- Kegiatan Airforce Fair 2020 yang terselenggara di SMA IT Al Irsyad Al Islamiyah di Purwokerto, Jawa Tengah, menyajikan berbagai macam inovasi para siswa tingkat SD dan SLTP.
- Dari berbagai inovasi yang dipamerkan, banyak karya yang muncul akibat keprihatinan terhadap kondisi lingkungan dewasa ini, terutama sampah dan limbah
- Beberapa inovasi yang diciptakan siswa adalah pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSA), mesin pemilah sampah, pemanfaatan limbah untuk mendegradasi warna dan lainnya
- Tujuan kegiatan ini adalah membuat siswa berpikir kritis dan peka terhadap persoalan di lingkungan mereka
Dua remaja itu memeragakan bagaimana sebuah pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSA) bekerja. Keduanya adalah Muhammad Hanif dan Saifullah Ahmad, kelas 8, SMP Al Uswah Surabaya. Hanif memegang lampu, sedangkan Saifullah memegang dua kaleng bekas berisi es batu dan di bawahnya dipanaskan dengan nyala lilin. Dengan peralatan yang disebut peltier yang diletakkan di bawah kaleng kemudian dipasangi kabel menuju ke sebuah lampu. Tidak berapa lama, lampu menyala.
“Beginilah prinsip kerjanya. Kalau di sini hanya dipanaskan dengan nyala lilin. Namun, sebetulnya penelitian yang kami lakukan adalah dengan menggunakan sampah plastik yang dibakar. Sampah plastik tersebut dimasukkan ke dalam semacam tungku. Dua atas tungku diberi kaleng yang telah dipasang peltier, dan di dalamnya diberi es batu. Dari alat peltier itulah yang nantinya dialirkan energi listrik ke lampu. Kami menamakannya STRAP atau sampah plastik jadi listrik dengan peltier ,”jelas Hanif saat Pemeran “Airforce Fair 2020” di SMA IT Al Irsyad Al Islamiyah di Purwokerto, Jawa Tengah pada Jumat dan Sabtu (17-18/1/2020).
Hanif mengungkapkan kalau inovasinya tersebut berlatar belakang keprihatinan terhadap persoalan sampah plastik di mana-mana. Bahkan, katanya, dari data yang ada, Indonesia tercatat sebagai penyumpang terbesar kedua sampah plastik di dunia dengan jumlah 262,9 juta ton. “Atas keprihatinan itulah, kami mencoba berinovasi secara sederhana memanfaatkan sampah plastik. Untuk sampai tahap ini, kami melakukan percobaan sebanyak 47 kali dengan 6 desain alat dan rangkaian peltier yang berbeda-beda.
Dalam percobaan yang kami lakukan asap pembakaran plastik difilter dengan menggunakan karbon aktif. Hasil listriknya mencapai 8 volt dengan arus 1.080 mA dengan selisih suhu 100 derajat Celcius. Kami menggunakan konsep perbedaan suhu, antara es batu dengan pemanasan di bawahnya. Bisa saja, es batu diganti dengan air selokan di lewatkan di atas peltier,” katanya.
baca : Air Limbah Toksik Batik Bersih dengan Jamur, Bagaimana Prosesnya?

Masih terkait dengan sampah, siswa SMP Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto, Ahmad Luthfi Hasan dan Muhammad Nabil Firdaus membuat peralatan pemilah sampah seara otomatis. “Jadi, mesin sederhana ini mampu memilahkan sampah logam, sampah non logam kering, dan sampah basah. Peralatan ini akan memudahkan untuk memilah sampah, sehingga akan memudahkan dalam mengelola sampah,”ujar Firdaus.
Ia mengatakan kalau timnya menggunakan sensor proximity induktif untuk mengetahui sampah logam atau bukan. Peralatan tersebut memang masih sederhana, tetapi dapat dikembangkan dengan sensor-sensor lainnya. “Kami ingin agar pengelolaan sampah lebih baik lagi, karena ada sampah-sampah yang dapat didaur ulang,”katanya.
Kepedulian terhadap lingkungan juga ditunjukkan oleh para siswa SMP Global Mandiri Jakarta. Dua siswanya yakni Devina Indriani dan Nadeline menciptakan inovasi pembuatan batu baterai ramah lingkungan. “Kami memanfaatkan cangkang kerang darah untuk bahan baku batu baterai. Sebab, selama ini limbah cangkang kerang masih belum dimanfaatkan secara optimal, kebanyakan hanya menjadi limbah saja,”ujar Nadeline.
Limbah cangkang tersebut, kata Nadeline, berpotensi sebagai alternatif elektrolit batu baterai. Dari hasil penelitian yang dilakukan, komposisi bahan elektrolit yang paling tinggi menghasilkan voltase paling tinggi adalah komposit antara cangkang kerang dengan NaCl, karena mampu memproduksi listrik dengan voltase hingga 1,430 volt. “Kami menamakan Andra Cell. Dengan batu baterai tersebut, maka lebih ramah lingkungan, murah, andal, dan aplikatif,”jelasnya.
baca juga : Sekolah Adiwiyata di Baturraden, Apa Gebrakannya?

