, , ,

Koalisi Masyarakat Sipil: Badan REDD+ Jangan Terjebak Proyek

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global mengingatkan Badan Pengelola REDD+  agar tak terjebak pendekatan proyek karena permasalahan kehutanan di Indonesia, begitu kompleks. “Ia  tidak bisa diselesaikan hanya dengan proyek REDD+. Yang menjadi permasalahan bukan dana, melainkan kejelasan langkah dan kemauan politik,” kata Teguh Surya, Forest Political Campainger Greenpeace SEA –Indonesia, di Jakarta, Senin (9/9/13).

Koalisi juga menilai, pembentukan lembaga REDD+ seakan tak disertai evaluasi memadai terhadap lembaga-lembaga non struktural yang ada lebih dari 80 unit. Kajian menunjukkan, sebagian besar lembaga-lembaga ini tak berjalan efektif tetapi sangat efisien dalam menghamburkan uang negara.

Saat ini, Badan REDD+ bisa jadi sudah disunat sana sini dan kemungkinan hanya memainkan peran minor bila dihadapkan dengan institusi mapan seperti Kementerian Kehutanan, Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Kementerian Pertanian. “Kementerian ini yang seharusnya menjadi target utama upaya penurunan emisi.”

Badan REDD+,  juga dipandang mengulang jebakan kompromistis lembaga-lembaga serupa yang akhirnya hanya mempunyai kewenangan koordinatif dan komunikatif. “Banyak bukti koordinasi hanya menjadi pepesan kosong dan pemanis bibir,” ucap Teguh.

Seharusnya, badan ini diberi ruang mengevaluasi kinerja berbagai sektor, termasuk kehutanan, tambang dan perkebunan maupun pertanian, terutama dalam kaitan pelepasan emisi.

Pembentukan Badan REDD+ ini dinilai terjebak dalam kompromi antarsektor. Lembaga ini, telah kehilangan kesempatan meninjau perilaku deforestasi terpimpin yang digawangi sektor ekstraktif. Badan ini pun tak cukup kuat memberi diagnosa kebijakan yang tepat.

Tak hanya itu. Perpres ini dibentuk menjelang Pemilu 2014, di mana, transaksi dan ongkos politik mulai dikumpulkan oleh berbagai partai. Untuk itu, kewenangan lembaga yang banyak menyinggung isu pendanaan REDD+ ini patut dijaga dari korupsi politik.

Kebakaran hutan di Rokan Hulu. Koalisi Masyarakat Sipil khawatir Badan REDD+ hanya terjebak proyek penyelamatan hutan, hingga masalah sektor kehutanan yang begitu kompleks termasuk kasus kebakaran yang terjadi tahunan, tak akan tersentuh. Foto dari Facebook Hutan Riau
Kebakaran hutan di Rokan Hulu. Koalisi Masyarakat Sipil khawatir Badan REDD+ hanya terjebak proyek penyelamatan hutan, hingga masalah sektor kehutanan yang begitu kompleks termasuk kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tiap tahun tak akan tersentuh. Foto dari Facebook Hutan Riau

Deddy Ratih, Bioregion and Climate Campaigner Walhi menambahkan, REDD+ hanya satu bagian dari upaya mitigasi.  “Jadi mengistimewakan REDD+ sebagai solusi mitigasi justru berakibat pada penurunan emisi gak rumah kaca yang tak signifikan.”

Menurut dia, jika melihat skenario penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), dari sektor land use land use change and forest hanya berkontribusi 14 persen– pada level 26 persen. Sektor lain seperti energi dan perhubungan, industri dan sampah dan lain-lain seakan tak menjadi perhatian pemerintah.

“Walhi meragukan keefektifan badan ini karena tak akan mampu mengkoordinasikan lintas sektor dan sebagaimana perpres,  badan ini tidak mempunyai kewenangan yang mampu memaksa kementerian dan lembaga lintas sektor tunduk dan mengikuti arahan dari badan itu.”

Dengan berbagai pertimbangan ini, koalisi mendesak pemerintah memperjelas langkah-langkah jangka pendek, menengah, dan panjang yang akan dijalankan badan. Tentu, terlebih dahulu mengevaluasi menyeluruh kelembagaan sebelumnya.

Koalisi juga meminta langkah-langkah kongkret penyelesaian berbagai permasalahan kehutanan yang tertuang dalam Strategi Nasional REDD+.  Termasuk review izin, penegakan hukum pada pendorong deforestasi utama, dan pengamanan hak tenurial dan wilayah kelola masyarakat adat dan lokal. Juga, penyelesaian konflik kehutanan berbasis hak dan memastikan kepatuhan berbagai kementerian atau lembaga berdasarkan garis-garis kebijakan Stranas REDD+.

Mereka meminta,  pemerintah tak mengklaim pembentukan Badan REDD+ ini sebagai tindakan melampaui business as usual. Kecuali jika diikuti perombakan mendasar pada tata kelola lembaga-lembaga terkait seperti Kehutanan, Pertambangan dan Perkebunan.

Pemerintah juga diminta tak menjadikan pasar karbon sebagai sumber pembiayaan bagi perbaikan hutan. Mengapa?  Karena tak dapat diandalkan dalam menghasilkan pengurangan emisi GRK dan tak akan memberikan perlindungan hutan tambahan dan keadilan lingkungan.

Koalisi ini terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil, antara lain, Walhi, Greenpeace, HuMa, ICEL, Forest Watch Indonesia, Debt Watch Indonesia, JKPP, AMAN dan lain-lain.

Perpres No.62_2013 tentang Badan Pengelola REDD+

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,