- Berdiri sebagai daerah otonomi baru (DOB) pada 2012, Kabupaten Pangandaran tak hanya menyimpan potensi pariwisata pesisir yang sangat besar. Sebagai daerah baru, Pangandaran juga menyimpan potensi kelautan dan perikanan yang sama besarnya
- Nama besar Pangandaran sebagai destinasi pariwisata unggulan di Jawa Barat, rupanya ikut berperan dalam pengembangan banyak sektor di daerah tersebut. Perikanan dinilai masih kalah bersaing dengan pariwisata dalam hal pemasukan kas untuk daerah
- Saat bersamaan, masyarakat nelayan di Pangandaran juga sejak lama terbiasa mengoperasikan perahu kecil untuk menangkap ikan di sekitar Pangandaran. Kebiasaan tersebut menyebabkan pengembangan agak sulit karena masyarakat akan kesulitan jika harus mengoperasikan kapal besar
- Solusi agar bisa tetap berkembang di tengah keterbatasan, adalah dengan memanfaatkan potensi perikanan budi daya yang sama besarnya. Meski sama-sama terkendala dengan sumber daya manusia (SDM), namun pengembangannya tidak akan sesulit perikanan tangkap
- Artikel ini merupakan bagian kedua dari empat tulisan. Tulisan pertama dapat dibaca pada tautan ini. Tulisan kedua bisa dibaca pada tautan ini. Dan tulisan ketiga disini
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Cikidang di Desa Babakan, Kecamatan Pangandaran, pada awal September 2020 terlihat sepi. Tempat pelelangan ikan (TPI) yang ada di lokasi pelabuhan juga memperlihatkan situasi yang sama, tak kalah sepinya.
Pagi itu, hanya beberapa petugas saja yang tampak berjaga di pelabuhan dan TPI. Serta, sejumlah nelayan yang terlihat merapikan perahu yang baru tertambat di area pendaratan setelah menangkap ikan. Mereka kemudian menurunkan ikan yang jumlahnya sedikit di TPI dan melelangnya.
Walau ada aktivitas, namun kawasan pelabuhan yang luasnya mencapai 5,7 hektare area daratan dan 11 ha untuk area lautan, pada pagi tersebut tak lebih seperti kawasan yang ditinggal pergi para penghuninya. Meski banyak bangunan berdiri tegak, namun tidak tampak aktivitas di dalamnya.
Semua gambaran di atas baru dijelaskan kemudian saat Kepala Pengawasan Sumber Daya Kelautan (PSDKP) Satuan Kerja Wilayah Pangandaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Rukmana saat bertemu dengan Mongabay.
Menurut dia, aktivitas di pelabuhan memang sedang sepi karena sedang ada musim angin timur di laut. Kondisi tersebut memaksa banyak nelayan untuk menghentikan aktivitasnya karena akan membahayakan mereka jika sedang berada di laut.
“Makanya TPI juga sepi, tidak ada aktivitas. Walaupun, masih ada yang melaut dan melelangnya di sini,” jelas dia.
baca : Kisah Kemasyhuran Pangandaran [Bagian 1]
Rukmana kemudian menambahkan, sepinya aktivitas pelabuhan berdampak banyak pada kegiatan ekonomi para nelayan. Situasi itu sudah berlangsung lama sejak COVID-19 menyebar di Pangandaran yang mengakibatkan semua tempat publik harus ditutup dan dihentikan aktivitasnya.
Dia kemudian bercerita, dengan status pelabuhan yang masih sebagai pusat pendaratan ikan, aktivitas nelayan memang sangat terbatas, karena perahu yang bisa bersandar juga masih rerata kecil ukurannya. Kalaupun ada kapal ikan yang ukurannya cukup besar di atas 10 gros ton (GT), itu pun tidak bisa banyak bersandar di pelabuhan.
“Karena tidak cukup tempatnya. Ini memang pelabuhan kecil,” terang dia.
