- Marine Plastic Research Group (MPRG) Universitas Hasanuddin bekerjasama Mubadala Foundation menginisiasi pembentukan kawasan wisata minat khusus berbasis konservasi penyu di Pulau Salissingan dan Gusung Durian, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.
- Pulau Salissingan masuk dalam zona pemanfaatan kawasan konservasi perairan yang tidak diperuntukkan untuk tujuan perlindungan, namun hanya untuk pemanfaatan wisata, budidaya, dan penangkapan.
- Total area wisata minat khusus penyu di kedua lokasi yang sudah dipetakan seluas 57,21 Ha, masing-masing di perairan Pulau Salissingan seluas 27,77 Ha dan 29,44 Ha di Gusung Durian.
- Pembentukan kawasan wisata minat khusus berbasis konservasi penyu di Kepulauan Balabalakang sendiri adalah bagian dari proyek Mubadala ID2 yang telah berlangsung sejak 2021 dan akan berakhir pada 2024 ini.
Kegiatan konservasi merupakan salah satu cara untuk melindungi dan mengelola sumber daya alam karena semakin meluasnya degradasi lingkungan dan sumber dayanya, baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun antropogenik.
Jika degradasi ini dibiarkan terus menerus maka akan menurunkan jumlah populasi berbagai organisme dan juga menurunkan kualitas lingkungan. Sehingga penetapan kawasan konservasi penting untuk melindungi sumber daya seperti misalnya keanekaragaman genetik, menjaga sistem ekologi dan penyangga kehidupan, serta memastikan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan.
Salah satu sumber daya laut yang mendapat perhatian dalam kegiatan perlindungan dan konservasi adalah penyu.
Ada berbagai upaya konservasi penyu yang bisa dilakukan, salah satunya melalui pembentukan kawasan wisata minat khusus berbasis konservasi, yang saat ini dilaksanakan di Pulau Salissingan dan Gusung Durian, wilayah Kepulauan Balabalakang, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat.
“Tahapannya sudah sampai pada sosialisasi ke masyarakat, terbentuknya peta lokasi kawasan, delineasi batas kawasan wisata penyu, dan pemasangan papan informasi. Usulan ini telah disetujui masyarakat dan pemerintah provinsi, karena saat proses penentuan lokasi wisata melibatkan masyarakat setempat dan telah disosialisasikan dan didiskusikan ke berbagai stakeholders termasuk masyarakat Pulau Salissingan,” ungkap Prof. Chair Rani, Marine Conservationist dari Marine Plastic Research Group (MPRG) Universitas Hasanuddin, di Makassar, Selasa (2/1/2024).
baca : Asa Baru bagi Penyu di Pulau Salissingan Mamuju
Kepulauan Balabalakang, khususnya di Pulau Salissingan dan Gusung Durian, katanya, sangat kondusif untuk kawasan wisata minat khusus ini karena di kawasan ini telah menjadi salah satu alur migrasi penyu yang penting di Indonesia. Namun kondisi padang lamun dan terumbu karang di lokasi tersebut sudah terdegradasi sehingga mengancam populasi penyu.
Pulau Salissingan sendiri masuk dalam zona pemanfaatan kawasan konservasi perairan yang tidak diperuntukkan untuk tujuan perlindungan, namun hanya untuk pemanfaatan wisata, budidaya, dan penangkapan.
“Jadi kehadiran penyu di sana bisa dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Karena obyeknya penyu maka kehadiran penyu adalah hal utama dalam pengembangannya ke depan harus dijaga keberadaannya jika ingin dikembangkan,” jelasnya.
Total area wisata minat khusus penyu di kedua lokasi yang sudah dipetakan seluas 57,21 Ha, masing-masing di perairan Pulau Salissingan seluas 27,77 Ha dan 29,44 Ha di Gusung Durian.
Untuk tiga area wisata di perairan Pulau Salissingan, yaitu Lokasi A yang berada di area transplantasi terumbu karang di bagian selatan pulau dengan luasan 18,03 Ha, lokasi B di bagian selatan pulau yang berbatasan garis dengan luas sebesar 3,19 Ha, dan lokasi C yang berada di bagian barat pulau dan merupakan area transplantasi lamun dengan luas sebesar 6,55 Ha.
