- Surat kontroversial beredar soal rencana Pemerintah Banyuwangi membabat hutan mangrove sekitar 4.000 pohon. Kritikan juga datang dari kalangan pegiat lingkungan. Surat dari Pemerintah Jawa Timur pun menyebutkan, larangan penebangan mangrove ini. Pemerintah Banyuwangi akhirnya membatalkan rencana ini.
- Surat tertanggal 25 November 2019 meminta, rekomendasi memotong mangrove, dengan alasan pepohonan ini menyebabkan tumpukan sampah. Padahal, katanya, selama beberapa tahun, para pegiat lingkungan Banyuwangi malah menanam, dan menjaga 4.000 ribuan mangrove di sepanjang pintu masuk Pantai Boom Banyuwangi.
- Beredar surat balasan ditandatangani Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur, Mohamad Gunawan Saleh. Surat bertanggal Surabaya 9 Desember 2019 tentang surat balasan permohonan rekomendasi pemotongan mangrove menyebutkan, kalau pemotongan dan penebangan mangrove merupakan tindakan terlarang. Apalagi mangrove berada di zona pelabuhan dapat direlokasi untuk keperluan pembangunan pelabuhan.
- Mangrove, banyak fungsi seperti tempat berkembang biak, dan bertelur aneka jenis biota air, mencegah intrusi air laut ke darat. Juga mencegah sumur atau sumber air tak payau. Lokasi hutan mangrove berada di kota, hingga berfungsi penting sebagai paru-paru kota. Mangrove juga menyerap racun dan limbah serta menciptakan keseimbangan lingkungan dan alam.
Pemerintah Banyuwangi, Jawa Timur, berencana menebang sekitar 4.000-an pohon mangrovre dan mendapat kritikan keras dari berbagai pihak termasuk pegiat lingkungan. Akhirnya, Pemerintah Banyuwangi, membatalkan rencana itu.
Kala mendengar rencana Pemerintah Banyuwangi mau tebang mangrove, dari surat yang beredar di sosial media, Widie Nurmahmudy, warga Banyuwangi membuat petisi daring melalui Change.org.
Dia mendesak Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas menolak pembabatan 4.000 mangrove Banyuwangi. Sejak Senin (16/12/19), Widie meminta dukungan 5000 tandatangan, hingga Rabu (18/12/19) pukul 21.00 terkumpul 3.036 tandatangan.
Dalam petisi itu, Widie menjelaskan alasan membuat petisi lantaran risau dengan rencana penebangan hutan mangrove. Setelah tersebar surat permohonan rekomendasi penebangan ditandatangani Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi, Husnul Khotimah kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur.
Surat tertanggal 25 November 2019 meminta, rekomendasi memotong mangrove, beralasan pepohonan ini menyebabkan tumpukan sampah. Padahal, katanya, selama beberapa tahun, para pegiat lingkungan Banyuwangi malah menanam, dan menjaga 4.000 ribuan mangrove di sepanjang pintu masuk Pantai Boom Banyuwangi.
Dalam surat itu, Husnul menulis rapat koordinasi pembahasan penebangan mangrove di Muara Sungai, Kampung Ujung, Kepatihan, Banyuwangi 19 November 2019. Rapat membahas rencana penebangan mangrove di Muara Sungai Kalilo atas permintaan Ketua RW02 Kelurahan Kepatihan.
Mangrove 4.000 pohon seluas 16.000 meter persegi di badan Sungai Kalilo di PT. Pelindo Properti Indonesia. Mangrove dikatakan menyebabkan sampah menumpuk karena tersangkut di akarnya. Terjadi sedimentasi hingga menghambat aliran Sungai Kalilo dan jadi sarang nyamuk. Selain itu, kehidupan ikan dan sejenisnya mulai punah.
Hasil rapat koordinasi disepakati menebang sekitar 4.000 mangrove tersebar di 16.000 meter persegi mulai Jembatan Gantung sampai alur sungai di Kampung Mandar. Pelindo III dan Pelindo Properti Indonesia Banyuwangi telah menanam mangrove pengganti di Pantai Boom sekitar 4.000 pohon seluas 20.000 meter persegi.