Kondisi itu mengakibatkan perkembangan sektor perikanan di Pangandaran sedikit terhambat dan tertinggal jauh dari tetangga dekat di perbatasan Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap yang sudah memiliki pelabuhan perikanan samudera (PPS).
Dengan keterbatasan fasilitas pelabuhan, pengembangan sektor perikanan menjadi tersendat dan mengakibatkan pemanfaatan sumber daya ikan juga tidak maksimal. Pada akhirnya, nilai ekonomi yang dihasilkan juga tidak bisa maksimal.
Di sisi lain, walau pelabuhan masih sangat terbatas faslitasnya, namun sudah banyak investor swasta yang menyatakan ketertarikannya untuk menanamkan modal di Pangandaran. Saat bertemu dengannya, para pengusaha mengaku tertarik karena nama besar Pangandaran.
“Namun nyatanya, mereka kaget begitu tahu pelabuhan saja kapasitasnya masih terbatas. Pelabuhan itu idealnya kedalamannya ditambah minimal tiga meter lagi,” ujar dia.
baca juga : Kisah Kemasyhuran Pangandaran : Surga Wisata Pesisir Jawa Barat (Bagian 2)
Untuk sekarang, Rukmana menyebutkan kalau PPI Cikidang biasa didarati rerata 2.000 kapal ikan per bulan atau sekitar 150 kapal per hari. Selain kapal di bawah 5 GT, ada juga kapal 1-2 GT, kapal 10 GT, dan kapal 10-20 GT.
Dari semua kapal tersebut, paling banyak adalah kapal berukuran 1-2 GT yang berjumlah 748 unit. Kapal-kapal tersebut terpaksa harus berhenti menangkap ikan karena musim angin timur. Sementara, kapal besar walau tetap bisa melaut, tapi tidak ada yang mendarat di Cikidang untuk sekarang.
Perikanan Budi daya
Tentang keterbatasan Pangandaran dalam mengembangkan sektor perikanan, diakui sendiri oleh Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Pangandaran DH Guntur Prabowo. Kepada Mongabay, dia menjelaskan bahwa Pangandaran seharusnya sudah bisa sejajar dengan Cilacap sejak lama.
Namun, sejak lama cara pandang masyarakat tentang perikanan itu adalah mutlak ada di laut alias perikanan tangkap. Sementara, mengembangkan perikanan tangkap di Pangandaran juga nyatanya merupakan hal yang tidak mudah, mengingat kebiasaan nelayan lokal yang terbatas pada perahu tradisional.
“Kalau mau mengembangkan perikanan tangkap, maka harus ada kapal-kapal berukuran besar. Kalau kapal kecil pasti akan terbatas daya jelajahnya,” tutur dia.
Bagi Guntur, dengan segala keterbatasan tersebut, pengembangan perikanan Pangandaran untuk sekarang akan sangat bagus jika dilakukan pada sektor perikanan budi daya. Walau tidak sepopuler perikanan tangkap, namun potensi budi daya di Pangandaran masih sangat besar dan bagus.
perlu dibaca : Kisah Kemasyhuran Pangandaran : Berjuang untuk Bertahan Hidup di Tengah Pandemi (Bagian 3)
Dia menyebutkan, keunggulan budi daya adalah bisa dikembangkan di seluruh kecamatan, sementara perikanan tangkap terbatas di enam kecamatan saja. Tak hanya itu, budi daya juga bisa dilaksanakan di atas tambak, sawah, dan atau air tenang.
Ketiga pilihan tersebut akan bisa diterapkan di seluruh kecamatan yang ada di Pangandaran. Tetapi, dari tiga pilihan itu, budi daya di atas sawah luasnya mencapai 16 ribu ha, sementara budi daya tambak/payau hanya seluas 62 ha dan air tenang seluas 136 ha saja.
“Itu potensi lahan budi daya di Pangandaran. Pengembangannya akan sejalan dengan arahan Presiden RI untuk mengembangankan sub sektor perikanan budi daya,” tegas dia.
