Waktu menujukkan pukul 14.30 WIT di handphone saya. Panas terik matahari dan hebusan angin laut terasa di “Warung Pojok” jalan bypass Sanur, Denpasar. Saya bertemu untuk kesekian kalianya dengan penggebuk drum grup band Superman Is Dead, yang akrab disapa Jerinx. Lelaki bernama lengkap I Gede Ari Astina ini, menggunakan kaos berwana hitam, bertopi terbalik warna hitam, celana berwarna biru, memakai kalung dan jam tangan warna silver serta di kedua tangan, leher dan kakinya terukir tatto berbagai bentuk saat saya temui 23 Maret 2013 kemarin.
Kegelisahan Jerinx terhadap ancaman dan kerusakan lingkungan di tanah kelahirannya membuat ia dan berbagai koleganya yang terdiri dari berbagai kalangan tergabung dalam Forum Relawan Tolak Reklamasi (ForBali) terus memperjuangan tanah Bali agar tetap lestari. Ia cemas karena Bali terus di rusak hanya karena kepentingan penguasa dan pengusaha yang serakah dan menjual Bali hanya karena uang. Mongabay-Indonesia mewawancari Jerinx untuk kedua kalinya, setelah setahun sebelumnya mewawancarainya tentang kondisi lingkungan di Bali. Berikut petikannya:
Mongabay-Indonesia: Bagaimana Bli melihat kondisi lingkungan di Bali saat ini?
Jerinx: Tambah parah kondisi lingkungan di Bali saat ini. Makin banyak pembangunan hotel yang merusak lingkungan dan ancaman bencana krisis air di Bali.
Mongabay-Indonesia: Bagaimana menurut Bli terkait penangkapan empat warga di Bali yang menolak Reklamasi oleh aparat kepolisian?
Jerinx: Saya melihatnya simple saja. Penangkapan itu adalah cara penguasa dan investor untuk menakut-nakuti kami dan desa lainnya.
Mongabay-Indonesia: Bagaimana tanggapan Bli terkait pernyataan bahwa aksi Bli dan kawan-kawan aktivis lingkungan lain disebut tidak nasionalis dan merusak persatuan bangsa?
Jerinx: Gini saja sekarang, ingin nasionalisme yang rill, atau nasionalisme palsu. Kita kelihatan bersatu tapi kenyataannya kita dijajah. Kita kelihatannya baik-baik saja, tapi kita sebenarnya dijajah bangsa sendiri, dijajah asing secara tidak langsung. Nah, sekarang mau nasionalisme yang terlihat bersatu tapi nyatanya dijajah atau nasionalisme yang dilandasi cinta kepada Negara. Secara otomatis, jika kita cinta sama Negara berarti kita tidak mau dijajah. Salah satu cara melawan penjajahan ini adalah dengan menyampaikan kebenaran. Dan itulah tugas aktivis dan LSM yaitu menyampaikan kebenaran. Seberapa buruknya kebenaran itu harus disampaikan. Ketika kebenaran itu sudah disampaikan, maka peluang untuk munculnya perubahan yang lebih baik itu sangat besar. Ketika kebenaran tidak pernah disampaikan dan opini yang dianggap riskan itu diredam terus maka kita tidak akan pernah kemana-mana dan tidak akan ada perubahan.
Mongabay-Indonesia: Bagaimana menurut Bli tekait tindakan aparat yang lebih membela penguasa dan pengusaha dibandingkan rakyat/warga Negara ?
Jerinx: Melihat kondisi arapat yang lebih membela penguasa dan pengusaha dibanding rakyat saya tidak heran sih. Sekarang saja mau menjadi polisi saja masih ada yang menyogok. Jadi selama masih menghamba pada sistem, seperti menjadi polisi harus nyogok, artinya kita sudah menyerah dengan sistem yang korup. Ketika sudah masuk sistem tersebut dan masuk dengan cara menyerah otomatis ketika bekerja akan masuk juga ke sistem yang korup tersebut. Nah kalau dikembalikan kenapa polisi di Indonesia lebih memihak penguasa dan investor ketimbang rakyat? Karena dari awal mereka juga membela budaya korup.
