LSM Lingkungan Kanada Khawatirkan Dampak Lingkungan Bisnis Gas Alam Cair Sukanto Tanoto di British Columbia

Kredibilitas atau cap sebagai pebisnis tak ramah lingkungan pengusaha asal Indonesia, sekaligus orang terkaya kelima Indonesia tahun 2013 menurut daftar majalah Forbes, Sukanto Tanoto nampaknya menimbulkan kekhawatiran tak hanya di dalam negeri, namun juga di benua Amerika.

Pengusaha pemilik pabrik pulp and paper, APRIL yang menaungi PT Riau Andalan Pulp and Paper baru-baru ini membeli sebuah pelabuhan kecil bekas sebuah pabrik pulp and paper milik perusahaan bernama Woodbridge melalui anak perusahaannya yang bernama Pacific Oil & Gas untuk mengoperasikan fasilitas produksi gas alam cair berskala kecil di kota Squamish, British Columbia, Kanada.

Namun langkah investasi yang dilakukan oleh Sukanto Tanoto ini, seperti dilansir oleh theprovince.com mendapat perhatian serius dari pemerhati lingkungan setempat, karena dikhawatirkan menimbulkan dampak ingkungan seperti yang selama ini dilakukannya bersama kerajaan bisnis pulp and paper APRIL bernilai 12 miliar dollar yang dikuasainya. Kekhawatiran ini berkaca dari sejumlah kerusakan hutan dan habitat satwa liar yang ada di Sumatera yang diakibatkan oleh ekspansi perkebunan yang digunakan untuk menyuplai bahan mentah untuk bubur kertas.

Lahan pelabuhan seluas 86 hektar di Squamish ini dibeli sekitar bulan Februari 2013 silam dengan harga sekitar 25.5 juta dollar AS dari Western Forest Products.

“Usaha yang dimilikinya menjadi salah satu penyebab utama deforestasi hutan tropis dan lahan gambut di Indonesia,” ungkap juru kampanye Greenpeace di Kanada, Shane Moffatt. “Data pemerintah menyatakan bahwa 60% dari suplai bahan mentah untuk kertas berasal dari kayu hasil tebangan di hutan alam. Sementara janji untuk melakukan konservasi tak pernah ditepati. Sepanjang perusahaannya masih berjalan, masa depan berbagai satwa liar termasuk harimau Sumatera akan kelam. Kami akan mempertanyakan rekam jejak yang dimilikinya selama ini, terutama dampak yang akan terjadi terhadap Kanada.”

Perusahaan milik Sukanto Tanoto bernama Pacific Oil & Gas ini rencananya akan mengoperasikan pelabuhan baru ini untuk melakukan aktivitas pengiriman gas alam cair ke pasar internasional. Hal ini diamini oleh Presiden Pacific Energy Corp, Ratnesh Bedi yang berbasis di Singapura,”Perusahaan kami sudah dalam tahapan awal perencanaan. Jika disetujui, maka hal ini kan membuka lapangan kerja, pemasukan pajak dan keuntungan ekonomi lainnya bagi kawasan itu.” Bedi menambahkan bahwa pipa berukuran 25 cm dari wilayah Coquitlam akan dipasang untuk mengalirkan gas. Sementara kapasitas ekspor setiap tahunnya diperkirakan akan mencapai dua juta ton, sekitar sepersepuluh dari yang dihasilkan di kilang yang sudah lebih dulu dibangun di Kitimat.

Pihak Sukanto Tanoto sendiri melalui situs resmi perusahaannya mengatakan bahwa pihaknya belajar dari berbagai kesalahan masa lalu dalam sektor lingkungan, dan tengah berupaya memperbaiki praktek produksi yang lebih ramah lingkungan di masa mendatang. Usaha pria berusia 63 tahun yang kini menduduki pria terkaya kelima di Republik Indonesia ini, tersebar luas mulai dari perkebunan kelapa sawit, pabrik penghasil kertas dan kini bidang energi. Dari data yang didapat dari situs resmi perusahaan ini, aset perusahaan ini kini mancapai 12 miliar dollar AS dan mempekerjakan sekitar 50.000 karyawan di seluruh dunia.

Laporan Eyes on the Forest menyebutkan, APRIL merupakan pelaku terbesar untuk perusakan hutan di Riau. Perusahaan ini menebang sedikitnya 140.000 hektar hutan tropis, sebagian besar terletak di lahan gambut pada 2008 dan 2011. Dalam periode itu,  APRIL bertanggung jawab atas hilangnya hampir sepertiga hutan alam di Riau.

Meskipun telah beroperasi selama 17 tahun dan memiliki konsesi atas  10 persen wilayah daratan Riau, perusahaan ini masih bergantung pada hutan tropis. “Setelah penghancuran hutan di Riau, kini APRIL memperluas operasi di Borneo,” ujar Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF-Indonesia dalam sebuah wawancara pertengahan Februari 2013 silam dengan Mongabay-Indonesia.

Setelah 2009, komitmen-komitmen publik yang dibuat APRIL dalam mempertahankan hutan dan tidak menggunakan kayu alam hanya sebatas pencitraan ataugreenwash. Di Riau, APRIL mengambil kayu alam dari konsesi, yang menurut kriteria  UU Tata Ruang sebagai kawasan hutan lindung.

Sistem kerja perusahaan ini,  menyebabkan konflik serius dengan masyarakat lokal, terutama hilangnya kepemilikan hutan dan lahan adat masyarakat, dan degradasi sumber daya alam.“Duapertiga area konsesi yang memasok perusahaan ini di Riau terletak di lahan gambut, lalu menjadi terdegadrasi, kering dan terdekomposisi. Ini menghasilkan emisi gas rumah kaca secara konstan,” tambah Foead.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,