Tak cukup di situ, Guntur mengklaim bahwa pihaknya sudah berhasil mengundang investor swasta dari Karawang, Jawa Barat untuk bisa menyerap seluruh hasil produksi perikanan budi daya yang ada di Pangandaran. Dengan demikian, masyarakat tidak dipusingkan lagi berkaitan dengan pemasaran produk.
Namun demikian, walau potensi perikanan budi daya masih sangat bagus, Guntur tidak mempersoalkan jika masyarakat ataupun Pemerintah Kabupaten Pangandaran masih akan fokus pada pengembangan perikanan tangkap. Tetapi, dia berharap pengembangan fasilitas infrastruktur harus dilakuan secara bersamaan.
Misalnya saja, dia melihat kalau fasilitas pelabuhan perikanan sudah selayaknya meningkat dari pendaratan ikan seperti sekarang. Kemudian, infrastruktur armada penangkapan ikan juga harus bertambah dengan kapal berukuran besar untuk menjelajah wilayah laut lepas yang kaya akan sumber daya ikan bernilai ekonomi tinggi.
“Juga masyarakatnya harus diberikan pemahaman dan pelatihan tentang pentingnya mengoperasikan kapal besar untuk meningkatkan sumber pendapatan,” ungkap dia.
baca juga : Penataan Perairan Umum Dimulai dari Pangandaran, Seperti Apa?
Perikanan Pantai
Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata di hari yang sama kepada Mongabay menjelaskan bahwa pengembangan sektor perikanan di Pangandaran memang saat ini tidak menjadi fokus utama karena berbagai faktor. Selain itu, Pangandaran sekarang potensinya masih besar pada sektor pariwisata.
“Tapi bukan berarti perikanan tidak diperhatikan. Kami kembangkan secara perlahan, karena memang ada banyak faktor memengaruhinya,” tutur dia.
Bagi dia, untuk membangun sektor perikanan di Pangandaran, tak hanya dengan membangun infrastruktur saja seperti pelabuhan dan armada kapal. Lebih dari itu, dia menilai bahwa pembangunan sumber daya manusia (SDM) menjadi hal yang sangat penting untuk membangun perikanan.
Tetapi, dia sadar bahwa untuk bisa menyiapkan SDM yang handal itu memerlukan waktu yang tidak sebentar. Karenanya walau sudah ada perguruan tinggi khusus kelautan dan perikanan di Pangandaran, tetapi perlu waktu panjang untuk membangun perikanan agar lebih maju di Pangandaran.
“SDM sangat penting karena masyarakat nelayan kita itu terbiasa dengan kultur perikanan pantai. Mereka hanya mengoperasikan perahu kecil dan menangkap ikan tidak jauh dari pantai. Kebiasaan ini sudah lama ada dan perlu dukungan SDM kuat untuk mengubahnya,” ungkap dia.
Penggunaan kapal berukuran kecil diakui nelayan menjadi armada utama selama ini. Pengakuan itu diungkapkan Sobihin, nelayan pemilik beberapa kapal berukuran di bawah 5 GT. Pria 55 tahun itu terbiasa menggunakan kapal kecil, karena memang sudah lama menggunakannya secara turun temurun.
“Sebenarnya pengen juga pakai kapal lebih besar. Namun pasti tidak bisa masuk sini (pelabuhan). Lagipula pasti susah karena harus belajar lagi,” sebut dia.
Di atas semua itu, Sobihin hanya berharap Pangandaran akan bisa melesat setinggi mungkin untuk bisa mengembangkan sektor perikanan. Dengan berkembang, maka kesempatan untuk meningkatkan sumber ekonomi juga akan terbuka lebar.
“Saya tahu Pangandaran ini tidak ada apa-apanya dibandingkan daerah seperti Cilacap. Namun saya yakin di sini akan besar, karena potensinya juga sangat besar. Hanya menunggu waktu saja kapan itu akan terealisasi,” pungkas dia.