- Meningkatnya suhu global membuat capung jantan secara alamiah menanggalkan ornamen di sayapnya. Tindakan ini merupakan adaptasi dilematis, memudarkan warna mencolok untuk mengurangi terpaan panas.
- Sebab, di lokasi suhu hangat, ornamen di sayap dapat meningkatkan suhu tubuh capung hingga 2 derajat Celcius. Ini berisiko merusak jaringan sayap, melemahkan kemampuan bertarung, bahkan menyebabkan kematian karena kepanasan.
- Capung jantan akan kehilangan pigmentasi sayap dalam jumlah sedang dalam kurun 50 tahun kedepan. Meski demikian, cepat lambatnya perubahan ornamen sayap jantan, akan berbeda seiring kondisi habitat.
- Capung jantan dengan ornamen sayap lebih besar biasanya lebih memikat capung betina, mendominasi persaingan teritorial, serta menonjolkan identitas spesies.
Meningkatnya suhu global membuat capung jantan secara alamiah menanggalkan ornamen di sayapnya. Tindakan ini merupakan adaptasi dilematis, memudarkan warna mencolok untuk mengurangi terpaan panas. Namun di saat bersamaan, cara ini membuat capung jantan berpotensi dicampakkan sanga betina.
Perubahan fisik tersebut dijelaskan dalam riset Michael Moore, dkk berjudul “Sex-specific ornament evolution is a consisent feature of climatic adaptation across space and time in dragonflies”.
Sejak 2005 hingga 2019, peneliti mengamati lebih dari 2.700 foto, terdiri 10 spesies capung. Hasilnya, di tahun-tahun hangat, rata-rata spesies capung jantan memiliki sedikit melanin [pewarnaan alami] di bagian sayap.
Sebab, di lokasi suhu hangat, ornamen di sayap dapat meningkatkan suhu tubuh capung hingga 2 derajat Celcius. Ini berisiko merusak jaringan sayap, melemahkan kemampuan bertarung, bahkan menyebabkan kematian karena kepanasan.
Berdasarkan perkiraan Moore, dkk, capung jantan akan kehilangan pigmentasi sayap dalam jumlah sedang dalam kurun 50 tahun kedepan. Meski demikian, cepat lambatnya perubahan ornamen sayap jantan, akan berbeda seiring kondisi habitat. Capung jantan dengan ornamen sayap lebih besar biasanya lebih memikat capung betina, mendominasi persaingan teritorial, serta menonjolkan identitas spesies.
Baca: Capung, Lahan Basah, dan Helikopter
Sementara, capung betina memiliki respons minim terhadap suhu. Ini dikarenakan sang betina hidup di mikrohabitat yang biasanya lebih dingin, sehingga melanisasi sayap tidak menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
“Penelitian kami mengungkapkan bahwa betina beradaptasi lebih istimewa dengan iklim, melintasi ruang dan waktu. Secara khusus, ornamen betina tidak menunjukkan hubungan yang konsisten dengan kondisi iklim di dalam atau di antara spesies,” terang laporan yang terbit di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, edisi Januari 2021.
Situasi ini juga menimbulkan bayangan, terkait berubahnya pola perkawinan capung seiring peningkatan suhu Bumi.
“Proyeksi kami menunjukkan, evolusi ornamen khusus jenis kelamin akan menjadi respons masuk akal terhadap pemanasan global di masa depan,” jelas riset tersebut.
Baca: Kisah Unik Si Capung Jarum
Sayap makin kecil
Dalam penelitian berbeda, Shannon Mccauley, John Hammond, dan Karen Mabry mengungkapkan, peningkatan suhu mempengaruhi perubahan morfologi sayap capung, membuatnya semakin kecil dan mengurangi kinerja penerbangan.
Melalui riset berjudul “Simulated climate change increases larval mortality, alters phenology, and affects flight morphology of a dragonfly”, mereka coba mengamati respons capung Erythemis collocata terhadap peningkatan suhu lingkungan.
Rekayasa suhu dilakukan pada habitat perairan, ketika larva capung berkembang. Tujuannya, mengetahui konsekuensi suhu yang lebih tinggi pada kinerja dan pola pertumbuhan capung. Peningkatan suhu mengacu pada perkiraan kondisi pada 50 tahun [+2,5 derajat] dan 100 tahun mendatang [+5 derajat].
Hasilnya, pada peningkatan 5 derajat Celcius, capung yang memasuki tahap dewasa memiliki sayap lebih kecil dibanding ukuran kepala. Kondisi ini menyebabkan beban lebih dan mempengaruhi kinerja penerbangan.
Baca juga: Ilmuwan: Perubahan Iklim Mempercepat Kiamat Serangga
Peningkatan suhu juga mengubah habitat dan hubungan dalam populasi. Sebab, sayap yang lebih panjang membuat capung dapat menyebar lebih jauh.
“Perubahan iklim mempengaruhi organisme dengan siklus hidup yang kompleks,” tulis mereka.
Shannon Mccauley dkk, juga menjelaskan meningkatnya suhu menimbulkan respons berbeda pada spesies berbeda. Sebelumnya, ketika mengamati capung Blue Dasher [Pachydiplax longipennis] mereka tidak menemukan efek tertentu pada morfologinya.
Para peneliti percaya, suatu spesies dapat menunjukkan respons istimewa terhadap meningkatnya suhu Bumi. Keadaan yang pada akhirnya menentukan, spesies mana yang bertahan atau menghilang.