- Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Tengah menyita sebuah rumah di Desa Kutasari, Kecamatan Baturraden, Banyumas yang di dalamnya ada koleksi satwa liar berupa burung
- Dari hasil pengecekan oleh oleh BKSDA Jawa Tengah, burung-burung yang disita merupakan burung kicauan yang langka dan endemik. Ada satu jenis burung yakni Kolibri yang sebelumnya dilindungi, tetapi sekarang sudah dikeluarkan dari satwa dilindungi
- Kini, barang bukti burung senilai Rp100 juta tersebut dirawat di BKSDA Jateng sebagai barang bukti tindak pidana pencucian uang kasus narkoba
- BKSDA akan menunggu sampai persidangan selesai untuk menentukan nasib koleksi burung-burung itu. Ada tiga alternatif yang akan dilakukan yakni diserahkan ke penangkaran, dibawa ke lembaga konservasi atau dilepasliarkan
Rumah itu berada di tengah pemukiman. Rumah berlantai dua itu cukup mewah untuk ukuran kawasan Desa Kutasari, Kecamatan Baturraden, Banyumas, Jawa Tengah. Bangunan yang berada di atas tanah dengan luas lebih dari 160 meter persegi (m2) tersebut memang bernilai cukup besar, kisaran Rp500 juta. Begitu masuk rumahnya, suara burung berkicau sahut-sahutan.
Dari sejumlah burung berkicau yang ada di rumah tersebut, ada Kolibri atau Madu Pengantin (Leptocoma sperata). Burung ini pernah masuk dalam kategori dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Namun kemudian pada 2018 lalu keluar Peraturan No.106/2018 yang mengeluarkan Kolibri dari satwa dilindungi.
Sedangkan burung lain yang ditemukan di lokasi setempat adalah Jalak Tunggir Merah (Scissirostrum dubium) yang merupakan burung endemik Sulawesi, Jalak Suren Jawa (Sturnos contrajalla) dan Kucica Hutan (Copsychud malabaricus) ras Sumatera.
Burung yang masuk jenis satwa itu disita petugas dan kini dipelihara oleh Balai Konservasi Sumberdaya Aalam (BKSDA) Jateng karena masih menjadi barang bukti tindak pidana pencucian uang (TPPU) kasus narkotika. Untuk burung-burung berkicau yang disita menjadi barang bukti tersebut, nilainya Rp100 juta.
baca : Perdagangan ke Jawa Makin Marak, Burung Kicau di Sumatera Terancam

“Memang ini kasus menarik, karena ternyata seorang bandar narkoba melakukan pencucian uang dan dibelikan rumah serta tanah. Sementara dia tersangka itu juga memiliki burung. Kabar awalnya, ada burung yang dilindungi. Oleh karena itu, saya menggandeng BKSDA Jateng untuk melakukan pengecekan terhadap burung-burung yang menjadi barang bukti,” kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jateng Brigjen Polisi Benny Gunawan saat berada di lokasi penyitaan barang bukti pada Kamis (18/2) lalu.
Menurut Benny, tersangka Budiman yang merupakan bandar narkoba tersebut memang melakukan kamuflase seolah-olah bisnis burung. Padahal, dia masih mendekam di dalam penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Purwokerto.
“Rumahnya yang di dalamnya berisi 22 ekor burung berbagai jenis tersebut menjadi salah satu aset yang dia miliki. Dengan penyitaan ini, maka kami menyerahkan pemeliharaan barang bukti burung ke BKSDA Jateng,” jelasnya.
baca juga : Wabah Tak Setop Perdagangan Ilegal, Ratusan Burung Mati saat Proses Pengiriman

Polisi Hutan (Polhut) BKSDA Jateng Endi Suryo yang ikut serta dalam penyitaan barang bukti oleh BNN Provinsi Jateng tersebut mengatakan bahwa pihaknya meneliti satu per satu satwa liar yang disita, apakah ada yang dilindungi atau tidak.
“Ternyata dari 22 ekor burung yang ada, semuanya merupakan burung berkicau. Memang ada satu burung yakni Kolibri yang statusnya dilindungi. Namun kemudian, sejak tahun 2018, burung tersebut sudah tidak masuk dalam kategori burung dilindungi. Sehingga memang tidak ada sanksi untuk tersangka tersebut,” jelas Endi.
Menurutnya, satwa liar yang menjadi barang bukti itu memang diserahkan sementara ke BKSDA Jateng untuk dilakukan pemeliharaan. “Karena ini masih proses hukum dan menjadi barang bukti, maka statusnya merupakan barang bukti titipan dari BNN Provinsi Jateng dan BKSDA melaksanakan pemeliharaan. BKSDA baru sebatas bertindak semacam itu. Baru nantinya setelah selesai, tentu ada upaya lain yang dilakukan,”ujarnya.
Menurutnya, jika sudah selesai persidangan, nantinya tergantung dengan hakim, akan dikemanakan burung-burung tersebut. “Kalau dari sisi BKSDA, maka ada tiga hal yang dapat dilakukan. Yakni diserahkan ke lembaga penangkaran, kemudian bisa juga dititipkan ke lembaga konservasi atau kebun binatang dan yang ketika dilepasliarkan. Namun, BKSDA tidak memiliki kewenangan memutuskan, nantinya menunggu putusan hakim dalam persidangan,” kata Endi.
menarik dibaca : Perdagangan Satwa Liar Ilegal Capai Rp13 Triliun, Apa yang Bisa Diupayakan?

Dia mengakui bahwa perdagangan burung berkicau di pasaran masih cukup tinggi. Namun demikian, BKSDA tidak dapat melarang jika memang yang diperdagangkan adalah bukan burung yang dilindungi. “Sebetulnya penangkapan di alam juga ada aturan mainnya. Misalnya penangkapan di kawasan konservasi, itu lain soal, dapat dberikan sanksi atau bisa kena jerat hukum,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa ada beberapa burung yang sebelumnya dilindungi tetapi kemudian dikeluarkan dari aturan perlindungan. Salah satu dasarnya adalah masih cukup banyak di alam. Hanya saja, yang menjadi masalah ketika satwa liar burung tersebut kemudian disilangkan, maka kemurnian jenisnya akan menurun. “Ini juga menjadi pertimbangan. Sebab, kalau disilangkan, maka kemurnian jenisnya bakal mengalami penurunan,”katanya.
baca juga : Lampung “Jalur Sutra” Penyelundupan Burung Kicau dari Sumatera ke Jawa

Di tempat yang sama, pegiat Biodiversity Society Banyumas Ari Hidayat mengatakan bahwa pada umumnya burung yang menjadi barang bukti tersebut merupakan endemik, baik di Jawa maupun Sulawesi.
“Di alam, burung-burung jenis itu masih ada, namun sudah sangat jarang. Sehingga sebetulnya kami sebagai bagian dari gerakan konservasi burung telah mengusulkan mengenai perlindungan burung-burung tersebut. Semisal Kolibri. Dulu sempat masuk dalam satwa dilindungi, tetapi aturan baru telah mengeluarlan jenis tersebut. Sehingga sanksinya jadi tidak ada bagi yang memiliki,” ujar Ari.
Baginya, gerakan konservasi khususnya untuk melindungi burung masih akan terus dilakukan. Tujuannya, agar burung yang ada di alam tidak semakin menyusut jumlahnya yang berakibat pada punahnya satwa tersebut.