- Desa Tawabi, Kecamatan Kayoa, Halmahera Selatan, Maluku Utara, jadi proyek percontohan untuk gerakan masyarakat dalam menjaga dan melindungi hutan mangrove, terumbu karang lamun dan laut dari sampah serta ancaman kerusakan lain.
- Tawabi adalah pulau kecil dengan luas sekitar 200 hektar yang berada dalam gugusan Kepulauan Kayoa. Pulau pulau ini di kelilingi hutan mangrove yang dari waktu ke waktu terus tergerus oleh berbagai aktivitas. Selain mangrove, terumbu karang juga mengalami kerusakan cukup serius. Karena itu perlu pemberian pemahaman serius kepada masyarakat untuk melindunginya.
- Sekolah mangrove, salah satu yang akan dibangun dari proyek ini. Sekolah yang membuka kelas belajar mangrove ini akan menjadi sumber pengetahuan bagi anak anak dan masyarakat Desa Tawabi sekaligus bisa jadi contoh bagi kampung sekitar agar belajar bersama soal mangrove.
- Ridwan H Nen, Kepala Desa Tawabi mengatakan, ke depan, perlu pembuatan peraturan desa (perdes) untuk melindungi hutan mangrove maupun terumbu karang di sekitar pulau ini.
Hari itu, warga Desa Tawabi, Kecamatan Kayoa, Halmahera Selatan, Maluku Utara, berkumpul untuk berdiskusi soal manfaat mangrove, terumbu karang dan lamun termasuklah bahasan mengenai bahaya sampah laut. Pada awal Agustus itu, sekaligus penangatanganan nota kesepahaman (memorandum of understanding) antara warga dengan Seacology, sebuah lembaga dari Amerika Serikat.
Acara ini bagian awal dari kegiatan proyek dana hibah bidang pelestarian ekosistem mangrove dari Seacology. Dana ini merupakan bantuan kepada masyarakat langsung untuk gerakan menjaga dan melindungi hutan mangrove, terumbu karang lamun dan laut dari sampah serta ancaman kerusakan lain.
“Lembaga ini memberikan penghargaan dengan dana hibah untuk pribadi atau kelompok masyarakat yang menyelamatkan atau menjaga lingkungan,” kata Zulham Harahap, fasilitator juga dosen di Fakultas Perikanan Univeristas Khairun Ternate. Kegiatan ini difasilitasi Fakultas Perikanan Universitas Khairun Ternate.
Baca juga: Pekerjaan Rumah Mengelola Mangrove Nusantara
Sekolah mangrove, salah satu yang akan dibangun dari proyek ini. Sekolah yang membuka kelas belajar mangrove ini akan menjadi sumber pengetahuan bagi anak anak dan masyarakat Desa Tawabi sekaligus bisa jadi contoh bagi kampung sekitar agar belajar bersama soal mangrove.
Anak-anak juga jadi fokus dari kegiatan ini, katanya, dengan harapan ketika mereka besar nanti lebih peduli pada lingkungan. Sekolah mangrove nanti, katanya, diikuti pengembangan bahan pelajaran. Guru yang mengajar juga peka lingkungan termasuk isu mangrove.
Zulham contohkan, kalau sedang belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bisa ditambah persoalan lingkungan.
Untuk itu, dia berharap sekolah mangrove akan memberikan pemahaman kepada anak anak sekaligus mendorong para guru lebih banyak belajar menyangkut mangrove dan masalah lingkungan lain.
Nantinya, di sekitar kelas mangrove dilakukan berbagai kegiatan, seperti pembibitan dan penanaman mangrove. Rencana dibangun taman menanam mangrove, yang mudah dijangkau dan terintegrasi.
Kagiatan ini tak bisa bergantung hanya dari pemberi dana hibah, perlu juga ada dukungan dari pemerintah daerah. Peran pemerintah daerah, katanya sangat penting dalam membantu keberlanjutan sekolah ini.
Pentingnya jaga mangrove
Tawabi adalah pulau kecil dengan luas sekitar 200 hektar yang berada dalam gugusan Kepulauan Kayoa. Pulau pulau ini di kelilingi hutan mangrove yang dari waktu ke waktu terus tergerus oleh berbagai aktivitas. Selain mangrove, terumbu karang juga mengalami kerusakan cukup serius. Karena itu perlu pemberian pemahaman serius kepada masyarakat untuk melindunginya.
“Upaya ini juga bagian mendorong masyarakat memelihara alam sekaligus ikut membantu menekan laju perubahan iklim yang terjadi saat ini,” kata Janib Ahmad, Dekan Fakultas Perikanan Universitas Khairun Ternate.
