- Rosa Rika Wahyuni merupakan dokter hewan yang bertugas di Pusat Konservasi Gajah [PKG] Saree, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh sejak 2010.
- Ketika ada gajah liar terluka dan dibawa ke PKG Saree untuk dilakukan perawatan, kondisi ini adalah waktu paling sibuk bagi perempuan kelahiran 22 Januari 1983.
- Menurut Rosa, hal paling sulit merawat anak gajah yang terluka adalah bukan menyembuhkan luka fisiknya, tetapi mengembalikan kondisi psikologisnya.
- Kecintaan terhadap satwa liar juga yang membuat Rosa tidak bisa menolak ketika ada perintah berangkat ke lapangan. Sehingga, meninggalkan keluarga hingga satu bulan bukan hal asing baginya.
Memeriksa kesehatan gajah jinak maupun gajah liar yang terluka akibat jerat adalah pekerjaan keseharian Rosa Rika Wahyuni. Dokter hewan ini merupakan anggota tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh yang bertugas di Pusat Konservasi Gajah [PKG] Saree, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Ketika ada gajah terluka di hutan, lalu dibawa ke PKG Saree ataupun ke Conservation Response Unit [CRU] untuk dilakukan perawatan, adalah waktu paling sibuk bagi perempuan kelahiran 22 Januari 1983.
“Saya tidak bekerja sendiri, ada kawan-kawan dari BKSDA Aceh atau lembaga pemerintah lain. Termasuk juga lembaga mitra,” terangnya baru-baru ini.
Saat anak gajah liar bernama Inong ditemukan di kubangan pinggiran hutan Kecamatan Tiro, Kabupaten Pidie, pada 10 Februari 2021 lalu, tim membawanya ke PGK Saree untuk perawatan intensif.
Rosa bersama tim PKG Saree pun merawat Inoeng. Mereka memasang infus, memberi obat, memandikan, hingga memberikan susu. “Pekerjaan itu dilakukan berhari-hari, dengan penuh kesabaran,” tuturnya.
Baca: Intan Setia, Anak Gajah Sumatera di CRU Trumon Itu Telah Tiada
Lain halnya ketika merawat anak gajah bernama Salma yang kaki depannya terluka akibat jerat, di Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Timur, pada 18 Juni 2019 lalu. Rosa harus bolak-balik ke CRU Serbajadi, Kabupaten aceh Timur, untuk memantau kesehatan anak gajah ini.
Menurut dia, hal paling sulit merawat anak gajah adalah bukan menyembuhkan luka fisiknya, tetapi mengembalikan kondisi psikologisnya.
“Anak gajah itu gampang stres sehingga berpengaruh pada imunitasnya. Ini yang paling sulit dijaga,” ujarnya.
Baca: Kematian Gajah Sumatera Masih Terjadi di Aceh
Berawal cinta
Bekerja sebagai dokter hewan di BKSDA Aceh telah dijalani Rosa sejak 2010, setelah menamatkan kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan [FKH] Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
“Sejak remaja saya menyukai pekerjaan sebagai perawat,” terang Rosa yang sebelum masuk FKH Unsyiah mengecap pendidikan di Sekolah Perawatan Kesehatan Indonesia, setara Sekolah Menengah Atas.
Pada 2003, setahun kuliah di Unsyiah, Rosa bergabung dengan Mahasiswa Pencinta Alam [Mapala] Leuser. “Saya sering terlibat kegiatan keluar masuk hutan, meskipun itu bukan perkara mudah.”
Baca: Rusaknya Habitat Ancaman Utama Kehidupan Gajah Sumatera
Setelah menamatkan kuliah dan menikah dengan Zaharuddin, Rosa ikut program Coas dan mendapat pelatihan satwa liar. Selanjutnya, dia bergabung dengan BKSDA Aceh.
“Untuk mendukung pekerjaan saya, suami berhenti bekerja di perusahaan dan memilih menjadi petani, di Kecamatan Lembah Seulawah, Kabupaten Aceh Besar,” sambungnya.
Semua kegiatan yang dilakukan Rosa berawal dari cintanya pada satwa liar. Bagi dia, merawat gajah terluka, maupun satwa liar lain, ibarat merawat anak sendiri. Harus ikhlas.
“Satwa-satwa tersebut butuh kasih sayang, sama seperti manusia yang sakit. Namun begitu, kasih sayang dan perawatan yang dilakukan harus mengikuti standar yang telah dibuat oleh pemerintah atau para ahli,” ungkapnya.
Baca: Seperti Manusia, Gajah Ingin Diperhatikan Kesehatannya
Sedih
Rosa sering tidak bisa menyembunyikan kesedihannya saat melakukan nekropsi gajah liar yang terluka. Terlebih, ketika mengetahui bila satwa dilindungi ini mati karena ulah manusia, karena racun yang sengaja diberikan.
“Saya tidak habis pikir, ada manusia yang tega membunuh satwa liar. Padahal, satwa liar tersebut penting untuk kehidupan umat manusia jangka panjang.”
Kecintaan terhadap satwa liar juga yang membuat Rosa tidak bisa menolak ketika ada perintah berangkat ke lapangan. Sehingga, meninggalkan keluarga [anak-anak dan suaminya] hingga satu bulan bukan hal asing baginya.
Kondisi ini terjadi ketika Rosa merawat harimau Malelang Jaya yang ditemukan terluka akibat jerat di Kecamatan Terangun, Kabupaten Gayo Lues, pada 18 Oktober 2020. Dia membantu perawatan harimau tersebut sejak pertama ditangkap hingga dilepaskan kembali pada 9 November 2020.
Saat merawat harimau ini pun, Rosa dan tim harus turun ke Aceh Tengah, mengobati beruang yang kakinya juga kena jerat.
“Kalau tidak mendapat dukungan keluarga, saya tidak akan bisa melakukan kegiatan seperti ini. Sebagian besar waktu saya ada di lapangan.”
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno pernah menuturkan bahwa Rosa Rika Wahyuni telah banyak menyembuhkan gajah yang terluka atau sekarat, akibat jerat yang dipasang pemburu.
“Rosa adalah satu dari 3.480 aparatur pemerintah non-pegawai negeri sipil. Dia menjadi bekerja tanpa kenal lelah. Rosa mengabdikan sebagian besar hidupnya, menyembuhkan gajah-gajah di Provinsi Aceh.”
Wiratno mengatakan, Rosa bekerja dengan antusiasme tinggi, bekerja dengan hati. “Dia peduli dan paham nasib satwa liar yang tidak bisa langsung berbicara kepada manusia tersebut,” paparnya.