“Pegiat lingkungan berharap mangrove mengendalikan air laut tak meluap dan melemparkan sampah ke permukiman. Sekarang mangrove ditebang karena menyebabkan sampah menumpuk?” tanya Widie.
Tiga tahun lalu, katanya, Pemerintah Banyuwangi juga berencana memotong mangrove dengan alasan yang sama. Menebang mangrove, tulisnya, tak akan menyelesaikan sampah di pesisir. “Sampah yang datang, haruskah pohon mangrove yang ditebang?,” kata Widie bertanya.
Dia mengutip UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Pasal 35 huruf f dan g menyebutkan, dilarang menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan lain-lain. Ada ketentuan pidana pada Pasal 73 ayat (1) huruf b bagi yang melanggar terancam penjara paling sedikit dua tahun dan paling lama 10 tahun, denda Rp 2 miliar-Rp 10 miliar.

Penting bagi kehidupan
Ikhwan Arief, Ketua Pimpinan Cabang Badan Kemaritiman Nahdlatul Ulama menyayangkan, rencana penebangan mangrove Muara Sungai Kampung Ujung, Kepatihan, Banyuwangi. Selama ini, dia lama mengajak masyarakat terlibat menjaga mangrove. “Kami bersusah payah membangun kesadaran masyarakat atas pentingnya mangrove. Kok mau ditebang,” katanya saat dihubungi Mongabay.
Kondisi mangrove di sejumlah pesisir utara Banyuwangi, katanya, cukup bagus. Mangrove kaya manfaat, jadi habitat aneka jenis burung pantai dan laut. Namun, dia belum mengindentifikasi jenis burung yang tinggal di sana. “Mangrove juga memberikan kesejukan, memproduksi oksigen, dan menyerap karbon. Sebaliknya, manusia produksi karbon dan menyerap oksigen.” katanya.
Mangrove, katanya, jadi tempat berkembang biak, dan bertelur aneka jenis biota air. Ikan kecil berlindung di bawah hutan mangrove. Bahkan ikan endemik Banyuwangi jenis lemuru berkembang biak di mangrove. Lemuru, katanya, banyak dikonsumsi dan ditangkap nelayan Banyuwangi.
“Lemuru bergantung mangrove untuk bertelur dan berkembangbiak. Jika ditebang akan berbahaya bagi ikan lemuru.”
Ikhwan juga Ketua Asosiasi Kelompok Nelayan Banyuwangi menyebutkan fungsi mangrove mencegah intrusi air laut ke darat. Juga mencegah sumur atau sumber air tak payau. Lokasi hutan mangrove berada di kota, hingga berfungsi penting sebagai paru-paru kota.
Mangrove juga menyerap racun dan limbah serta menciptakan keseimbangan lingkungan dan alam. Kalau beralih untuk kepentingan komersial, katanya, lebih baik ke tempat lain. “Kalau ada tumpukan sampah jangan salahkan mangrove. Ubah perilaku masyarakat membuang sampah,” katanya.
Saat mengecek di lapangan, dia menemukan banyak warga membuang sampah semabarangan. Dia menuntut, ada tempat dan proses pengolahan sampah agar warga tak membuang sembarangan. “Hentikan pemotongan yang sudah dilakukan masyarakat,” katanya.

Batal tebang mangrove
Husnul Khotimah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Banyuwangi melalui sambungan telepon seluler menyampaikan rencana pemotongan ribuan mangrove bukan masalah sampah semata. Secara menahun sampah bercampur lumpur hingga terjadi sedimentasi tinggi.
“Ini polemik sejak lama. Tak tahu arah, izin ke mana,” katanya.
Muara Kalilo, katanya, jadi kewenangan Dinas Pengairan tetapi mangrove bukan. Dinas Kelautan dan Prikanan juga tak pernah menanam sana. Mangrove, katanya, ada di pintu gerbang masuk Muara Kalilo.
“Sejak dulu tak ada tanaman mangrove di sana,” katanya.
Rencana penebangan mangrove, katanya, diawali wabah menyakit malaria di Kelurahan Kepatihan. Tiga kali Ketua RW berkirim surat untuk menebang mangrove. Lantas rapat koordinasi dan peninjauan ke lapangan. Mangrove yang mati dan meranggas dekat pemukiman diajukan untuk ditebang.
