perlu keseriusan semua pihak menyelesaikan masalah ini.”
Mereka berupaya memperbaiki drainase utama seperti sungai-sungai kecil di Kota Medan, seperti, Sungai Putih, Sungai Sei Sikambing dan Sungai Bederah maupun sungai lain.
Untuk sungai besar seperti Sungai Deli, penyelesaian masalah di tangan pemerintah kota, tetapi mereka siap membantu.
Untuk mengatasi banjir karena pembuangan limbah domestik ini, katanya, mereka tengah membangun Bendungan Lau Simeme di Pancur Batu, Deliserdang.
“Ini sudah berjalan dua tahun. Jika selesai nanti, mampu jadi solusi menangani masalah banjir karena meluapkan aliran sungai di Kota Medan. Bendungan ini sendiri dapat menampung debit air hingga puluhan juta kubik.”
Data Statistik Lingkungan Hidup Indonesia, 2018, menunjukkan, kualitas air sungai di Indonesia umumnya pada status tercemar berat. Dari 82 sungai terpantau pada 2016 dan 2017, ada 50 alami kondisi relatif tak berubah, 18 sungai kualitas membaik, 14 kualitas memburuk.
Karina Lestiarsi, Media Relation Specialist, WWF-Indonesia mengatakan, WWF secara global termasuk WWF-Indonesia, mendorong skema pengelolaan sumber daya air adil secara sosial, berkelanjutan, dan lingkungan serta menguntungkan secara ekonomi.
“Ini dapat dicapai melalui proses yang melibatkan para pemangku kepentingan, mencakup tindakan berbasis lokasi dan daerah tangkapan air, yang disebut program konservasi air,” katanya.
Keterangan foto utama: Sungai, salah satu sumber air bagi kehidupan manusia. Kalau sudah tercemar, kritis air pun mengancam di depan mata. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia