- Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, menyita ratusan burung dan kura-kura, yang coba diselundupkan ke Surabaya dari Makassar, akhir Februari 2021.
- Rincian satwa itu adalah 313 ekor burung jalak rio-rio, 19 ekor nuri tanimbar, 10 ekor merpati hutan endemik Sulawesi, 6 ekor kakatua alba, dan 285 ekor kura-kura ambon.
- Kasus ini merupakan yang kelima di tahun 2021.
- Penyelundupan satwa liar melalui jalur laut masih marak terjadi, terutama dari kawasan Indonesia Timur ke Surabaya atau daerah lain di Jawa. Ini tidak lepas dari banyaknya permintaan untuk dijadikan hewan peliharaan.
Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, menyita ratusan burung dan kura-kura, yang coba diselundupkan ke Surabaya dari Makassar. Kegiatan tidak terpuji yang terjadi akhir Februari lalu itu merupakan kasus kelima di tahun 2021 ini.
Rincian satwa itu adalah 313 ekor burung jalak rio-rio, 19 ekor nuri tanimbar, 10 ekor merpati hutan endemik Sulawesi, 6 ekor kakatua alba, dan 285 ekor kura-kura ambon. Beberapa satwa itu, ada yang mati selama di perjalanan.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, Musyaffak Fauzi, menuturkan bahwa kasus perdagangan satwa itu terungkap melalui pemeriksaan karantina. Satwa-satwa itu tidak dilengkapi surat yang disyaratkan tentang lalu lintas peredaran tumbuhan dan satwa.
“Ini bisa dikatakan pengiriman ilegal. Tanpa surat dan sertifikat, ada sanksi pidana 2 tahun dan denda 2 miliar Rupiah. Nanti akan kita kenakan kepada para pelaku, kalau memang terbukti secara hukum,” ujarnya.
Baca: Zoonosis, Virus Corona, dan Perburuan Satwa Liar di Sekitar Kita
Musyaffak menuturkan, penyelundupan satwa liar melalui jalur laut masih marak terjadi, terutama dari kawasan Indonesia Timur ke Surabaya atau daerah lain di Jawa. Ini tidak lepas dari banyaknya permintaan, terlebih jenis burung untuk dijadikan hewan peliharaan. Faktor ekonomi menjadi alasan utama para pelaku, sehingga berani melakukan perdagangan liar, meski kerap kali dilakukan penangkapan.
“Dipesan lalu dijual di Jawa dan laku. Padahal untuk yang boleh diperdagangkan bisa dilakukan asal ada surat izin BBKSDA, tapi karena mereka tidak mau mengurus dokumen,” terangnya.
Baca: Catatan Akhir Tahun: Corona dan Virus Berbahaya Lain yang Bersumber dari Satwa Liar [Bagian 2]
Pengungkapan kasus ini berawal dari informasi masyarakat, serta hasil kerja sama dengan Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, yang mengamankan 3 truk pengangkut satwa liar. Ratusan satwa yang ditangkap dari alam itu, disembunyikan di belakang ruang pengemudi.
“Pastinya dari alam, selain Sulawesi juga banyak burung dari NTT, Papua, dan Kalimantan yang diselundupkan ke Surabaya. Status satwa tersebut ada yang Apendiks 1 CITES,” ujarnya.
Musyaffak mengatakan, pihaknya telah memperketat pengawasan, termasuk berkoordinasi dengan oteritas pelabuhan, Kepolisian, serta BBKSDA. Terkait kapal yang digunakan untuk mengangkut, dia akan meminta Syahbandar untuk mengingatkan perusahaan atau pemilik kapal agar turut mencegah penyelundupan satwa liar dilindungi.
“Kami akan koordinasi lagi dengan instansi terkait, termasuk dengan pihak daerah asal satwa agar tidak kecolongan,” jabarnya.
Sepanjang tahun 2020, Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya telah mengungkap 35 kasus penyelundupan satwa liar yang berasal dari berbagai daerah. Pemeriksaan karantina, kata Musyaffak, penting untuk dilakukan karena burung merupakan media penyebaran virus dan berbagai penyakit.
“AI [Avian Influenza] atau flu burung, dan penyakit-penyakit berbahaya lainnya harus diwaspadai. Kami periksa dulu, diuji laboratorium sebelum diserahkan ke BBKSDA,” tukasnya.
Baca juga: Waspada, Ada Penyakit Zoonosis di Sekitar Kita
Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, melalui Kasat Reskrim Iptu Gananta, mengatakan pengetatan pengaman di pelabuhan merupakan prioritas kepolisian untuk mencegah praktik kejahatan satwa liar. Pengecekan akan diintensifkan pada kapal-kapal yang dicurigai, termasuk pada kendaraan yang diduga membawa satwa liar dilindungi.
“Kami bersama balai karantina dan BBKSDA melakukan patroli dan pemeriksaan setelah mendapat informasi. Kami periksa keseluruhan untuk mengantisipasi berbagai modus,” ujarnya.
Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan dan Pengawetan, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam [BBKSDA] Jawa Timur, Nur Rohman, mengapresiasi upaya Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya yang telah menggagalkan penyelundupan satwa liar.
BBKSDA Jawa Timur, kata Nur Rohman, akan melakukan kajian kelayakan satwa hasil penyelundupan, sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya. Sampai kajian selesai dilakukan, barang bukti dititipkan di kandang transit BBKSDA Jawa Timur.
“Kondisi satwa biasanya banyak yang mati selama perjalanan. Ada juga yang stres, sehingga pelepasliaran harus segera dilakukan dengan diawali pemeriksaan dan dipastikan kondisinya dan sehat,” terangnya.
Burung Berkicau Banyak Dicari
Petugas bagian kandang Transit, BBKSDA Jawa Timur, Sarjono, menyebut burung berkicau merupakan jenis yang paling banyak diburu. Ini dikarenakan banyak dicari masyarakat yang menyukai kicauan serta bentuk fisiknya menarik.
“Paling sering jenis kakatua, nuri, dan burung berkicau. Dari fisiknya menarik, dan bisa meniru beragam suara.”
Perburuan, kata Sarjono, akan mempercepat laju kepunahan burung. Selain karena masa reproduksi yang berbeda, ada yang tidak bisa cepat, perburuan ini juga akan mengancam kepunahan jenis burung tertentu di alam.
“Untuk itu, kita harus lindungi satwa dari perburuan dan perdagangan illegal.”
Sarjono mengungkapkan sulitnya merawat satwa liar hasil kejahatan atau perdagangan ilegal. Ini berkaitan kesehatan satwa yang berada pada tempat atau kandang tidak layak selama diselundupkan. Selain itu, pakan satwa sering tidak diperhatikan, sehingga mempengaruhi kesehatan.
Pemulihan satwa yang sakit di kandang transit tentunya memerlukan waktu berbeda sebelum dilepasliarkan.
“Waktu masing-masing individu berbeda. Kami berusaha merawat dan memulihkan kondisinya, terutama memberi obat bagi yang sakit, serta nutrisi yang ideal pada pakan yang diberikan,” tandasnya.