Lagi, Gajah Sumatera Mati di Areal Perkebunan di Jambi

Setelah bulan lalu tim Mitigasi Konflik Gajah Frankfurt Zoological Society (FZS) menemukan bangkai gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) di Kabupaten Tebo, pada tanggal 11 September kemarin tim kembali menemukan bangkai gajah. Bangkai gajah ini ditemukan di dalam kawasan konsesi milik PT. Arangan Hutan Lestari yang terletak di tepian sungai Sisip yang masuk kedalam wilayah desa Teluk Kayu Putih, Kecamatan Tuju Koto, Kabupaten Tebo, Jambi.

Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh tim gajah berjenis kelamin betina yang berumur sekitar 5 tahun ini telah mati sejak seminggu yang lalu. Tim telah mengambil sample dari bangkai gajah untuk dianalisis di Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Bogor untuk mengetahui penyebab kematiannya. Bangkai gajah ini ditemukan sekitar 7 kilometer dari tempat ditemukannya bangkai gajah pada bulan Agustus lalu.  Bangkai ini ditemukan oleh tim ketika melakukan penghalauan gajah bersama masyarakat ke daerah pinggiran sungai Sisip. Hingga saat ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi bekerja sama dengan pihak kepolisian setempat masih terus melakukan penyidikan untuk mengungkap pelaku kasus ini.

Bangkau gajah ini ditemukan 7 kilemetr dari bangkai gajah yang ditemukan sebelumnya di bulan Agustus 2013. Foto: FZS
Bangkau gajah ini ditemukan 7 kilemetr dari bangkai gajah yang ditemukan sebelumnya di bulan Agustus 2013. Foto: FZS

“Kedua gajah yang mati ini merupakan kelompok gajah yang biasanya hidup di seberang sungai Sisip yaitu di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT. Tebo Multi Agro (TMA)” ujar Krismanko, koordinator polisi hutan BKSDA Jambi. Menurut Kris sejak sepekan terakhir kelompok gajah ini berada di seberang sungai, di sekitar kebun karet dan kelapa sawit yang ditanam oleh masyarakat. Kawasan di seberang sungai Sisip ini adalah kawasan HTI milik PT. Arangan Hutan Lestari yang dikuasai oleh masyarakat. Aktifitas gajah di daerah perkebunan masyarakat ini terjadi setiap tahun.

Gajah biasanya menyeberang ke perkebunan masyarakat dan tinggal di sekitar kebun selama seminggu. “Berpindahnya gajah ke seberang sungai ini terjadi karena gajah yang hidup di kawasan TMA terganggu oleh aktivitas pembukaan lahan dan oleh karena itu gajah akan mencari lokasi yang lebih aman dan mungkin akan datang lagi ke perkebunan masyarakat” jelas Kris.

PT. TMA adalah penyuplai kayu untuk Asian Pulp and Paper (APP), perusahaan kertas milik Grup Sinar Mas. Diperkirakan jika proses panen hutan akasia milik PT. TMA pada tahun depan dilakukan secara besar-besaran dan tidak mempertimbangkan habitat gajah, kelompok gajah tersebut akan mendatangi kawasan perkebunan masyarakat untuk mencari makan.

Sejumlah barang bukti dikumpulkan dan kini tengah dianalisis di Badan Penyidikan dan Pengujian Veteriner di Bogor untuk mencari penyebab kematian gajah ini. Foto: FZS
Sejumlah barang bukti dikumpulkan dan kini tengah dianalisis di Badan Penyidikan dan Pengujian Veteriner di Bogor untuk mencari penyebab kematian gajah ini. Foto: FZS

Berdasarkan pengamatan FZS hampir semua gajah yang hidup di lanskap Bukit Tigapuluh berada diluar kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Saat ini jumlah kawasan hutan disekitar taman nasional yang menjadi habitat gajah telah berkurang drastis. Berkurangnya luasan hutan ini terjadi akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan, pertambangan, jalan dan pemukiman. Alih fungsi hutan ini mengakibatkan habitat gajah semakin berkurang sehingga gajah terpaksa harus hidup dan mencari makan di kawasan perkebunan akasia milik perusahaan atau perkebunan masyarakat.

Pada tahun 2011 FZS pernah melakukan survey populasi berbasis DNA dikawasan lanskap TNBT. Hasil survey menunjukkan bahwa ada 150 ekor gajah yang hidup di sekitar lanskap TNBT. Sementara kelompok gajah yang berada di sekitar sungai Sisip berjumlah 25 ekor. Jumlah ini tentu saja akan terus berkurang jika kawasan hutan di daerah ini terus dikonversi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,