- Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Pilar Harapan Dusun Bajulmati, Desa Gajahrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur rutin menyelamatkan telur penyu saat musim bertelur sejak 12 tahun lalu
- Pesisir lokasi bersarang penyu terdesak pembangunan Jalur Lintas Selatan (JLS) yang membelah hutan lindung Malang Selatan dan aktivitas pariwisata massal.
- Hutan lindung Malang Selatan kritis, dari luas 41 ribu hektar hanya tersisa 1.800 hektar yang utuh. Terdiri atas 20 jenis bambu alam dan 240 jenis pohon. Habitat bagi 21 mamalia seperti kijang, macan tutul, dan lutung Jawa. Juga habitat bagi beragam jenis burung dan kupu-kupu.
- Komunitas Sato bersinergi membantu Pokmaswas Pilar Harapan untuk konservasi penyu di pesisir Malang Selatan.
Saban malam, Sutari menyusuri pesisir pantai selatan. Berjalan kaki mulai pukul 20.00 WIB menyusuri pantai Ungapan hingga pantai Bajulmati sejauh satu kilometer. Sutari yang dipercaya sebagai Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Pilar Harapan Dusun Bajulmati, Desa Gajahrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini bersama anggotanya rutin patroli saat musim penyu bertelur.
“Penyu mendarat untuk bertelur mulai April,” katanya saat ditemui pertengahan Maret lalu. Sepanjang pantai Ungapan sampai pantai Bajulmati ada 28 titik lokasi sarang penyu bertelur. Aktivitas ini dilakoni sejak 10 tahun lalu, setelah menyadari populasi penyu terdesak aktivitas pariwisata di pesisir selatan Kabupaten Malang.
Sejak dibangun Jalur Lintas Selatan (JLS), jalan yang membelah sebagian hutan lindung Malang Selatan. JLS menghubungkan daerah di ujung barat Jawa Timur di Kabupaten Pacitan dengan ujung timur di Kabupaten Banyuwangi. Sebagian penyu terganggu, tempat bersarangnya digunakan aktivitas pariwisata. Bahkan jalur pendaratannya ramai pengunjung.
Sutari pernah menjumpai pemuda yang berkemah di tepi pantai, mereka membuat api unggun di lokasi sarang penyu. Lantas, Sutari meminta para pemuda menggali pasir dengan tangan kosong. Hasilnya, ditemukan telur dan tukik atau anak penyu mati hangus terbakar api unggun. “Dia menangis, menyesal dan meminta maaf,” katanya.
Sutari menyelamatkan telur penyu dalam rumah penetasan dan edukasi penyu Bajulmati Sea Turtle Conservation (BSTC). BSTC mengantongi izin penetasan penyu dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur. Rumah penetasan ini disiapkan bagi sarang penyu yang terancam aktivitas pariwisata yang semakin masif. Serta menghindari dari beragam predator seperti ular dan biawak. “Di sini bukan penangkaran. Setelah menetas, tukik langsung dilepas. Proses penetasan lebih baik di alam,” katanya.
Tukik yang menetas di pantai Bajulmati, katanya, akan kembali lagi ke Bajulmati untuk bertelur. Penyu memiliki insting dan sistem navigasi alamiah, yang memungkinkan penyu kembali ke pesisir tempat menetas. Meski penyu berenang puluhan ribu kilometer dan lintas benua. “Saya pernah menandai seekor penyu, dan kembali bertelur di sini lagi,” kata Sutari.
baca : Kisah Insyaf Bagyo, DPO Perusak Laut yang Jadi Pejuang Konservasi di Malang Jatim
Habitat Terdesak, Penyu Terancam
Dari enam jenis penyu, empat diantaranya ditemukan di pesisir selatak Kabupaten Malang. Meliputi penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), penyu Hijau (Chelonia mydas), penyu Belimbing (Dermochelis coriaceae) dan penyu Sisik (Eretmochelys imbricata). “Penyu Belimbing beberapa tahun ini tidak ditemukan jejak pendaratannya,” kata salah seorang relawan BSTC yang juga pegiat komunitas Sato, Wahyu Pratomo.
Pratomo terlibat dalam patroli menyelamatkan penyu di BSTC sejak empat tahun lalu. Secara otodidak, katanya, Sutari dan nelayan setempat melakukan usaha penyelamatan penyu. Lantas, sejumlah akademikus dan ahli penyu turut membantu usaha mereka menjaga habitat penyu dan menyelamatkan telur penyu dari ancaman predator dan manusia.
Bahkan pantai Teluk Asmara sejauh empat kilometer dari pantai Bajulmati menjadi tempat pasangan penyu kawin. Sehingga masyarakat setempat memberi nama pantai tersebut Teluk Asmara. Kawasan pesisir Malang harus dijaga dan dibutuhkan dukungan serta partisipasi semua pihak agar penyu tak hanya menjadi dongeng belaka.
Project Manajer Aspinal Fundation Jawa Timur, sekaligus dosen satwa liar Institut Pertanian Malang (IPM) Iwan Kurniawan mengamati penyu di pesisir Malang Selatan mulai 2015 sampai 2019. Penyu, katanya, sama dengan satwa lain yang memiliki insting navigasi alami.