Terkait dengan limbah, tim dari SD Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto juga memiliki inovasi menarik. Sebab, siswa bernama Gilang Senoaji dan Emir Husaini memanfaatkan limbah gergajian kayu untuk mendekolorisasi zat warna. “Limah gergajian kayu memiliki selulosa. Itulah yang dimanfaatkan untuk memudarkan zat warna. Untuk prosesnya membutuhkan waktu selama dua hari,”kata Gilang.
Masih soal pemanfaatkan limbah, dua siswi SMP Negeri 1 Surabaya yakni Shafa Azizah dan Zahrani Dwi Aryanti mendaur ulang sampah plastik menjadi komposit pengganti kayu untuk furnitur. Ide tersebut, katanya, didasarkan pada dua hal yakni kayu-kayu di hutan yang semakin berkurang dan sampah plastik yang kian banyak. “Kami mencampurkan tiga jenis limbah plastik yakni tutup botol minuman dalam kemasan, mika bekas bungkus makanan, dan bekas kemasan detergen. Ketiganya kemudian dicacah menggunakan mesin. Setelah selesai, kemudian masuk dalam cetakan dan dipanaskan tanpa campuran bahan lain,”kata Zahrani.
Meski secara umum masih cukup sederhana, tetapi kebanyakan siswa baik SD maupun SMP memiliki kesadaran tinggi dan peduli terhadap masa depan bumi. Terbukti, kebanyakan mereka mempedulikan soal lingkungan. Kepala Humas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dyah Rachmawati Sugianto yang hadir pada acara bertema “Peran Milenial untuk Mewujudkan Sustainable Development Goals 2030” tersebut, mengatakan, bahwa LIPI mengapresiasi apa yang menjadi inovasi anak-anak tersebut. “Bagi LIPI, yang paling penting adalah menjadikan para siswa untuk berpikir kritis, inovatof dan mendiri,”kata Dyah.
Menurutnya, sejak dini para siswa telah diajak untuk berpikir kritis terhadap kondisi, sehingga mereka kemudian menuangkan dalam satu karya ilmiah. “Dalam konteks siswa, kegiatan ini sudah tepat. Yang penting para siswa kenal dan tertarik dengan dunia ilmiah, sehingga nanti kalau sudah menginjak jadi mahasiswa tidak kaget lagi. Kreativitas juga sangat terlihat, apalagi mereka tampaknya juga merasa senang dan ‘fun’,”ujarnya.
menarik dibaca : Cerita Ponpes Berwawasan Lingkungan yang Menuju Kemandirian

Di tempat yang sama, Pembina Airforce Fair 2020 dari Lajnah Pendidikan dan Pengajaran (LPP) Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto, Fitriyani, mengatakan ada 49 tim dari berbagai daerah di Jawa yang tampil dalam pameran. “Sebetulnya ada 119 karya, tetapi karena harus diseleksi, maka terpilih 49 karya. Dari jumlah tersebut, 30 tim setingkat SLTP dan 19 tim lainnya setingkat SD. “Pada intinya, kegiatan ini adalah bagaimana mengasah kekritisan siswa terutama menyikapi masalah di lingkungannya. Dan ternyata banyak karya-karya yang memang berangkat dari pikiran kritis para siswa,” katanya.