- Seekor paus balin terdampar di pesisir pantai Kampung Komolom, Distrik Kimaam, Merauke, Papua Selatan pada Senin (07/8/2023)
- Loka PSPL Sorong dan pihak terkait kesulitan menangani dan mengevakuasi paus tersebut karena terkendala lokasinya yang jauh dan terpencil, serta terbatasnya jaringan telekomunikasi sehingga menyulitkan untuk berkoordinasi
- Bangkai paus akan ditangani dengan ditambatkan di pesisir agar terurai secara alamiah
- Norce Mote, Dosen Universitas Musamus Merauke menduga paus itu terdampar karena cuaca buruk dari musim gelombang besar saat ini. Dugaan lain, paus tersebut terdampar karena pencemaran mikroplastik
Perairan kawasan Indonesia Timur menjadi salah satu tempat migrasi sekaligus terdamparnya mamalia laut, seperti paus, dan dugong. Kasus terdamparnya mamalia laut sering terjadi di perairan Papua dan Maluku. Di Merauke misalnya, dalam tahun ini sudah dua kali terdampar mamalia jenis paus, termasuk di pesisir pantai Kampung Komolom, Distrik Kimaam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan, yang terjadi empat hari lalu.
Prehadi, pegawai Loka Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (PSPL) Sorong dihubungi Mongabay Indonesia, Rabu (9/8/2023) mengungkapkan pihaknya mengalami kesulitan mengevakuasi paus terdampar dengan jenis paus balin di Kampung Komolom ini karena terkendala lokasinya terdamparnya sangat jauh dan terpencil.
Selain itu, proses penanganan juga terhambat karena terbatas jaringan telekomunikasi di lokasi paus terdampar, sehingga sulit untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pihak terkait, seperti Balai KSDA Merauke dan masyarakat sekitar. Bahkan BKSDA setempat baru mengetahui peristiwa tersebut setelah dihubungi Loka PSPL Sorong.
“Saat ini sedang dilakukan pengumpulan informasi. Lokasi terdampar sangat jauh dari pemukiman. Kemudian sangat terbatas jaringan komunikasinya,” kata Prehadi.
Dia menjelaskan wilayah sekitar memiliki area pasang surut yang sangat luas. Meski begitu, pihaknya terus berupaya untuk melakukan proses penanganan, dan salah satu pilihan yang akan dilakukan yakni menambatkan paus tersebut di lokasi terdampar agar terurai secara alami.
“Bangkai paus ini jauh di zona surut pantai, dan speedboad tidak akan bisa masuk zona tersebut. Sementara untuk alat berat dipastikan sangat sulit masuk, dan tentu memakan biaya cukup besar untuk upaya penanganan,” terangnya.
baca : Susah Payah Selamatkan Paus Terdampar di Fak-Fak, Bagaimana Nasibnya?
Loka PSPL Sorong melalui Satker Merauke juga baru akan menuju lokasi terdamparnya paus itu untuk mengecek kondisi bangkainya. Lokasinya memang sangat jauh dari pusat kota, sehingga paus belum ditangani, diperiksa secara morfometri dan diidentifikasi jenisnya, meski mereka sudah memiliki data melalui foto-foto yang dikirimkan.
“Karena itu penanganan dengan cara penguburan sepertinya tidak mungkin dilakukan, pasalnya alat berat susah masuk ke daerah itu. Sisi lain tidak ada peralatan yang memadai, olehnya itu kita paka opsi dengan cara dekomposisi alami saja karena lokasi kejadian juga jauh dari perkampungan,” katanya.
Sedangkan pihak Balai KSDA Merauke yang dihubungi Mongabay Indonesia, Kamis (10/8/2023) mengatakan mereka belum memiliki informasi terkini terkait paus terdampar itu. Bahkan mereka tidak bisa menghubungi pihaknya yang berada di Mokolom karena tidak ada sinyal telekomunikasi.
“Kita susah koordinasi dengan KKP juga. Sama sekali tidak ada informasi terupdate,” kata Agung, Pegawai BKSDA Merauke.
Perubahan Iklim dan Mikroplastik
Norce Mote, Dosen Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Musamus (Unmus) Merauke mengatakan, paus tersebut ditemukan pertama kali di perairan Pulau Dow dan saat ini masih berada di kawasan Komolom. Mulanya, katanya, paus itu berenang melintasi perairan arah Pulau Dow dan terlihat di muara.
“Masyarakat sempat melihat kurang lebih satu mil paus bergerak dari arah Tanjung Akos, kemudian mamalia tersebut tidak terlihat lagi sampai akhirnya ditemukan di Pesisir Befak Dow, dekat Sungai Wonga,” katanya saat dihubungi Mongabay Indonesia, Kamis (10/8/2023).
baca juga : Ghost Fishing, Penyebab Paus Bryde Mati di Mimika Papua
Terkait dengan penyebab terdamparnya paus, ungkapnya, secara teori ada beberapa penyebab seperti pencemaran mikroplastik, kena jaring nelayan atau karena diburu hewan lain (predator). Juga bisa karena perubahan iklim yang menyebabkan habitat atau daerah migrasinya terganggu.
Saat ini di pesisir Pantai Selatan Provinsi Papua Selatan, lanjut Norce, sedang musim gelombang besar, sehingga kemungkinan besar paus terdampar karena pengaruh cuaca buruk. Pasalnya sudah kedua kalinya ditemukan paus terdampar di wilayah itu. Beberapa tahun sebelumnya, juga ditemukan paus terdampar di wilayah itu, namun ukurannya lebih kecil.
Norce mengatakan, perlu kajian lebih lanjut, karena bisa jadi perairan selatan Papua Selatan itu merupakan jalur migrasi paus. “Sekarang isu ghost fishing dan mikroplastik menjadi ancaman utama untuk mamalia laut dan jenis paus besar lainnya,” jelasnya.
Namun di laut Arafura, khusus wilayah Merauke belum banyak kajian tentang topik ini karena disamping keilmuan, diperlukan juga biaya yang cukup besar. Sisi lain, lanjutnya, jika memang spesies ini dilindungi, tentunya tidak boleh dimakan atau diperjualbelikan.
baca juga : Begini Penanganan Paus Sei Terdampar di Tanjung Simora Kaimana
Informasi yang didapatkannya, masyarakat berencana membuka atau membedah isi perutnya. Tetapi lantaran terlalu besar, jadi tidak bisa dilakukan dan dibiarkan begitu saja. “Saya dapat konfirmasi bahwa darah (paus) terlihat berserakan di lokasi kejadian,” katanya.
“Saya dan teman-teman dari BRIN sedang mengupayakan untuk mendapatkan sampel dagingnya untuk kajian DNA, agar bisa diperoleh jenis spesies dari paus tersebut,” katanya.
Norce menghimbau pentingnya menjaga lingkungan pesisir dan laut agar tetap bersih. Terkadang, katanya, masyarakat tidak sadar bahwa sampah yang dibuang itu sangat berdampak bagi keberadaan spesies yang hidup di laut.
Demikian juga dengan sisa-sisa jaring rusak nelayan yang dibiarkan di lautan bisa menjerat dan mematikan ikan-ikan dan satwa laut yang ada. “Harus ada edukasi kepada nelayan, dan itu sangat penting untuk mencegah hal ini agar tidak terjadi di kemudian hari,” pungkasnya.