Seekor Beruang Madu Terpaksa Tinggalkan Tangannya Dalam Jerat Demi Kebebasan

Tujuh hari setelah terjerat di kebun sawit warga di Desa Tanjung Sari, Indragiri Hulu Riau, seekor beruang madu (Helarctos malayanus) akhirnya berhasil melepaskan diri meski harus meninggalkan tangan kirinya dalam jeratan pada hari Minggu 3 Februari 2013 silam.

Beruang madu dewasa tersebut terikat dalam jeratan binatang liar yang sengaja dipasang seorang warga setempat pada 28 Januari lalu. Sejak itulah beruang berbulu hitam pada seluruh badannya kecuali wajah dan sebagian lehernya itu hanya bisa meronta kesakitan. Petani sawit yang menyaksikannya merasa sedih dan takut. Ketakutan itu bukan pada sang beruang yang terjerat, tapi beruang dewasa lainnya yang berkeliaran di sekitar lokasi jeratan seperti mengawasi kawannya yang terjerat.

Otoh Basir (52) warga Desa Tanjung Sari mengaku kasihan pada sang beruang. Namun karena tidak berani dan tidak mengetahui cara melepaskan beruang madu itu dari jeratannya, Basir hanya bisa membantu dengan memberikan minuman, gula pasir dan memantau dari kejauhan.

“Saya tahu ini binatang dilindungi. Makanya tidak kami bunuh. Saya coba bantu kasih minuman dengan cara melemparkannya. Setelah saya kasih gula pasir, dia ndak meraung lagi. Yang kami takutkan adalah beruang satunya lagi itu. Sepertinya marah,” kata Basir kepada Mongabay hari ini.

Balai BKSDA Riau mengaku menerima informasi tersebut pada Minggu siang kemarin dan langsung menurunkan anggotanya untuk memulai penyelamatan. Namun sayang, 2 jam sebelum tim tiba di lapangan, sang beruang sudah lepas dan hanya menyisakan bagian tangan kirinya akibat luka membusuk dalam jeratan yang terbuat dari tali sling kendaraan. “Sisa tangannya dibawa tim,” kata Basir.

Ahmad Saerozi, Kepala Balai BKSDA Riau sangat menyayangkan laporan warga yang masuk ke kantornya seminggu setelah beruang terjerat. “Waduh kasihan… Saya sangat berharap warga bisa melaporkan kejadian seperti ini lebih awal lagi sehingga bisa melakukan pertolongan. Kasihan kemarin kita terlambat. Petugas kami itu 24 jam siap melakukan pertolongan kalau ada satwa dilindungi yang terjerat atau butuh bantuan,” katanya.

Menurut Saerozi, keberadaan satwa dilindungi di perkebunan atau pemukiman disebabkan banyak faktor yang di antaranya adalah hilangnya hutan habitat mereka. Kasus beruang beruang sendiri, menurutnya ada faktor khusus. Beruang adalah satwa yang hidup berkoloni. Namun jika sudah berusia tua, beruang itu akan memisahkan diri. “Faktor kedua, beruang itu terlepas dari kelompoknya dan faktor ketiga habitatnya sudah berkurang,” ujarnya.

Menurut Basir, hutan di sekitar Desa Tanjung Sari, Kecamatan Kuala Cinaku memang semakin berkurang karena aktifitas perusahaan bubur kertas dan juga sebagiannya dibuka untuk perkebunan sawit.

“Ini kejadian ketiga dalam dua tahun terakhir. Itu muncul karena lahan hutan sudah habis. Perusahaan yang menggunduli hutan kita. Tahun lalu ada harimau. Sekarang kita makin sering mendengar auman harimau. Tapi sejauh ini belum ada belum ada korban. Cuma kita takut-takut berladang,” katanya.

Menurut lembaga serikat antarbangsa bagi konservasi alam – IUCN, beruang madu masuk kategori rentan dalam daftar merah mereka. Kepunahannya disebabkan skala besar deforestasi di hutan-hutan di Asia termasuk Sumatra. Selain ancaman deforestasi, penurunan populasinya juga didorong oleh pemanfaatan anggota tubuh beruang untuk kebutuhan komersil.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,