Perubahan iklim memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan, tak terkecuali wilayah pantai utara [pantura] Jawa.
Dampak perubahan iklim yang paling dirasakan masyarakat pesisir pantura adalah gelombang laut tinggi maupun ombak besar dan arus kuat, yang dapat menyebabkan abrasi pantai dan merusak permukiman maupun tambak.
Perubahan iklim sendiri dapat didefinisikan sebagai dampak pemanasan global yang melibatkan unsur aktivitas manusia dan alamiah [Sumampow, 2019].
Daerah pantura yang terdampak nyata akibat perubahan iklim adalah Pantai Tambak Raya dan Pantai Karangsong di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Abrasi dan ombak besar mengakibatkan sejumlah tempat yang awalnya dibangun di pantai, saat ini dipenuhi air laut.
Rusaknya prasarana pantai menunjukkan adanya perubahan morfologi alam yang tidak diantisipasi dengan matang. Dampak perubahan iklim yang ditunjukkan dengan kenaikan muka air laut, berlanjut ke abrasi, akresi [tanah timbul], dan banjir rob, telah menghancurkan fasilitas wisata yang telah dibuat.
Kenaikan suhu air laut tentunya didorong oleh iklim laut sekitar. Efek lanjutan kenaikan muka air laut di pesisir Jawa ini menyebabkan otoritas berwenang [Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika/BMKG] mengeluarkan peringatan dini bahaya gelombang tinggi dan potensi banjir rob di pesisir secara periodik. Hal ini sekaligus bisa dijadikan panduan nelayan untuk melaut dan penduduk pesisir sebagai bentuk mitigasi bencana iklim.
Data abrasi di pesisir utara Pulau Jawa diambil dari Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia [2020] menunjukkan bahwa abrasi terjadi hampir di seluruh wilayah pantura. Yang menjadi catatan adalah di beberapa daerah juga terjadi penambahan luas atau panjang garis pantai [akresi] akibat sedimentasi, reklamasi, dan pembangunan industri atau pelabuhan [Suhardi dkk, 2020].
Data abrasi di sebagian wilayah pantai utara Pulau Jawa
No |
Wilayah |
Total abrasi |
Rentang data (tahun) |
|
ha |
km |
|||
1 |
Serang |
277,2 |
2009-2019 | |
2 |
Tangerang |
359,41 |
2006-2019 | |
3 |
Jakarta Utara |
97,5 | 2000-2015 | |
4 |
Bekasi |
560 |
2008-2018 | |
5 |
Karawang |
1,2 |
1940-2018 | |
6 |
Subang |
2,81 |
1996-2019 | |
7 |
Indramayu |
521,86 |
2009-2019 | |
8 |
Cirebon |
2013-2019 | ||
9 |
Brebes |
1313,32 |
1984-2020 | |
10 |
Pemalang |
0,02 |
2009-2018 | |
11 |
Batang |
15,23 |
2006-2018 | |
12 |
Semarang |
489,01 |
|
2005-2019 |
13 |
Demak |
1.933,43 |
|
1995-2015 |
14 |
Jepara |
0,18 |
2010-2020 | |
15 |
Pati |
0,03 |
2011-2019 | |
16 |
Rembang |
15,08 |
2009-2019 | |
17 |
Lamongan |
3,97 |
2014-2020 | |
18 |
Gresik |
689,11 |
2000-2019 | |
19 |
Sidoarjo |
123 | 2013-2019 | |
20 |
Kota Pasuruan |
10,09 |
2013-2019 | |
21 |
Probolinggo |
2,81 |
2009-2019 | |
22 |
Situbondo | 5 |
1999-2019 |
Sumber: Suhardi dkk [2020]
Abrasi juga menyebabkan banyak daerah pesisir terendam. Mengutip Kompas.com [23/6/2022], sekitar 2.000 ha lahan produktif tenggelam menjadi lautan di Kabupaten Brebes. Kondisi ini tentu saja perlu diperhatikan berbagai pihak dalam pengelolaan kawasan pesisir utara Jawa.
