- Hamparan pasir putih yang lembut, membentang lebih kurang sejauh satu kilometer menjadi daya tarik wisata pantai Pasir putih Desa Remen, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
- Pantai Remen Pantai yang berjarak sekitar 10 km dari alun-alun Kabupaten Tuban ini mulai viral sejak empat tahun terakhir. Apalagi bila musim libur panjang dan libur hari raya Islam
- Pengembangan wisata ini berdampak positif perekonomian warga setempat, yang semula petani kemudian beralih menjadi pedagang.
- Dulunya, pantai Remen merupakan karang dan bebatuan. Hamparan pasir putih mulai ada berasal saat pembangunan pabrik PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Laki-laki berkaos loreng itu duduk beralas karung plastik tampak melamun, sesekali pandanganya tertuju pada seorang anak kecil yang sedang bermain layang-layang di atas hamparan pasir putih yang lembut, membentang lebih kurang sejauh satu kilometer di kawasan wisata pantai Desa Remen, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Pasir putih inilah yang merupakan salah satu keunggulan daya tarik wisata di pantai ini. Selain itu, deretan pohon cemara laut (Casuarina equisetifolia) juga menambah keteduhan suasana, udara terasa sejuk. Yang menarik dari pantai ini adalah adanya laguna yang cukup luas dan memanjang, kebanyakan tidak dimiliki oleh pantai pesisir utara pulau jawa.
Hanya, ombaknya yang tergolong besar sehingga pihak petugas memberikan himbauan berupa papan tulis di sepanjang jalur pantai itu agar pengunjung tidak berenang di laut.
Tidak hanya anak kecil yang menikmati kelembutan pasir ini, pasangan muda-mudi juga terlihat asyik bersenda gurau sembari menikmati deburan ombak. Disudut lain, seorang perempuan bercengkrama dengan anak dan suaminya, mereka tampak sibuk berfoto diantara batu karang dengan latar belakang panorama laut.
baca : Habis Rumput Laut, Terbitlah Pantai Pandawa
Tak berselang lama lelaki itu pun bangkit dari duduk, menawarkan dagangan miliknya disaat ada orang yang melintas didepannya. “Pertengahan awal bulan ini agak sepi. Biasanya kalau libur akhir bulan baru agak ramai,” ujarnya, pada Minggu (17/11/2019).
Lelaki itu bernama Pandi (49), satu diantara puluhan warga yang berjualan layang-layang di kawasan wisata Remen. Dia mengatakan wisata pantai ini saat hari libur Sabtu-Minggu tidak seramai saat musim libur panjang dan liburan hari raya umat muslim.
Pada musim libur panjang, ada lebih dari 5.000 pengunjung. Bahkan, berdasarkan pengalaman selama berjualan di tempat wisata ini, tahun-tahun sebelumnya kondisi pantai sampai penuh sesak. Pandi merasa cukup beruntung, karena disaat kondisi ramai itu dagangannya juga ikut laris manis.
Pada saat hari biasa, dia mengaku rata-rata daganganya hanya laku 20-30 biji. Berbeda dengan ketika musim libur panjang, tahun baru atau setelah lebaran. Layang-layang yang dia jual ini bisa laku hingga 100 biji. Untuk harga yang dibandrol relatif beragam, tergantung besar kecil ukurannya, begitu juga dengan motif layang-layang. Dimulai harga yang terendah Rp20 ribu sampai dengan yang termahal Rp100 ribu.
baca juga : Pemuda dari 33 Negara Bersihkan Pantai Selatan Malang, Ada Apa?
Mata Pencaharian Warga
Pengembangan wisata pantai pasir putih Remen ini bisa dibilang belum lama, baru berjalan 4 tahun. Tetapi menurut Nanik Setyawati dalam penelitiannya menjelaskan, jumlah pengunjung dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Menurut dia, pengembangan wisata ini berdampak positif terhadap pekerjaan masyarakat sekitar, yang semula petani kemudian beralih menjadi pedagang. Atau ada juga yang tetap bertani tetapi mereka sambil berdagang.
Selain itu, di wisata pantai ini warga sekitar banyak yang dilibatkan, baik itu menjadi tukang parkir, penjaga loket, keamanan, maupun petugas kebersihan. Jadi, artinya ada perubahan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
Dalam penelitian berjudul “Dampak Pengembangan Pariwisata Pantai Pasir Putih Remen Terhadap Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar” ini Nanik menambahkan, keberadaan tempat wisata yang dikelola oleh desa setempat juga berdampak pada pendapatan ekonomi warga sekitar. Pada akhirnya ekonomi warga menjadi bertambah.