Mongabay-Indonesia: Menurut Bli, bagaimana pembangunan di Bali yang ideal, yang tidak merusak lingkungan di Bali, bisakah ?
Jerinx: Pada dasarnya saya pribadi tidak anti pembangunan. Kawan-kawan ForBALI juga tidak anti pembangunan. Namun yang kita minta itu simple saja, yaitu pembangunan yang benar. Pembangunan yang tidak melukai struktur sosial masyarakat Bali dan tidak melukai atau merusak ekologi.
Mongabay-Indonesia: Apa ancaman terbesar di Bali terkait kondisi alam dan lingkungannya kedepan ?
Jerinx: Nah ini, yang saya lihat paling parah di pembangunan Bali, bisa kita lihat contoh seperti yang ada di Bali selatan. Saat ini di Bali selatan sudah over populated, namun sampai saat ini masih dibangun terus. Nah mungkin nanti setelah beberapa tahun, mungkin sepuluh tahun baru pembangunan pindah ke daerah lain di Bali. Nah yang saya takutkan, ketika pindah ke daerah lain bukannya belajar dari kesalahan yang terjadi di Bali selatan namun meniru apa yang terjadi di Bali selatan. Nah ketika Bali utara sudah over populated juga dan Bali sudah semakin sempit maka ide-ide reklamasilah yang kemudian muncul. Memang siapapun perlu uang untuk hidup, tapi jangan sampai uang itu menghancurkan nurani kita sebagai manusia. Manusia itu makhluk sosial, kita perlu alam, manusia perlu struktur sosial yang sehat untuk hidup. Nah sekarang di Bali selatan saya melihat struktur sosialnya sudah tidak sehat. Kalau Bali lama-kelamaan seperti Bali selatan semua maka kita hanya bisa menjadi budak di tanahnya sendiri. Nah jika itu yang terjadi, berarti kita sebagai manusia sudah tidak bernurani. Lebih mementingkan kapital saja. Jadi jangan sampai kapital menjadi Tuhan. Bali kan Pulau Seribu Pura dan Pulau Seribu Dewa, tapi kenapa seolah-olah Bali ini tuhannya hanya satu saja yaitu uang. Jadi jangan sampai kapitalisme menjadi tuhan di Bali. Itu saja.
Mongabay-Indonesia: Bli juga mulai prihatin terhadap banyaknya tanaman sawit yang merusak hutan dan merusak habitat satwa Indonesia, mengapa ?
Jerinx: Jelas saya tidak setuju terhadap perusakan hutan menjadi perkebunan sawit. Tapi sekarang yang kita perlukan adalah solusinya. Sebenarnya pangkal masalahnya satu yaitu korupsi. Karena semua itu ada perijinannya, hutan boleh dialihkan menjadi perkebunan sawit atau tidaknya. Tapi karena ada celah-celah yang bisa dibayar akhirnya hal yang seharusnya tidak terjadi bisa terjadi. Hutan yang seharusnya dilindungi bisa menjadi kebun sawit. Jadi terkait sawit, selama yang memegang keputusan itu masih bisa dibayar tentu tidak akan pernah ada penyelesaiannya.
Mongabay-Indonesia: Apa yang akan dilakukan ke depannya untuk menyelamatkan lingkungan di Bali ?
Jerinx: Saya dan kawan-kawan ForBALI sudah habis-habisan untuk menyelamatkan lingkungan di Bali. Kita diteror dan segala macamnya. Kita tidak akan mundur. Bali ini adalah rumah kami. Kami tidak akan biarkan kekuasaan atau uang menghancurkan rumah kami.
Mongabay-Indonesia: Bagaimana Bli melihat respon masyarakat Bali sendiri terhadap apa yang dilakukan Bli dan kawan-kawan ForBali saat ini?
