Harun, Kepala Trantip Kecamatan Medang Kampar, Kota Dumai mendadak mendatangi Kantor Polres Dumai, Selasa siang kemarin (25/2/2014). Ia datang sendirian dan terlihat tergesa-gesa untuk memberikan laporan tentang kebakaran hutan dan lahan di daerahnya yang dalam sepekan terakhir tidak kunjung padam malah semakin luas.
“Ini kebakaran sejak 19 Februari kemarin sampai sekarang tak bisa dipadamkan. Air tak ado. Kering semua dah. Nak dipadamkan pakai apo. Makanya kami melapor,” saat berbincang dengan Mongabay melalui sambungan telpon siang kemarin.
Di Medang Kampai, tempatnya bertugas, titik api semakin mengganas. Sekitar 109 jiwa warganya sudah mulai mengungsi ke rumah keluarga lainnya. Data titik api di Kota Dumai kemarin dilaporkan mencapai 16 kejadian. Di daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Bengkalis itu kebakaran hutan setidaknya mencapai 600 hektar dengan rincian 200 hektar di Dusun Bukit Subuh dan 400 hektar di Bukit Lengkung, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis. Ini belum termasuk kebakaran skala kecil di bawah 2 hektar. Selain itu sepetak rumah juga hangus terbakar rambatan api gambut.
Bahkan Senin malam ia menerima kabar di daerah Barak Aceh, Desa Selingsing, Bengkalis, bahwa warga telah melihat jejak harimau di sekitar hutan yang terbakar. “Sekarang dah mulai nampak jejak beliau (harimau Sumatra) tu. Ini buat kita makin takut. Makanya sekarang kami nak lapor minta bantuan ke kepolisian agar ada yang standby di sana,” katanya.
Frustrasi yang sama juga disampaikan pejabat di kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis saat dihubungi Mongabay kemarin. Kebakaran gambut hebat sejak sepekan terakhir di Dusun Bukit Lengkung, Desa Tanjung Leban telah menyebabkan satu madrasah dengan tiga ruangan dan 4 unit rumah warga terbakar.
Selain itu sekitar 35 kepala keluarga dengan jumlah 122 jiwa telah mengungsi ke rumah sanak saudaranya sejak minggu lalu. Dari jumlah itu terdapat balita 20 jiwa, anak-anak 27 jiwa dan orang dewasa 65 jiwa.
“Sementara (ini) belum ada pemadaman dari provinsi. Yang ada Satpol PP, Damkar kecamatan. Hujan belum turun. Titik api bukannya berkurang, malah bertambah,” kata pejabat yang tidak mau disebutkan namanya itu.
Kefrustrasian pemerintah di tingkat desa dan kecamatan dikarenakan tidak tampaknya bantuan pemadaman dari pemerintah provinsi atau satuan badan penanggulangan bencana nasional. Sementara jumlah warga yang mengungsi semakin bertambah. Penanganan kabut asap kali ini dirasakan berbeda dengan apa yang dilakukan pada bencana kebakaran hutan pertengahan tahun lalu.
Gubernur Riau, Annas Maamun yang sudah merasakan kabut asap sejak sepekan lalu dilantik kini mulai risau. Setelah mendapat laporan dari pemerintah kabupaten kota, kemarin, ia menyatakan ini adalah kejadian luar biasa dan status tanggap darurat bencana asap. Dan hari ini Ia akan mengirim surat untuk minta bantuan pemerintah pusat.
“Riau sudah masuk dalam kejadian luar biasa dan menetapkan status tanggap darurat karena 7 kabupaten-kota sudah menyatakannya dan besok kita kirim surat ke pusat untuk minta bantuan. Dana yang 10 miliar sudah itu sudah bisa digunakan,” ujar Annas Maamun di Pekanbaru kemarin, seperti dilaporkan ANTARA.
Tanggap darurat ini ditetapkan Gubernur Riau setelah mendapat laporan jatuhnya korban 22.301 orang terserang infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan kabut asap yang telah berlangsung sejak bulan lalu. Termasuk setelah beberapa pekan lamanya murid kelas satu hingga kelas tiga sekolah dasar diliburkan di sejumlah kabupaten/kota.
Kini kepekatan kabut asap semakin tebal. Hal ini telah mengganggu aktifitas penerbangan dan kegiatan ekonomi masyarakat. Meski titik api dilaporkan jumlahnya menurun di bandingkan pada Senin lalu yang mencapai 1.234 titi api, Selasa kemarin terpantau hanya 97 kejadian. Konsentrasi titik api tetap berada di Kabupaten Bengkalis sebanyak 41 titik. Satelit Terra Aqua yang menjadi rujukan pemerintah ini juga mendeteksi titik api di Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak 31, Indragiri Hilir 5 titik, Pelalawan 7 titik dan Siak 13 titik.
“Belum ada dilaporkan adanya hujan di Riau sejak kemarin. Jadi kemungkinan titik apinya masih di sana dan tidak terdeteksi mungkin dikarenakan perbedaan suhu yang menjadi ukuran pendeteksian satelit Terra Aqua ini. Pagi tadi dilaporkan 145 sementara sorenya ada 97 karena suhu yang jadi ukuran di sini adalah 47 derajat selsius dengan luasan 500 meter persegi,” ujar Bibin, analis BMKG Pekanbaru sore kemarin.
Namun menurut Bibin pekatnya kabut asap di Pekanbaru merupakan dampak dari pergerakan angin. Sebab di Pekanbaru sendiri tidak ditemukan titik api.
“Angin bergerak dari arah timur laut ke selatan hingga selatan barat daya. Jadi geraknya ke arah daratan Sumatra. Sementara prakiraan adanya peluang hujan akan terjadi di akhir pekan di Pekanbaru, Rohul, Kampar dan Kuansing. Ini malah bukan daerah yang terpantau titik api,” katanya.
Selain dampak titk api telah dirasakan masyarakat Riau, berdasarkan analisa yang dilakukan Greenpeace bahwa selama minggu kedua Februari, sebanyak 95 persen titik api kali ini terjadi di lahan gambut kaya karbon. Selain itu sebanyak 857 titik api terpantau di habitat harimau Sumatra yang semakin membuat harimau Sumatra dan satwa liar lainnya semakin tertekan.