- Petambangan emas ilegal di Pasaman Barat, Sumatera Barat, terus terjadi. Belum lama ini, petugas mengamankan tujuh penambang emas di perkebunan warga di Jorong Kampung Baru, Nagari Batahan Barat, Kecamatan Ranah Batahan, Pasaman Barat. Kasus mereka segera polisi limpahkan ke kejaksaan untuk proses selanjutnya.
- Sejak setahun belakangan sudah 16 penambang ditangkap di tiga lokasi berbeda. Agung mengatakan, penangkapan itu atas kerjasma tim dibantu informasi masyarakat. Meski sering penindakan namun penambangan ilegal masih saja berlangsung.
- Tommy Adam, Kepala Departemen Kajian, Advokasi, dan Kampanye Walhi Sumbar mengatakan, aktivitas tambang ilegal di Batahan, sering terjadi, bahkan penindakan oleh Mabes Polri beberapa bulan lalu. Namun, tak memberikan efek jera bagi pelaku dan oknum-oknum yang terlibat. Aktor intelektual, pembeking atau pemodal (cukong) mesti ditangkap dan diadili agar ada efek jera. Kalau tidak, tambang-tambang ilegal ini akan terus berulang.
- Walhi Sumatera Barat mendesak, penegak hukum bertindak tegas mencegah kerusakan lebih lanjut pada DAS Batahan, termasuk menangkap pelaku utama.
Petambangan emas ilegal di Pasaman Barat, Sumatera Barat, terus terjadi. Belum lama ini, petugas mengamankan tujuh penambang emas di perkebunan warga di Jorong Kampung Baru, Nagari Batahan Barat, Kecamatan Ranah Batahan, Pasaman Barat. Kasus mereka segera polisi limpahkan ke kejaksaan untuk proses selanjutnya.
Para pelaku ditangkap menambang dengan ekskavator. “Saat ini masih dalam proses sidik. Mudah-mudahan di awal Januari kita limpahkan tersangka dan barang bukti ke kajaksaan,” kata Fahrel Haris, Kasat Reskrim Polres Pasaman Barat, Desember lalu.
Dari tujuh orang yang diamankan, katanya, satu orang dilepaskan karena masih di bawah umur hingga tersangka jadi enam. Satu orang lagi sebagai operator alat berat masih berstatus daftar pencarian orang (DPO).
Tujuh pelaku yang amankan itu dengan inisial AH (34), MA (47), S (40), NA (37), IUM (33), RS (39) dan RS (16). Empat orang dari mereka warga Sumatera Utara, tiga orang warga Pasaman Barat.
“Yang diamankan bertugas sebagai pembantu operator alat berat, sisanya pekerja,” kata Agung Basuki, Kapolres Pasaman Barat.
Penangkapan para pelaku berawal dari informasi warga terkait penambangan emas tanpa izin di perkebunan masyarakat.
Personel Satreskrim dipimpin Kasat Reskrim, Fahrel Haris 28 November lalu langsung menuju lokasi. “Setelah dipastikan ada aktivitas penambangan, barulah sekitar pukul 04.00 WIB personel Satreskrim langsung menangkap dan mengamankan tujuh orang. Satu orang melarikan diri.”
Di lokasi penambangan, polisi mengamankan barang bukti berupa satu ekskavator, tiga karpet penyaringan emas, tiga alat dulang emas, satu selang pipa air, dan emas yang masih bercampur pasir hitam.
Setahun 16 penambang ditangkap, pemodal?
Sejak setahun belakangan sudah 16 penambang ditangkap di tiga lokasi berbeda. Agung mengatakan, penangkapan itu atas kerjasma tim dibantu informasi masyarakat.
Meski sering penindakan namun penambangan ilegal masih saja berlangsung. Tommy Adam, Kepala Departemen Kajian, Advokasi, dan Kampanye Walhi Sumbar, mengatakan, aktivitas tambang ilegal di Batahan, sering terjadi, bahkan penindakan oleh Mabes Polri beberapa bulan lalu. Namun, katanya, tak memberikan efek jera bagi pelaku dan oknum-oknum yang terlibat.
Dia bilang, aktor intelektual, pembeking atau pemodal (cukong) mesti ditangkap dan diadili agar ada efek jera. Kalau tidak, tambang-tambang ilegal ini akan terus berulang.
Walhi Sumbar mendesak, penegak hukum bertindak tegas mencegah kerusakan lebih lanjut pada DAS Batahan, termasuk menangkap pelaku utama.
Dia bilang, penambangan ilegal ini bisa mengancam ekosistem daerah aliran sungai (DAS Batahan.
“Dampaknya terasa di wilayah hilir, di mana kualitas air terpengaruh aktivitas merusak di hulu sungai. Secara potensial, penambangan emas dapat memperburuk erosi, berujung pada bencana ekologis seperti longsor dan banjir bandang,” katanya kepada Mongabay.
Tommy menyebut, Undang-undang Minerba 2020 menetapkan sanksi pidana bagi pelaku penambangan ilegal seperti di Nagari Batahan.
Untuk mitigasi, katanya, pemerintah provinsi sampai nagari harus mempunya perencanaan detil tata ruang mengenai pola pemanfaatan ruang untuk kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah perlu melihat kalau kerusakan lingkungan itu berdampak besar secara ekonomi. Sungai misal, sebelumnya bersih lalu jadi tercemar, berapa banyak kerugian dirasakan masyarakat karena mereka harus membeli air untuk mencuci, mandi atau minum.
“Hingga nilai itu dianggap sebagai nilai ekonomis.”
Belum lagi, katanya, biaya yang ditimbulkan dampak bencana seperti banjir.
“Bahkan nilai ekonomis dari DAS yang sehat lebih tinggi dibandingkan hasil tambang yang dikeluarkan dari DAS itu. Pasokan air bersih dari DAS yang sehat dapat terus dimanfaatkan hingga masa depan.”
*****