“Untuk keberlanjutan dari kegiatan ini, di akhir masa proyek nanti akan diserahkan pengelolaannya ke pemerintah Provinsi Sulawesi Barat melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi untuk dikembangkan dan dimasukkan dalam Rencana Program Pengelolaan Kawasan Konservasi di perairan di Pulau Balabalakang.”
baca juga : Nasib Miris Penyu di Banggai untuk Konsumsi sampai Suvenir
Kehadiran kawasan wisata ini selain akan berdampak pada perlindungan penyu, juga diharapkan akan berdampak secara ekonomi masyarakat pulau, seperti akan berkembanganya penyewaaan perahu, rumah untuk penginapan, toko-toko souvenir dan warung makan untuk wisatawan, dan pemandu wisata.
Menurutnya, penetapan kawasan wisata minat khusus berbasis konservasi ini sendiri bukan hal yang baru di Indonesia. Sudah banyak lokasi wisata pada kawasan konservasi dengan menyediakan zona wisata dalam kawasan pengelolaan daerah konservasi, khususnya di zona pemanfaatan. Di Sulsel misalnya, ada kawasan Taman Nasional Taka Bonerate dan Taman Wisata Alam Laut Pulau Kapoposang.
Pembentukan kawasan wisata minat khusus di Kepulauan Balabalakang sendiri adalah bagian dari proyek Mubadala ID2 yang dikerjakan MPRG kerjasama Mubadala Foundation, yang telah berlangsung sejak 2021 dan akan berakhir pada 2024 ini.
Proyek Mubadala ID2 ini bertujuan untuk menyediakan habitat yang baik bagi penyu di Kepulauan Balabalakang. Untuk mendukung konservasi (migrasi) penyu di pulau-pulau kecil, kondisi ekosistem kritis seperti terumbu karang dan padang lamun yang baik sangat penting.
Terdapat dua kegiatan utama dalam proyek ini, yaitu peningkatan persentase tutupan terumbu karang di Pulau Salissingan dan Gusung Durian, dan peningkatan kepadatan lamun di kedua lokasi tersebut.
“Produktivitas padang lamun memberikan nutrisi bagi terumbu karang, serta sebagai tempat berlindung, pembibitan, dan padang rumput bagi hewan laut, termasuk penyu. Meningkatkan tutupan karang hidup dan lamun merupakan tujuan utama proyek ini,” jelas Chair.
baca juga : Sulawesi Tenggara Masih Daerah Rawan Perburuan Penyu
Tiga Alasan Perlindungan Penyu
Menurut Chair, terdapat tiga alasan utama perlindungan penyu, yaitu dari perspektif hukum, ekologis dan status populasi penyu.
Dari segi hukum, seluruh jenis penyu yang ada di Indonesia telah dilindungi berdasarkan Keputusan Pemerintah No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.20/2018 tentang Jenis dan Satwa yang Dilindungi dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.106/2018 tentang perubahan atas Keputusan No.20/2018 yang menyebutkan enam jenis penyu tergolong hewan yang dilindungi undang-undang.
Selain itu, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) juga memasukkan semua jenis penyu pada Appendix I. Ini berarti bahwa perdagangan penyu secara internasional untuk tujuan komersial juga dilarang.
“Ini diatur dalam Perpres No.43/1978 tentang Pengesahan CITES of Wild Fauna and Flora. KKP juga telah menerbitkan Surat Edaran No.SE 526/2015 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Penyu, Telur, Bagian Tubuhnya, dan atau Produk Turunannya.”
Alasan ekologis, menjaga kesehatan ekosistem laut, di mana penyu yang mencari makan di padang lamun akan meningkatkan produktivitas lamun. Daun lamun yang dimakan penyu akan tumbuh kembali, sebaliknya kotoran penyu akan menambah nutrisi pada padang lamun.
“Selain itu, penyu juga dapat mengendalikan populasi ubur-ubur dan spons di kawasan terumbu karang dengan memanfaatkannya sebagai makanan. Penyu juga menyediakan rumah bagi beberapa hewan dan tumbuhan yang menempel pada karapas penyu sekaligus menyediakan makanan bagi ikan.”
Sementara alasan ketiga terkait status populasi penyu di Indonesia masuk dalam kategori terancam punah. Bahkan populasi penyu sisik (Eretmochelys imbricata) sudah berada dalam kondisi kritis. (***)