- Keanehan terpantau di tengah Samudra Pasifik bagian selatan yang letaknya jauh dari daratan.
- Perairan ini terletak di jantung South Pacific Gyre [Pusaran Pasifik Selatan], sebuah tempat yang dijuluki “kutub samudra yang tidak dapat diakses”.
- South Pacific Gyre [SPG] meliputi 10% dari permukaan lautan, terbesar dari lima sistem arus samudra di Planet Bumi, yang juga dikenal sebagai ‘gurun’ dalam biologi laut.
- Para ahli telah lama menamai Titik Nemo sebagai ‘gurun pasir’ di tengah samudra. Di antara berbagai jenis mikroba yang ditemukan tim peneliti, 20 bakteri utama mendominasi di wilayah ini.
Ada keanehan di tengah Samudra Pasifik bagian selatan, yang letaknya terpencil dan begitu jauh dari daratan utama. Laut di tempat tersebut, berbeda.
Perairan ini terletak di jantung South Pacific Gyre [Pusaran Pasifik Selatan], sebuah tempat yang dijuluki “kutub samudra yang tidak dapat diakses”. Tempat ekstrim yang paling jauh di samudra, alias Titik Nemo, yang berarti tidak ada.
Tempat ini dikenal juga sebagai ‘kuburan pesawat luar angkasa’. Hal ini dikarenakan, sejak 1971 hingga 2016, badan antariksa dari seluruh dunia membuang sekitar 260 roket luar angkasa ke tempat ini.
Lalu, apa lagi yang ada di tempat terpencil ini? Dikutip dari Science Alert, South Pacific Gyre [SPG] meliputi 10% dari permukaan lautan, terbesar dari lima sistem arus samudra di Planet Bumi, yang ternyata juga dikenal sebagai ‘gurun’ dalam hal biologi laut.
Baca: Darah Naga, Pohon Aneh di Samudra Hindia
Titik Nemo adalah area sekitar 37 juta kilometer persegi. Selain menjadi titik paling terpencil di Bumi, wilayah ini juga menjadi titik paling ekstrim di samudra di planet ini. Sebanyak lima arus laut paling kencang bertemu di lokasi tersebut.
Para ahli telah lama menamai Titik Nemo sebagai ‘gurun pasir’ di tengah samudra. Selain itu, jumlah paparan sinar matahari di tempat ini lebih banyak dibanding area-area lain di samudra. Para ahli belum bisa memetakan kehidupan bawah laut, karena lokasinya yang begitu terpencil, dan luasnya area.
Baca: Bumi Pernah ‘Menelan’ Seluruh Samudranya di Masa lalu. Akankah Terulang Lagi?
Meskipun tantangan begitu besar, upaya penelitian internasional yang dilakukan baru-baru ini, telah memberi kita gambaran penting tentang makhluk hidup yang ada. Selama ekspedisi enam minggu di atas kapal riset Jerman FS Sonne, dari Desember 2015 hingga Januari 2016, para peneliti yang dipimpin Max Planck Institute for Marine Microbiology mengarungi perjalanan sejauh 7.000 kilometer, melalui SPG dari Chile ke Selandia Baru.
Sepanjang perjalanan, mereka mengambil sampel populasi mikroba dari kedalaman antara 20 hingga 5.000 meter, menggunakan sistem analisis yang baru dikembangkan, yang memungkinkan para peneliti mengurutkan dan mengidentifikasi sampel organik dalam perjalanan hanya dalam waktu kurang 35 jam saja.
“Mengejutkan. Jumlah mikroba yang kami temukan di area ini sepertiga lebih sedikit dibanding area lain di samudra. Ini adalah jumlah paling minim dari mikroba di lautan,” tutur salah satu peneliti, Bernhard Fuchs yang merupakan ahli mikroba. Distribusi mikroba bergantung pada kedalaman air, perubahan temperatur, konsentrasi nutrisi, juga sinar matahari.
Baca juga: Tiga Spesies Ikan Baru Ditemukan di Kedalaman Samudra Pasifik
Di antara berbagai jenis mikroba yang ditemukan tim, 20 bakteri utama mendominasi. Ini adalah sebagian besar organisme yang ditemukan para ilmuwan dalam sistem pusaran laut lainnya, seperti SAR11, SAR116, SAR86, Prochlorococcus, dan banyak lagi.
Keseluruhan, ekspedisi ini menegaskan bahwa SPG adalah “habitat ultraoligotrofik yang unik”. Ketersediaan nutrisi yang rendah membatasi pertumbuhan organisme dan makhluk oligotrofik khusus, yang telah beradaptasi dengan “kondisi fisikokimi ekstrim”.
Dengan kata lain, SPG belum bisa melepaskan reputasi ‘gurun’-nya, tempat ekstrim yang minim kehidupan. Tetapi, ada sisi terang dari semua ketidakhadiran organik itu: perairan yang jauh dan ‘tak bernyawa’ ini dikatakan sebagai samudra paling jernih di seluruh dunia.
Secara lengkap, penelitian ini telah dipublikasikan dalam Environmental Microbiology.