Ribuan Batang Kayu Ilegal Ini, Diduga Diambil dari Kawasan Konservasi

 

 

Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Bekantan, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Kalimantan, seksi wilayah III Pontianak, pada 26 April lalu, memeriksa sebuah perusahaan pengetaman kayu di Kota Singkawang. PO Utama Karya yang terletak di Jalan Kridasana, Kecamatan Singkawang Barat, Kota Singkawang tersebut, terkait indikasi penampungan kayu-kayu tanpa dokumen yang sah.

“Informasi dari masyarakat menyebutkan, perusahaan ini menampung kayu dari daerah Serimbu, Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak,” ujar kata Kepala Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah VIII Pontianak, Imam Mulyo Suyono, akhir pekan lalu.

Informasi ditindaklanjuti dengan mengikuti arah truk kayu bergerak. Operasi ini merupakan kerjasama SPORC dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Kalimantan Barat. Tim akhirnya menemukan truk yang sama melintas di Jalan Kridasana, truk membongkar muatan di gudang milik PO Utama Karya.

Tim menggerebek lokasi tersebut. Truk Mitsubishi itu membawa 200 batang kayu. STY (45) merupakan pemilik kayu dan mobil dikemudian PM. Dari hasil pemeriksaan, kayu-kayu tersebut berasal dari hutan alam, tidak berdokumen. “Tidak dilengkapi surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH),” tambah Imam.

STY hanya mengantongi dokumen nota angkutan kayu olahan, dari industri kayu di daerah Anjungan, Kabupaten Mempawah. Sementara  PM menjadi saksi. STY kini sudah menjadi tahanan Rutan Kelas II A Pontianak, sejak 27 April 2017.

Rabu 3 Mei 2017, aparat melakukan penyidikan di gudang itu. Perusahaan ini juga tidak memiliki izin industri primer dari Gubernur Kalimantan Barat. Masih di lokasi yang sama, petugas mendapati 3.900 batang kayu, tanpa SKSHH.

Dugaan sementara, kayu-kayu itu berasal dari Cagar Alam Gunung Nyiut dan hutan lindung di daerah Serimbu, Landak dan Sungai Ledo, Kabupaten Bengkayang. Untuk mendalami asal usul kayu tersebut, penyidik melakukan lacak balak dan lacak dokumen.

“Total barang bukti yang diamankan adalah 4.100 batang kayu ilegal, dengan kubikasi 184,61 meter kubik,” tambah Komandan Brigade Bekantan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan Seksi Wilayah III Pontianak, Hari Novanto. Penyidik juga menyita truk yang dijadikan sarana mengangkut kayu olahan. Nilai ekonomi kayu diperkirakan Rp500 juta.

STY dijerat pasal 83 ayat (1) huruf b dan atau pasal 88 ayat (1) huruf b dan atau pasal 88 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusak Hutan. Penetapan tersangka berdasarkan dua alat bukti, keterangan saksi dan barang bukti 200 batang kayu. STY diancam hukuman penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun, plus denda paling sedikit Rp500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar.

PR (50) pemilik gudang PO Utama Karya juga menjadi tersangka atas kepemilikan 3.900 kayu ilegal. PR dijerat pasal 87 ayat (1) huruf a dan atau ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013. Namun, belum dilakukan penahanan atas PR, karena masih dilakukan pemeriksaan keterangan.

 

Sisa penebangan pembalak liar di Cagar Alam Gunung Nyiut, yang ditinggalkan. Foto: A Pahlevi

 

Gerebek sawmill

Direktorat Polisi Perairan Polda Kalimantan Barat juga menemukan tiga buah sawmill atau perusahaan penggergajian yang menampung puluhan kubik kayu jenis campuran tanpa dokumen penyerta yang sah. Ketiga sawmill tersebut beroperasi di perairan Sungai Kapuas, daerah Pulau Bengawang, Kabupaten Kubu Raya.

Kepala Sub Bidang Penegakan Hukum, Direktorat Polisi Perairan Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Ajun Komisarirs Besar Polisi Gusti Maychandra mengatakan, penyitaan kayu ilegal ini berawal dari kegiatan patroli rutin. Kepala Unit Tindak 2, Inspektur Dua Polisi Lutfhie, mencurigai penggergajian di kawasan tersebut.

Tim menyita 600 kayu berbentuk gelondongan dari ketiga sawmill itu. “Di lokasi sawmill pertama, tetapkan tersangka bernama Rahmat, dengan jumlah kayu gelondongan 600 batang,” tambah Maychandra, Jumat (5 Mei 2017).

Di lokasi kedua, ada 250 batang kayu gelondongan campuran. Di lokasi ini, ditetapkan dua tersangka  yakni Bujang Adin dan Mustar. Di lokasi terakhir, ada 50 batang kayu yang sudah dibawa ke tempat pengolahan dengan tersangka Abdul Rojak.

Berdasarkan pengakuan sementara tersangka, mereka mengangkut kayu-kayu tersebut dari hutan sekitar Kabupaten Kubu Raya. Kayu-kayu ditebang di hutan, dibawa ke sawmill oleh  buruh angkut yang diupah Rp70 ribu per hari. Kayu-kayu diletakkan di pinggir sungai, yang kemudian dibentuk menjadi kayu olahan.

Para tersangka dijerat pasal 82 Undang Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengerusakan Hutan dengan ancaman hukuman pidana penjara selama lima tahun dan denda sebanyak Rp2,5 miliar.

Sebelumnya, Polresta Pontianak juga menggagalkan penyelundupan ratusan kayu belian dan bengkirai ilegal asal ketapang. Empat orang, terdiri dari pemilik dan sopir ditetapkan sebagai tersangka, sementara seorang lainnya melarikan diri.

Ratusan batang kayu tersebut terdiri dari 789 batang kayu belian dengan berbagai ukuran  yang akan dikirim ke pemesan di Rasau Jaya, Kubu Raya, dan Pontianak. Sementara 97 batang kayu Bengkirai olahan akan dikirim ke Jakarta.

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,