Mangrove, terumbu karang dan padang lamun, katanya, benteng penting dalam menekan laju perubahan iklim.
Baca juga : Apakah Mangrove si Penyerap Karbon Bisa Tergantikan Teknologi?
Berbagai hasil riset membuktikan, kalau mangrove mampu menyerap karbon lima kali lebih besar dari pohon-pohon di hutan. Untuk itu, katanya, penting sekali menjaga dan melindungi hutan mangrove, terumbu karang serta padang lamun di pulau ini.
Desa Tawabi, terpilih sebagai proyek percontohan ini karena ada beberapa kriteria yang dianggap layak terutama jenis mangrove. Di pulau ini , jenis posi-posi nama lokal Maluku Utara atau Sonneratia sp cukup padat.
Jenis ini, dalam proses tumbuh kembang dianggap sulit, tetapi banyak tumbuh dan subur di pulau ini. Untuk mendapatkan Sonneratia dengan kondisi seperti sekarang, perlu waktu cukup panjang.
Janib bilang, Sonneratia juga kalau ditebang atau dirusak akan melahirkan dua persoalan, antara lain, pertama, masalah kesehatan karena nyamuk akan berpindah ke kawasan pemukiman dan jadi sumber penyakit.
Kedua, masalah ekonomi. Kalau ditebang, ikan kesulitan tempat hidup termasuk untuk bertelur.
Program ini merupakan dana hibah untuk merangsang masyarakat terus menjaga mangrove agar tetap lestari. “Jika upaya melidungi mangrove jenis Sonneratia ini bisa berhasil maka bisa jadi pelajaran bagi desa dan pulau lain yang memiliki hutan mangrove.”
Selain memliki jenis mangrove yang jarang ditemukan di daerah lain juga titik nol garis khatulistiwa. Selain itu, kehidupan tumbuhan dan satwa di Pulau Kayoa juga berbeda dengan pulau besar seperti Halmahera.
“Desa Tawabi ini adalah titik nol khatulistiwa, perlu dibuat monumen yang menunjukkan di sini titik nol khatulistiwa,” kata Janib.
Kawasan ini, katanya, selain memiliki hutan mangrove juga beragam keindahan alam seperti terumbu karang dan pasir putih.
M Rahmi Husen, Tokoh Masyarakat Tawabi, mengatakan, mangrove dan laut Tawabi sudah mengalami perubahan luar biasa karena aktivitas masyrarakat.
Mangrove dan terumbu karang banyak rusak karena ketidaktahuan masyarakat soal fungsi dan manfaat mangrove.
Mangrove jenis Sonneratia ini, katanya, dulu tumbuh mengelilingi pulau. Karena dianggap mengganggu pemandangan kampung, akhirnya ditebang sampai nyaris habis. Begitu juga terumbu karang, dulu di tepi pantai indah dan banyak ikan. Sekarang, sudah rusak hingga ikan juga sulit.
Setidaknya, dengan ada sekolah mangrove nanti dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak lagi merusak atau menebang mangrove sembarangan.
Upaya ini sangat penting karena ikut membantu gerakan menekan laju perubahan iklim yang makin mengancam dunia termasuk pulau pulau kecil seperti Kayoa ini.
“Kita sadar daerah ini pulau kecil karena itu sangat rentan dan terancam bisa tenggelam jika tidak segera diantisipasi,” kata Rahmi, Wakil Ketua DPRD Maluku Utara yang hadir dalam pertemuan ini.
Dia senang ada upaya lembaga non pemerintah berusaha mendorong gerakan seperti ini. Dia bilang, inisiatif ini akan jadi contoh dalam menjaga kelestarian lingkungan maupun mangrove di pulau ini.
Ridwan H Nen, Kepala Desa Tawabi mengatakan, sebuah berkah bagi desa dan warga menjaga dan melindungi hutan mangrove serta terumbu karang. Aset alam ini, katanya, penting untuk cucu di masa depan.
Ke depan, katanya, juga perlu pembuatan peraturan desa (perdes) untuk melindungi hutan mangrove maupun terumbu karang di sekitar pulau ini.
“Dulu, di depan kampung ini banyak posi- posi (Sonneratia) karena tidak diketahui manfaatnya mereka tebang. Begitu juga banyak karang yang rusak karena bom dan potassium. Semoga makin bertambah informasi dan pengetahuan warga kesadaran juga makin tinggi,” katanya.
********
Foto utama: Mangrove jenis Sonneratia sp yang tumbuh di Pantai Desa Tawabi. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia