- Beberapa tahun terakhir ini Pemerintah Indonesia fokus mengembangkan sumber daya ikan (SDI) bernilai tinggi yang bisa mendongkrak kinerja ekspor menjadi lebih positif. Pengembangan tersebut dilakukan pada komoditas sidat yang dikenal sebagai ikan bertekstur lembut dan bercita rasa lezat
- Popularitas sidat terus meroket seiring terus meningkatnya permintaan dari pasar internasional, utamanya dari Asia Timur. Hal itu kemudian memicu penangkapan benih sidat di alam dengan sangat cepat dan jumlah yang terus meningkat
- Benih sidat kemudian dibesarkan melalui teknik budi daya perikanan. Namun, cara tersebut belum bisa menghentikan ancaman penurunan populasi di alam dan berakhir dengan kepunahan. Hal itu mendorong Pemerintah Indonesia mengeluarkan beragam kebijakan perlindungan sidat sejak 2016
- Tak ingin berdiam diri menunggu saja dari Pemerintah Pusat, Kabupaten Sukabumi yang wilayah perairannya menjadi jalur migrasi sidat, menempuh cara sendiri dengan menerbitkan peraturan daerah untuk melindungi habitat sidat dan populasinya
Sumber daya ikan (SDI) yang berasal dari perairan darat di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat menjadi potensi besar yang bisa terus berkembang di masa mendatang. Salah satu di antaranya, adalah ikan sidat (Anguilla spp.) yang bernilai ekonomi tinggi di pasar internasional.
Dengan daya jual yang sangat tinggi, sidat seperti menjadi ikon tak resmi daerah yang menghadap langsung ke Samudera Hindia itu. Dari hari ke hari, permintaan terhadap ikan tersebut terus naik, karena menjadi komoditas yang disukai masyarakat di Asia Timur itu.
Namun, seiring terus meningkatnya permintaan terhadap Sidat, penangkapan ikan tersebut secara langsung di alam bisa memicu terjadinya kelangkaan dan bahkan kepunahan. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Sukabumi fokus untuk mengembangkan melalui pengelolaan yang tepat dan bijak.
Bersamaan dengan itu, Pemerintah Indonesia juga fokus untuk mengelola seluruh potensi SDI yang ada di wilayah perairan darat. Kegiatan tersebut dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan menggandeng Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).
baca : Semakin Populer, Sidat Semakin Terancam
Di Sukabumi, kedua lembaga tersebut kemudian melaksanakan kegiatan inisiasi pengelolaan perikanan wilayah perairan darat yang dimulai sejak 2018. Kegiatan tersebut dilaksanakan langsung iFish, dan dibiayai oleh Global Environment Facility (GEF).
Proyek iFish menjadi proyek perikanan darat terbesar di Indonesia, karena ada daerah lain yang melaksanakannya. Perikanan darat umumnya diusahakan industri skala kecil, oleh komunitas masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai.
Kepala Pusat Riset Perikanan KKP Yayan Hikmayani menjelaskan, sejak iFish memulai kegiatan pada 2018, pendataan secara berkala mulai dilakukan dan menghasilkan data bahwa sebanyak 40 persen hasil tangkapan ikan sungai sudah menjadi konsumsi keluarga di sana.
“Itu pendataan secara resmi dilakukan sejak 2021. Dari data tersebut, diketahui sebelas persen lainnya ikan dijual sebagai mata pencaharian tambahan masyarakat di sekitar sungai,” terang dia pekan ini di Sukabumi.
Bagi dia, angka tersebut menunjukkan bahwa sungai dan perairan darat lainnya memiliki peran sangat penting bagi masyarakat di sana. Utamanya, untuk mendukung pemenuhan nutrisi dan kesejahteraan masyarakat.
Yayan mengungkapkan, besarnya peran SDI dalam menopang kehidupan masyarakat di Sukabumi, menjadi penegas bahwa kekayaan SDI perairan darat di sana sangatlah besar. Termasuk, sidat yang sudah menjadi komoditas ekspor bernilai ekonomi tinggi.
