,

Beginilah Nasib Subak di Bali

Sawah di Denpasar, Bali terus menyusut dan berubah wujud menjadi industri pariwisata, pemukiman dan lain-lain. Data BPS, di Denpasar, hanya sekitar 2000-an hektar sawah. Paling banyak bertahan di Denpasar Utara. Seiring dengan itu, pasokan air terus berkurang karena terjepit bangunan.

Ada kelompok-kelompok  subak yang terus bertahan, seperti subak di Peguyangan. Merekapun berupaya mencari cara agar memberi nilah tambah, misal ingin mengembangkan pematang sawah sebagai jogging track.

“Dalam beberapa pertemuan dengan pemerintah saya sudah usulkan dikembangkan jogging track, agar ada tambahan penghasilan,” kata I Wayan Sukadana, pengurus Subak Sembung. Ia juga bisa mendorong warga lain merasa memiliki dan ingin melestarikan sawah tersisa.

Sukadana kerap ada di kawasan jalur hijau di sepanjang Jalan Ahmad Yani sampai perbatasan Kabupaten Badung. Sedikitnya ada 500 hektar sawah dalam satu hamparan di sini. Ada juga sisa lahan sawah cukup luas di Jl Cekomaria.

Kelompok Subak Sembung sudah membuatkan jalan setapak selebar dua meter, panjang sekitar dua km. Mereka memiliki harapan besar kelestarian jalur hijau ini. “Saya tidak ingin menjual sawah karena sudah turun temurun. Agar dapat perhatian harus ada pengembangan.”

Ada juga I Wayan Jamin, petani kopi Kintamani di Desa Landih, Bangli Bungah. Setelah kopi Kintamani mendapat sertifikat kekhasan geografis, kelompok ini makin menguatkan diri.

Sejak 2005, ada sanksi adat bagi anggota subak kopi yang melanggar kesepakatan menjaga kualitas dan pelestarian lingkungan. Jamin yakin minat petani melestarikan kebun sangat tinggi, jika dibantu teknologi dan pemasaran.

Subak Sukamaju, nama kelompok Jamin menanami kopi 113 hektar dengan petani 180 orang. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman Indonesia memberikan sertifikat produk Indikasi Geografis kopi pertama di Indonesia pada kopi Kintamani karena memiliki rasa khas dan kelompok budidayanya. Dengan paten ini, produk kopi lain tidak boleh menggunakan merek Kopi Kintamani.

Jamin dan Sukadana hanya contoh petani yang kuat bertahan. Banyak kisah tragis petani  yang tak mendapat jaminan kebijakan pemerintah dan alih fungsi lahan di Bali. Petani dibiarkan babak belur berhadapan dengan pemodal yang lebih mementingkan alih fungsi lahan untuk bisnis.

Data Badan Penanaman Modal (BPM) Bali, investasi sektor primer atau pertanian dalam arti luas termasuk peternakan, kehutanan, perikanan, tanaman pangan dan perkebunan paling kecil dibanding sektor lain seperti industri dagang dan pariwisata. Pada 2011, nilai realisasi hanya Rp54 miliar. Angka ini hanya 0,4% dari total realisasi investasi  dalam negeri dan asing sebesar lebih Rp11 triliun.

Investasi untuk bidang tanaman pangan dan perkebunan hanya Rp665 juta atau US$73.000 tahun lalu. Sektor hotel dan restoran realisasi Rp1,8 triliun (US$ 201 juta, kurs Rp9.100).

“Kami memberikan service VIP pada investor pertanian di Bali. Tapi sangat kecil peminat tiap tahun,” kata Suta Astawa dari BPM Bali. Dia mengatakan, sulit mencari lahan luas dan mahal biaya beli atau sewa.

Lahan pertanian yang terjepit perumahan mewah di Bali. Foto: Luh De Suryani
Lahan pertanian yang terjepit perumahan mewah di Bali. Foto: Luh De Suryani

Dia mengakui potensi pertanian Bali sangat tinggi dan beragam tetapi belum menarik investasi. Menurut data BPS, sektor pertanian Bali masih banyak menyerap tenaga kerja, rata-rata hampir 24-30% dalam lima tahun terakhir dan cenderung menurun.

Ironisnya, kontribusi pada pertumbuhan ekonomi terus menurun dari tahun ke tahun.

“Persawahan di Bali compang-camping. Banyak terjadi alih fungsi lahan. Ini menyebabkan banyak sarana irigasi rusak, dan tidak lagi berfungsi efektif,” kata Prof I Wayan Windia, guru besar pertanian Universitas Udayana.

Dia memberi fokus pada masalah air irigasi. Saat ini petani anggota subak mengalami banyak persaingan, khusus kebutuhan air bersih rumah tangga dengan industri (termasuk pariwisata). Banyak sumber air dahulu buat pertanian, beralih ke kepentingan PDAM atau pariwisata.

Kasus seperti ini disebutkan Windia hampir terjadi di seluruh Bali. Namun yang pernah mencuat di permukaan dan menjadi wacana publik adalah kasus mata air Yeh Gembrong di Kabupaten Tabanan. Sebelumnya untuk kepentingan pertanian diambil PDAM dan pariwisata. Hal sama terjadi di Buleleng dan Gianyar. Kasus di Gianyar terjadi pada subak di Kluse, Tegallalang.

Data BPS tahun 2010 memperlihatkan alih fungsi lahan sawah paling massif di Bali, periode 2005-2009, rata-rata lebih 1.000 hektar per tahun persawahan hilang.

Hasil sensus pertanian terakhir menyebut di Bali sekitar 700 rumah tangga pertanian  berkurang tiap bulan. Sensus pertanian BPS secara nasional, dan tiap 10 tahun sekali. Pada 2003, rumah tangga petani Bali hampir 492 ribu, lalu berkurang menjadi 408 ribu tahun ini.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,