Sejalan dengan penelitian itu, Karmiatun (40), warga setempat yang merupakan salah satu pemilik warung membenarkan, semenjak ada wisata pantai ini perekonomiannya cukup terbantu. Dia merasa senang karena bisa berjualan di tempat wisata ini. Sebelumnya, perempuan ini profesinya sebagai petani. Namun kini, dia bisa mendapatkan tambahan dari hasil berjualan.
menarik dibaca : Berkat Namanya yang Unik, Pantai ini Justru Populer di Lamongan
Di hari libur Sabtu dan Minggu, penghasilannya bisa mencapai Rp500 ribu per hari. Berbeda saat musim liburan, berjualan di warung semi permanen ini pendapatanya bisa sampai Rp5 juta dalam sehari.
Uang hasil dagangannya selain bisa untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, juga bisa untuk menyekolahkan dua anaknya, satu masih Taman Kanak-Kanak (TK), satu lagi baru mentas dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Selain itu, hasilnya juga bisa untuk memperbaiki rumah tinggalnya.
“Lumayan bisa mengurangi beban suami. Warung saya ini termasuk dipinggiran, jadi agak sepi. Yang di tengah sana (dekat dengan pantai) kalau musim liburan itu malah bisa sampai Rp10 juta per hari,” ujarnya. Perempuan dua anak ini berterus terang tidak ada penarikan retribusi dari desa untuk warga setempat. Hanya jenis bangunannya tidak boleh permanen.
Untuk itu, dia berharap agar wisata ini tetap dikelola oleh pemerintah desa. Jangan sampai ada pihak luar atau investor yang ikut terlibat mengelola. Karena yang menjadi kekhawatiran nantinya warga tidak dilibatkan.
Dengan adanya Anggaran Dana Desa (ADD) saat ini, Karmiatun berharap wisata ini lebih diperhatikan untuk pengembanganya, misalnya dengan ditambahkan permainan seperti bebek-bebekan, perahu dayung, atau yang lain yang bisa menunjang perkembangan wisata pantai remen ini.
Pandi pun demikian, pria yang juga bekerja serabutan ini mengaku perekonomiannya cukup terbantu semenjak adanya wisata pantai ini. Untuk itu, dia juga berharap agar tempat wisata ini tetap dikelola oleh pemerintah desa, bukan pemerintah daerah ataupun pusat. Karena jika tidak dikelola oleh pihak desa, yang dikhawatirkan nanti pembangunanya malah tidak berpihak terhadap warga sekitar.
Asal Muasal Pasir
Dulunya, pada tahun 1996 pantai ini merupakan karang dan bebatuan, belum ada hamparan pasir yang membentang sejauh kurang lebih satu kilometer itu. Tidak jauh dari tempat wisata ini, terlihat pabrik PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Menurut Pandi dan beberapa warga lain, pasir-pasir itu berasal saat pembangunan pabrik PT TPPI.
Setelah itu, pasir terseret ombak hingga terjadilah pantai pasir putih tersebut. Setelah itu, pada tahun 2006 pemerintah setempat melakukan penanaman pohon cemara laut. Hingga Sekarang pohon-pohon cemara itu masih tumbuh, selain berfungsi sebagai pencegah abrasi, keberadaan pohon cemara ini juga bisa menambah daya tarik wisata tersendiri.
Pantai yang berjarak kurang lebih sekitar 10 km dari alun-alun Kabupaten Tuban ini mulai viral sejak empat tahun belakangan. Berawal dari anak-anak muda yang sering datang dan mempostingnya di sosial media.
Umi Rahmawati (24), salah satu pengunjung mengatakan sudah tiga kali mendatangi wisata pantai ini, dia mengaku selalu terkesan. Karena baginya selain instagramable, untuk tiket masuk ke pantai ini juga tergolong murah.
Untuk itu, bersama kawan-kawanya dia sering datang hanya sekedar berfoto ataupun bernostalgia. Namun begitu, perempuan ini pun berharap agar pantai ini selalu dirawat dengan baik. Begitupun dengan keamanan yang mesti ditambah, atau adanya tambahan fasilitas seperti joglo.
Saat berkunjung ke tempat wisata ini, pengunjung hanya ditarik biaya parkir. Untuk roda dua Rp5 ribu. Sementara untuk roda empat Rp15 ribu. Atraksi lain, pada tanggal 17 Agustus warga setempat juga melakukan acara sedekah bumi di tempat wisata yang berjarak kurang lebih 3 kilometer dari jalan raya pantai utara (Pantura) ini. Selain itu, ada juga karnaval hias.