Strategi untuk menciptakan kondisi aman, tentunya tidak hanya ditujukan bagi para wisatawan agar mereka dapat menikmati keindahan alam. Namun, perlindungan dari abrasi pantai juga harus menjamin keselamatan penduduk pesisir dan permukiman mereka.
Dua pendekatan
Ada cara yang bisa direkayasa untuk mengendalikan abrasi di kawasan pesisir pantura Jawa. Rekayasa yang dimaksud adalah dalam hal penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat, baik dari segi manajemen, maupun teknik, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Secara garis besar, pendekatan mitigasi abrasi pantai terbagi dua, yakni fisik dan non-fisik. Kegiatan fisik bisa melalui struktur hybrid engineering, sabuk pantai, struktur konkrit, dan penanaman vegetasi pantai.
Vegetasi tidak hanya mangrove, namun bisa disesuaikan dengan ekosistem lain seperti penanaman cemara laut dan akar wangi di hutan pantai [Sufyan, Sukoraharjo, & Santosa, 2020].
Sementara, teknik bangunan yang populer diterapkan di pesisir berupa water break dan tanggul laut. Sebagai contoh, pembangunan tol Semarang – Demak telah menggabungkan jalan tol dengan tanggul laut [Mongabay, 3/7/2020].
Tanggul laut ini digadang-gadang dapat membantu mengatasi abrasi dan banjir rob, meskipun harus ada kajian mendalam terhadap dampak sosial bagi nelayan, petambak, dan pihak lain yang membutuhkan akses langsung ke Laut Jawa.
Kegiatan non-fisik dapat dilakukan melalui kebijakan dan pendekatan ke masyarakat. Secara sosial, kegiatan pemberdayaan dan sosialisasi masih merupakan ujung tombak aspek ini. Sementara, kebijakan relatif berproses untuk jangka panjang.
Selain berpedoman pada standar yang ada, aturan zonasi perlu diperhitungkan dalam pembangunan sarana dan prasarana. Kaidah zona aman seperti lebar sempadan pantai adalah regulasi yang wajib ditaati.
Memang, hingga saat ini, rencana pembangunan dan perlindungan daerah pesisir di tataran pemerintah pusat dan daerah belum terwujud [Kompas, 13/5/2023]. Namun, dengan pengendalian di tingkat kebijakan, diharapkan dapat mengikat multi-pihak untuk mematuhi ketentuan yang ada, demi mewujudkan pengelolaan kawasan pesisir yang tepat.
Jangka panjangnya, manfaat ini tidak hanya bagi pantai utara Jawa, tapi juga untuk keberlanjutan dan keamanan seluruh fungsi lahan di pesisir Indonesia, demi terhindar dampak negatif perubahan iklim.
* Melania Hanny Aryantie [Peneliti Ahli Muda], Widiatmini Sih Winanti [Perekayasa Ahli Muda], dan Khaerul Amru [Peneliti Ahli Pertama], Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih – BRIN. Tulisan ini opini penulis.
Referensi:
Suhardi, I. dan Saraswati, R. [2020]. Perubahan Garis Pantai Pesisir Utara Jawa. Departemen Geografi FMIPA Universitas Indonesia.
Sufyan, A., Sukoraharjo, S. S., & Santosa, E. [2020]. Evaluasi Pertumbuhan Rumput Vetiver Sebagai Pencegah Abrasi di Pantai Wonokerto Kulon, Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kelautan Nasional, 15[3], 143-152.
Nuswantoro. (2020). Menyoal Proyek Tol dan Tanggul Laut Semarang-Demak. https://www.mongabay.co.id/2020/07/03/menyoal-proyek-tol-dan-tanggul-laut-semarang-demak/
Sumampouw, O. J. [2019]. Perubahan Iklim dan kesehatan masyarakat. Deepublish