Ternyata bibit mangrove dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur. Dia meminta persetujuan atau rekomendasi tebang mangrove.
“Seharusnya Dinas yang dirujuk turun, kenapa ditebang? Berapa luas? Benar tidak? Wajarkah? Surat itu rahasia negara. Kok dilempar ke media sosial,” tanya Husnul, seraya menyayangkan surat beredar di media sosial.
Meskipun begitu, dia bersyukur sudah bertemu dan berkoordinasi dengan pegiat lingkungan. Dia juga menerima saran dan masukan. “Hari ini (Selasa (17/12/19-red) saya layangkan surat untuk mencabut surat terdahulu,” katanya.
Permukiman di selatan kawasan pesisir, katanya, rawan banjir karena sedimentasi Sungai Kalilo tinggi. Untuk itu, perlu normalisasi sungai, antara lain dengan penataan mangrove. Dia beralasan, Muara Kalilo kini tertutup mangrove.
Dia bilang, mangrove juga bisa tertata untuk wisata menyenangkan. Jadi pasang surut air laut normal tak menimbulkan genangan yang membentuk lagunan hingga jadi sarang nyamuk anopheles pembawa penyakit malaria.

Husnul juga membantah kalau penebangan mangrove terkait pelebaran pelabuhan Pelindo. Alasan Pelindo, katanya, sudah mengelola 44 hektar lahan dan sejauh ini tak maksimal. “Lahan Pelindo masih luas, ya begitu-begitu saja.”
Dia menilai, kontroversi penebangan mangrove jadi pelajaran bersama agar semua pihak turut menjaga lingkungan dan masalah sosial. Dia juga melarang masyarakat Kepatihan dan Mandar, menebang mangrove tanpa izin.
Beredar surat balasan ditandatangani Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Timur, Mohamad Gunawan Saleh. Surat bertanggal Surabaya 9 Desember 2019 tentang surat balasan permohonan rekomendasi pemotongan mangrove menyebutkan, kalau pemotongan dan penebangan mangrove merupakan tindakan terlarang. Apalagi mangrove berada di zona pelabuhan dapat direlokasi untuk keperluan pembangunan pelabuhan.
Dalam surat, tulis Gunawan, tak jelaskan titik koordinat hingga tidak dapat pengecekan mendalam. Untuk itu, perlu koordinasi lebih lanjut di lokasi guna mengecek kondisi hutan mangrove.
Setop tebang mangrove
Dewan Daerah Walhi Jawa Timur Purnawan D Negara menyampaikan, alasan mangrove sebabkan sampah menumpuk dan ikan mati sangat tak logis. Apalagi, mangrove dibilang sampai menutup muara sungai. Dia meminta, hutan mangrove tetap terjaga.
“Secara logika ekologis sulit diterima. Bakau itu rumah ikan,” katanya.
Mengenai alasan mangrove jadi sarang nyamuk anopheles, kata Purnawan, ancaman penyakit malaria terjadi di sepanjang pesisir. Jadi, katanya, masalah itu harus terurai dari akar, buka dengan membabat mangrove.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang ini mencium gelagat aneh dengan menyediakan lahan pengganti mangrove oleh perusahaan pengelola pelabuhan. Purnawan menangkap kesan perusahaan memanfaatkan lahan untuk perluasan pelabuhan. Jadi semacam transasksional.
Kalau ada permintaan masyarakat saja, katanya, harus ada kajian jangan sampai ada kepentingan yang mencari keuntungan di balik masalah ini.
“Dinas Lingkungan Hidup menunjukkan pandir ekologi. Menyebabkan pencemaran atau kerusakan kebijakan,” katanya.
Dalam sejumlah kasus, Walhi Jawa Timur menilai pejabat banyak menyebabkan kerusakan lingkungan. Banyuwangi rawan tsunami, hingga mangrove perlu sebagai banteng menahan gelombang tinggi.
Keterangan foto utama: Ilustrasi. Hutan mangrove yang sangat penting untuk wilayah pesisir. Foto: Rhett Butler/Mongabay