Penyu dibekali navigasi, saat mendarat untuk fase reproduksi dalam siklus hidupnya yakni bertelur. Saat reproduksi, penyu kembali ke tempat asalnya menetas. “Seperti gajah, memiliki home range dalam hutan yang menjadi habitatnya,” ujar Iwan.
baca juga : Dulu Pemburu, Kini Mereka Berupaya Selamatkan Penyu
Iwan saat itu tengah bekerja untuk memonitoring lokasi pelepasan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus). Serta pengamatan di area hutan dataran rendah, dengan memasang camera trap untuk mendokumentasikan kucing bakau (Prionailurus viverrinus) dan macan tutul (Panthera pardus melas). Namun tanpa sengaja menjumpai penyu.
“Penyu mendarat dan bertelur di pantai Kondang Iwak, pantai Kondangmerak, pantai Bale Kambang sampai Bajulmati,” katanya.
Namun, tak banyak perburuan daging maupun telur penyu di Malang. Kadang, katanya, ada yang memesan khusus telur penyu yang diyakini sebagai suplemen untuk menambah vitalitas. “Tak beredar bebas di pasar, dan tak ada perburuan di alam,” katanya.
Justru penyu dan banyak satwa yang sangat tertekan akibat pembangunan JLS dan aktivitas pariwisata di pesisir selatan Kabupaten Malang. JLS seolah membelah jantung hutan lindung Malang Selatan yang tersisa. Dari total luas hutan lindung Malang selatan seluas 41 ribu hektar, hanya tersisa 1.800 hektar yang masih utuh. Selebihnya berubah menjadi kebun, lahan petanian dan permukiman.
“Hilangnya hutan lindung menjadi ancaman utama satwa. Kehilangan tempat berkembangbiak dan mencari pakan,” ujarnya. Meski hutan lindung Malang Selatan kritis, namun memiliki keragaman hayati yang tinggi. Hutan lindung di Malang Selatan terdiri dari tipe hutan tropis, hutan pantai dan hutan mangrove.
Ada sebanyak 20 jenis bambu alam dan 240 jenis pohon. Hutan lindung yang kritis ini menjadi habitat bagi 21 mamalia seperti kijang, macan tutul, dan lutung Jawa. Juga habitat bagi beragam jenis burung seperti elang Jawa (Nisaetus bartelsi) dan kupu-kupu. Selain itu, wisata massal mengancam satwa lantaran semakin banyak manusia beraktivitas di sekitar habitat satwa.
baca juga : Belasan Tahun Menghilang, Penyu Belimbing Muncul Kembali di Pantai Paloh
Bersama Menjaga Penyu
Pakar hukum lingkungan yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang Purnawan Dwikora Negara menilai sosok Sutari dan pegiat lingkungan yang menjaga penyu perlu dukungan. Nelayan yang menyelamatkan penyu di Malang Selatan, katanya, merupakan bagian tanggungawab melestarian lingkungan.
Purnawan menjelaskan sesuai Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang sumber daya, termasuk manusia dan lingkungan. “Pak Sutari merefleksikan pasal itu,” katanya.
Sutari menjadi peraturan perundang-undanganan yang bergerak. Merefleksikanya ke dalam dunia nyata, bukan hanya bahasa teks yang mati. Sutari, kata Purnawan, sedang menuliskan peraturan perundang-undangan lewat aksi dan perilakunya.
Sementara itu, Ketua komunitas Sato, Anang Eko menjelaskan Sato akan bersinergi dengan BSTC untuk melakukan konservasi penyu di pesisir Malang Selatan. Mendampingi Sutari dan nelayan yang tergabung dalam Pokmaswas Pilar Harapan. “Selama pandemi banyak yang melupakan Pak Sutari dan teman-teman yang menyelamatkan penyu,” katanya.
Selain itu, juga akan mendukung secara teknis lantaran Sato didukung seorang dokter hewan yang memiliki keterampilan teknis merawat penyu yang sakit. Bahkan, BSTC beberapa kali menemukan penyu yang terluka, tubuhnya tersayat baling-baling kapal nelayan Sendangbiru.
baca juga : Menelusuri Misteri Penyu Selundupan di Bali
“Ada dokter hewan Dwi Tientus yang berpengalaman menangani satwa liar,” ujarnya. Para relawan Sato kini tengah membantu menyiapkan sarana penetasan. Membersihkan pasir yang menjadi rumah penetasan. Hingga membantu sampai pelepasan tukik penyu di laut lepas.
Sato, katanya, merupakan bagian dari divisi lingkungan Organisasi Arek Kepanjen. Mereka terpanggil dalam membantu animal rescue bagi satwa di hutan lindung Malang Selatan. Selama ini, juga terjadi konflik antara satwa dan manusia.
“Animal rescue center belum maksimal. Sato hadir di sini untuk bersinergi bersama pegiat lingkungan yang lain,” ujar Anang.