Kala Warga Resah Penambangan Pasir di Sungai Batanghari

 

 

Bayumi, warga Kelurahan Tanjung Johor,  Kecamatan Pelayangan, menatap geram beberapa ponton berjejer dengan mesin besar penyedot pasir. Sekitar setahun ini, mesin penyedot pasir kucing-kucingan dengan warga dua kelurahan, di Kelurahan Tanjung Johor dan Tahtul Yaman.

“Ini kami kejar, operasi penyedotan pasir berhenti. Kalau kami berhenti ngejar datang lagi. Sudah hampir setahun gini terus. Dampaknya kami yang merasakan,” katanya.

Bayumi mengajak saya melihat mesjid tua tepat di pinggir Sungai Batanghari. Mesjid Al Kahfi, salah satu mesjid tertua di Kota Jambi. Beberapa bagian dinding terlihat retak, permukaan lantai keramik turun di beberapa sudut mesjid. Belum lagi turap-turap sudah longsor, menambah kekhawatiran masyarakat jika musim hujan datang.

“Kalau sudah kemarau panjang, pas hujan sesekali, kami langsung cemas, apalagi malam. Jangan-jangan rumah kami yang ado di pinggir sungai hanyut,” katanya.

Dia mengatakan, satu kapal besar penyedot bisa menampung hingga 5.000 ton pasir. Penyedotan sebanyak dua kali dalam sehari.

Nyedotnya sekarang sudah berani siang. Sesekali malam hari.”

Salmanto, Lurah Tahtul Yaman, mendukung upaya masyarakat memaksa penutupan usaha galian C yang meresahkan.

Dia bersama Forum Ketua RT, pada 2015 sudah berupaya penutupan paksa penambangan pasir. Penghujung 2016, usaha mulai bermunculan dan makin liar.

“Penyedotan pasir harus segera dihentikan, apapun yang terjadi saya selalu mendukung warga hentikan kegiatan itu. Kalau masih, habislah rumah-rumah warga di tepi sungai. Mesjid sudah mulai turun tanahnya,” katanya.

 

Pinggiran sungai mengalami penurunan muka tanah. Foto: Elviza Diana

 

 

Tutup mata

Berbagai upaya ditempuh, Masyarakat Kelurahan Tahyul Yaman dan Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan Pelayangan Jambi, mulai mengusir langsung bersama-sama hingga mengirimkan aduan tertulis ke DPRD Jambi.

Abdul Rahim, Ketua Lembaga Adat Kelurahan Tahyul Yaman mengatakan, sejak 2016, mereka sudah berusaha mengusir dan menyurati. Bahkan setiap pejabat yang mengunjungi kampung, dia berinisiatif menyampaikan keluhan masyarakat terkait aksi ilegal penambangan pasir ini.

Kenyataan, penyedotan pasir masih berlangsung hingga kini. “Dulu sempat berhenti sementara, sekarang mulai lagi. Kami meminta kepada penambang pasir menghentikan kegiatan, atau pindah lokasi lain. Jangan di kampung kami,” katanya.

Rahim kecewa dengan tak ada upaya pemerintah dalam menertibkan penambangan pasir ilegal ini. “Mereka sudah pasti tak memiliki izin, tetapi beroperasi tanpa takut. Mustahil pejabat itu tidak melihat. Ini terang-terangan, kenapa ini masih dibiarkan,” katanya.

Junaidi Singarimbun, Ketua Komisi III DPRD Kota Jambi mengatakan, akan tinjauan lapangan jika ada aduan dari masyarakat.

“Kita akan turun ke lapangan kalau ada aduan, sekarang belum ada. Kalau ada, kita akan tindaklanjuti memanggil instansi terkait seperti Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi. Sampai saat ini kami belum terima surat aduannya,” katanya.

Dia tak akan ragu memaksa pelaku usaha penambangan pasir menutup operasi jika menemukan kerusakan dan jika tak memiliki izin. “Ini sudah merusak dan menggangu masyarakat, harus ditutup.”

Dari data Dinas ESDM Jambi, tak ada satupun izin galian C di Kota Jambi. “Kota Jambi bukan wilayah tambang. Pemerintah Kota Jambi juga tak mengajukan wilayah ini sebagai penghasil tambang,” kata Gamal Husein, mantan Kepala ESDM Jambi.

Agus Maryono, dosen Sumber Daya Air Universitas Gadjah Mada juga pelopor restorasi sungai menyebutkan, penyedotan pasir akan berakibat pada kerusakan ekologi dasar sungai dan tempat hidup fauna dan flora akuatik.

Penambangan pasir dalam waktu panjang dan terus menerus, katanya, akan mengakibatkan erosi. “Kalau pasir bukan lumpur atau sedimen halus lain yang diambil. Kemungkinan besar kerikil juga disedot. Kerikil yang tesedot akan berdampak pada kerusakan ekologi dasar sungai. Pasti akan erosi.”

Dia mengatakan, penting kesadaran masyarakat demi pelestarian sungai. Sungai, katanya,  memiliki peran sebagai pemasok air, menanggulangi banjir dan kekeringan, alat transportasi, pusat peradaban dan budaya, dan fungsi lain-fungsi lain.

 

 

 

 

 

 

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,