- Analisa peta Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK menyatakan, sebagian Taman Nasional Gunung Halimun Salak, terbuka karena pertambangan emas skala kecil (PESK), pertambangan emas ilegal, serta alih fungsi lahan jadi pertanian dan perkebunan di eks konsesi Perum Perhutani.
- Luas areal tak berhutan dalam kawasan taman nasional dan hutan lindung seluas 2.300 hektar di DAS Cidurian dan 7.000 hektar di DAS Ciujung. Di sana, ada sawah, perkebunan, pertanian dan semak belukar.
- Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ada sekitar 36 lokasi tambang ilegal di sekitar TNGHS, 21 di Lebak, Bogor (12) dan Sukabumi (3). Dengan penambang sekitar 1.500 orang.
- Doni Monardo, Kepala BNPB, mengatakan, perlu ada solusi permanen dalam penanganan bencana banjir dan longsor. Kalau tidak ada perbaikan ekosistem, banjir dan tanah longsor jadi ancaman permanen.
Sejak awal Januari, bencana terus menghantui Jawa, Sulawesi maupun Sumatera. Awal tahun, Jakarta, sebagian Jawa Barat, Banten alami curah hujan ekstrem. Lebak, Banten, maupun di Kabupaten Bogor, Jawa Barat–masuk Taman Nasional Gunung Halimun Salak–, antara lain daerah yang alami banjir bandang dan longsor. Penyebab utama, pembukaan lahan untuk pertanian, pertambangan emas maupun pembalakan liar. Bencana masih terus mengintai di Lebak, rehabilitasi lahan kritis perlu segera.
Data BNPB sampai 20 Januari 2020, ada 203 bencana, dengan rincian 90 puting beliung, 63 banjir, 45 tanah longsor, tiga kebakaran hutan dan lahan serta dua gelombang pasang dan abrasi. Bencana itu menewaskan 74 orang meninggal dunia, de;apam hilang, 83 luka-luka dan 800.124 masyarakat menderita dan mengungsi.
Baca juga: Menyoal Bencana dan ‘Rumah’ Air yang Hilang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan lokasi banjir dan longsor di Lebak, Banten, memiliki topografi rentan bencana dan banyak perkampungan di sepanjang sungai. Ia berada di Daerah Aliran Sungai Cidurian dan Ciujung, di dalam dan luar Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Doni Monardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama dengan Gatot Eddy, Wakapolri, Wiratno Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, maupun Ade Yasin, Bupati Bogor, meninjau banjir longsor di Kabupaten Bogor.
Dari sana, diketahui, banjir dan longsor karena kerusakan ekosistem. Terjadi penebangan pohon, lahan gundul dan mudah longsor. Selain itu, penambangan ilegal pun terpantau dari udara yanag terlihat ratusan tenda biru.
“Harus kita katakan apa adanya, di bagian hulu Taman Nasional Halimun, ada ratusan bangunan tenda biru milik gurandil (istilah pondok-pondok pertambangan emas ilegal-red),” kata Doni Monardo, usai meninjau area terdampak banjir di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, pekan lalu.
Baca juga: Ini Penyebab Banjir dan Longsor di Kabupaten Bogor
Analisa peta Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK menyatakan, sebagian TNGHS terbuka karena pertambangan emas skala kecil (PESK), pertambangan emas ilegal, serta alih fungsi lahan jadi pertanian dan perkebunan di eks konsesi Perum Perhutani.
Luas areal tak berhutan dalam kawasan taman nasional dan hutan lindung seluas 2.300 hektar di DAS Cidurian dan 7.000 hektar di DAS Ciujung. Di sana, ada sawah, perkebunan, pertanian dan semak belukar.
Belinda Margono, Direktur Inventarisasi Ditjen PKTL KLHK mengatakan, di TNGHS terpantau dari citra satelit banyak “kampung biru” seperti dikatakan Doni Monardo.
”Perlu pengelolaan dan bagaimana memanfaatkan lansekap dari kawasan-kawasan itu kembali berperan sebagai wilayah konservasi. Kalau ada perubahan bentang alam, dampaknya pada daerah di bawahnya.”
Doni mengatakan, perlu ada solusi permanen dalam penanganan bencana banjir dan longsor. Kalau tidak ada perbaikan ekosistem, banjir dan tanah longsor jadi ancaman permanen.
”Solusi permanen dengan pengembalian kawasan konservasi di hulu dan pelarangan penambangan serta peningkatan mata pencaharian penduduk.”
Setop tambang
Tambang emas ilegal tak hanya menyebabkan banjir dan tanah longsor, penggunaan juga membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
“Kita mencari solusi yang juga tidak menimbulkan masalah sosial, contoh, masyarakat kehilangan pelkerjaan,” katanya.
Untuk menangani ini, katanya, perlu kerjasama berbagai pihak dengan mengajak tokoh masyarakat dan budaya. Bersama KLHK, juga perlu mengembalikan kawasan hulu sesuai fungsi jadi area tangkapan air.