Salah satu cara agar SDI di perairan darat Sukabumi bisa dikelola dengan baik, maka diperlukan kerja sama semua pihak untuk saling memahami tentang potensi yang ada. Selain itu, diperlukan juga peraturan yang kuat berdasarkan hasil penelitian para peneliti dan ahli, serta menjadikan ilmu pengetahuan sebagai basis utama dalam menentukan sebuah kebijakan.
baca juga : Mencegah Ikan Sidat Punah di Perairan Indonesia
Dengan demikian, upaya untuk melaksanakan pengelolaan perikanan air darat di masa mendatang akan lebih baik lagi dan bisa berjalan dalam waktu yang panjang. Jika cara tersebut berhasil, maka generasi mendatang akan terus menikmati segala potensi SDI perairan darat di sana.
“Kekayaan sumber daya ikan di perairan darat Kabupaten Sukabumi harus mendapat perhatian dari semua pihak, karena kabupaten ini merupakan jalur strategis migrasi ikan sidat,” tegas dia.
Benih Alam
Kegiatan iFish di Sukabumi sendiri fokus pada melaksanakan demonstrasi pembesaran benih (glass eel) sidat jenis Anguilla bicolor. Namun sampai sekarang, benih sidat untuk pembesaran masih mengandalkan hasil tangkapan di alam dengan tingkat harapan hidup yang sangat rendah.
Latar belakang tersebut menjadi alasan kuat kalau pengelolaan SDI perairan darat di Kabupaten Sukabumi memerlukan intervensi peraturan daerah. Pasalnya, jika terus berjalan seperti sekarang, dikhawatirkan SDI potensial akan semakin menurun jumlah populasinya.
Menurut Yayan, pertimbangan tersebut kemudian menjadi dasar untuk melaksanakan penelitian dan pendataan secara berkala. Hasil dari semuanya, kemudian dijadikan sebuah dokumen yang kemudian disahkan menjadi Perda yang mengatur pengelolaan perikanan air darat.
Perda tersebut kemudian disahkan pada Minggu (15/1/2023) dan diharapkan bisa mengintegrasikan tata kelola dengan sinergi para pihak untuk memastikan sumber daya perairan darat di Kabupaten Sukabumi dapat dimanfaatkan secara lestari dan mendukung ketahanan pangan masyarakat.
Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia Rajendra Aryal menjelaskan, perda yang baru disahkan tersebut mengatur tentang kewajiban daerah untuk membuat jalur laluan ikan di setiap bendung dan bendungan di Kabupaten Sukabumi.
Keberadaan jalur laluan menjadi sangat penting, karena itu akan menjadi jalur migrasi untuk jenis ikan tertentu seperti sidat dan ikan bernilai ekonomi tinggi lain seperti semah atau dewa (Tor spp.), betutu atau boboso (Oxyeleotris marmorata), dan belut macan (Siren reticula). Tanpa jalur laluan, siklus hidup ikan-ikan tersebut akan terganggu hingga populasinya terus menurun.
baca juga : Ikan Sidat, Primadona Kuliner Jepang dari Indonesia
Selain membantu penyusunan perda pengelolaan perikanan perairan darat dengan berkelanjutan, Kabupaten Sukabumi juga difasilitasi KKP untuk menyusun rencana induk pengelolaan perikanan sidat. Menurut dia, dua kebijakan tersebut diharapkan bisa menciptakan integrasi tata kelola perikanan perairan darat dengan baik.
“Juga, mendorong sinergi kuat para pihak dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perairan darat khususnya untuk perikanan sidat,” tutur dia.
Wakil Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia Ageng Setiawan Herianto pada momen yang sama juga berharap kalau dua kebijakan yang sudah diterbitkan bisa menciptakan integrasi tata kelola perikanan darat, khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan perikanan Sidat.
Diketahui, saat ini terdapat sembilan spesies sidat di Indonesia dari total 19 spesies dan subspesies Ssdat yang ada di dunia. Kesembilan spesies tersebut hidup di kawasan perairan yang habitatnya mencakup perairan tawar (sungai maupun danau) yang terhubung dengan perairan laut.
Untuk melindungi semua spesies, kemudian terbit Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 80 Tahun 2020 tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat. Sebelumnya, Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi Sidat juga berjalan sepanjang 2016-2020.
Tahun lalu, KKP juga sudah menerbitkan Keputusan Menteri KP Nomor 118 Tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Sidat. Semua aturan itu diharapkan bisa memulihkan populasi sidat yang sudah mengalami eksploitasi.
Namun, Direktur Pengelolaan Sumber daya Ikan KKP Ridwan Mulyana mengingatkan, saat menjalankan aturan yang ada, diperlukan partisipasi masyarakat di sekitar lokasi perairan. Mereka ini yang diyakini akan berperan lebih besar selama proses pelarangan berjalan.