BNPB pun akan memfasilitasi pembentukan satgas gabungan terdiri dari personel kementerian/lembaga, bersama TNI dan Polri dalam upaya penanggulangan bencana.
Baca juga : Korban Tewas Banjir Jabodetabek 60 Orang, BNPB Sebut Tambang Penyebab Bencana di Lebak
Menurut Wiratno, penyelesaian masalah ini dengan menutup tambang dan memastikan para penambang tak kembali ke lokasi. ”Kami akan memproses hukum, penutupan tambang dan pengalihan ekonomi masyarakat karena tambang ini sangat berbahaya,” katanya.
Pada 1993, katanya, pernah penegakan hukum bersama Ditjen Penegakan Hukum dan pemerintah daerah. Aksi serupa pada Juli 2019 juga penanganan di penambangan emas Blok Cikidang, TNGHS. Para penambang, katanya, kembali lagi.
Berdasarkan data KLHK, ada sekitar 36 lokasi tambang ilegal di sekitar TNGHS, 21 di Lebak, Bogor (12) dan Sukabumi (3). Dengan penambang sekitar 1.500 orang.
”Kita memiliki program kemitraan konservasi, taman nasional nanti bisa ikut bersama kita untuk mengelola wilayah, kecuali penebangan pohon dan pembakaran hutan. Bisa mengupayakan sistem agroforestri,” katanya.
Ade Yasin, Bupati Bogor siap memimpin penghijauan kembali wilayah rusak sesuai arahan Presiden Joko Widodo melalui Kepala BNPB. Selain itu, mereka fokus terlebih dahulu dengan penanganan pengungsi. Dalam bencana Januari di Kabupaten Bogor, setidaknya ada 17.869 jiwa mengungsi tersebar di empat kecamatan.
“Setelah persoalan relokasi warga, kami selaku pemerintah daerah akan penghijauan kembali wilayah gundul.”
Soal relokasi baik yang tinggal di taman nasional, rawan banjir dan longsor, pemerintah sedang mencari lokasi alternatif, antara lain di eks-hak guna usaha.
Rehabilitasi
Upaya percepatan rehabilitasi hutan dan lahan guna pengendalian banjir berbasis daerah aliran sungai, KLHK fokus pada 30 DAS di Indonesia.
Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, presiden memerintahkan segera rehabilitasi hutan dan lahan.
Sejak 2019, rehabilitasi hutan dan lahan jadi prioritas pemerintah lewat penanaman sekitar 23.000-25.000 hektar per tahun. Tahun ini, naik jadi 207.000 hektar.
Baca juga: BMKG : Waspadai Potensi Cuaca Ekstrem Hujan Lebat Pasca Banjir Jakarta
Dengan menggerakkan kekuatan dari seluruh lapisan, katanya, KLHK bisa merehabilitasi sampai 430.000 hektar setiap tahun. Meskipun, katanya, tidak cukup buat menurunkan emisi hingga 1,5 derajat, karena pulihkan lahan kritis perlu pemulihan 800.000 hektar per tahun.
Juliarto Joko Putranto, Sesditjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung mengatakan, memiliki 400.000 bibit dari total 1,2 juta bibit untuk merehabilitasi 1.900 hektar areal hutan di TNGHS dan 600 hektar luar kawasan hutan.
Juliarto bilang, dalam tahap penyediaan bibit dengan penunjukan langsung karena penetapan status kondisi darurat bencana pemerintah daerah.
Sesuai arahan Jokowi, harus segera penanaman kembali dengan jenis tumbuhan dan vegetasi yang mampu memperkuat tanah serta dapat mencegah longsor.
”Targetnya, Maret nanti sudah selesai sesuai arahan instruksi dari Presiden,” kata Juliarto.
Tanaman vetiver ini akan tanam di tebing curam dan menutup lahan tergilas longsor di sekitar TNGHS. Untuk TNGHS akan ditanami tumbuhan endemik.
Adapun jenis tanaman itu, seperti rumput vetiver kombinasi dengan beberapa jenis pepohonan yang memiliki nilai ekonomi seperti alpukat, durian dan lain-lain, hingga bisa menyumbang perekonomian masyarakat.
“Sesuai perintah bapak presiden, BNPB dan KLHK akan reforestasi dan revitalisasi wilayah bantaran sungai yang alami alih fungsi lahan,” kata Doni.
Dalam melaksanakan reforestasi dan revitalisasi ini, BNPB juga menggandeng para ahli baik dari peneliti, komunitas, dan akademisi agar penerapan terarah dan berjalan maksimal.
BNPB akan bertindak sebagai koordinator dalam menjalankan perintah presiden. Untuk daerah, BNPB menunjuk bupati sebagai pemegang kewenangan.
Keterangan foto utama: Hutan yang terkikis dan kritis di Kabupaten Bogor dan memicu bencana. Foto: BNPB