Jerinx: Jadi begini, jika menurut analisa saya secara pribadi melihat respon publik, gerakan menolak reklamasi ini pelan-pelan namun semakin banyak masyarakat yang sadar. Pendekatannya cukup susah. Kasus menolak reklamasi ini tidak seperti undang-undang pornografi. Karena kalau UU Pornografi dikaitkan dengan persoalan religious pasti akan banyak yang langsung turun ke jalan. Dan gerakan tolak reklamasi ini popular dikalangan anak muda. Dan itu yang paling penting. Karena anak-anak muda ini otaknya masih murni. Tidak terpengaruh uang, tidak terpengaruh kekuasaan. Jadi bisa dibilang secara politik popular juga, gerakan Bali tolak reklamasi ini sudah menang. Tapi, kita sudah berhasil meredam. Sebenarnya dua atau tiga bulan bulan seharusnya proyek ini sudah jalan, tapi sampai saat ini belum. Jadi kekuatan gerakan Bali tolak reklamasi ini makin diperhitungkan. Dan sudah ada desa lain seperti Desa Sidakarya mulai ikut menolak dan saya yakin desa-desa lain akan ikut menolak reklamasi juga. Saya yakin itu.
Mongabay-Indonesia: Ada masukan terhadap masyarakat Bali yang tidak atau belum peduli terhadap kondisi lingkungan atau reklamasi di Bali ?
Jerinx: Buat masyarakat yang masih awam, mungkin ada baiknya mencari informasi yang seimbang. Saya sarankan cari informasi dari dua jalur. Dari yang pro dan dari yang kontra. Setalah membaca dari yang pro dan kontra barulah memakai hati nurani untuk menentukan. Soalnya kalau saya bilang mereka harus menolak, tanpa mendengarkan penjelasan dari pihak pro itu kan tidak adil. Jadi lebih baik mencari informasi, jika ingin tahu berita yang pro bisa dibaca dibeberapa media yang selama ini pro pemerintah dan untuk kontra bisa dibaca salah satunya di forbali.org, disana ada penjelasan kenapa kami menolak reklamasi. Setelah dapat informasi dari keduanya barulah gunakan nurani untuk memutuskan.
Mongabay-Indonesia: Lalu, menurut Bli terhadap kebijakan pemerintah Bali terkait dengan akan dilakukan reklamasi dan apa yang seharusnya dilakukan ?
Jerinx: Untuk pemerintah dan pemimpin di Bali menurut saya mereka tidak tahu malu. Anak-anak muda di Bali sudah tidak ada pecaya lagi sama kalian. Dan kami ini adalah calon pemimpin selanjutnya. Seharusnya kalian sadar. Ketika mayoritas anak muda di Bali mengatakan tidak setuju dengan reklamasi berarti apa yang kalian lakukan itu tidak benar.
Mongabay-Indonesia: Bagaimana dukungan terhadap perjuangan ForBali dari OutSIDers dan Ladyroses diberbagai daerah ?
Jerinx: Saya sangat berterima kasih mewakili ForBALI dan masyakarat Bali yang menolak reklamasi. Kami sangat tersentuh melihat rasa cinta mereka terhadap gerakan kami. Kami bisa merasakan dukungan mereka sangat tulus. Tapi saya juga ingin berpesan agar mereka jangan sampai lupa untuk selalu peka terhadap isu lingkungan dan sosial lainnya didaerah mereka sendiri juga. Karena pada prinsipnya, apa yang ForBALI lakukan di Bali ini adalah melawan penguasa dan investor yang rakus. Dan kami sangat percaya penguasa dan investor yang rakus ada disetiap provinsi di Indonesia. Jadi masalahnya bukan hanya diBli saja namun masalah Nasional. Kesakusan dan korupsi. Karena korupsi kan indicator kerakusan. Harapannya ini bisa ditiru ditiap daerah di Indonesia dan apa yang dilawan juga relevan dengan daerah kalian. Kami percaya kerakusan penguasa dan investor ini ada di mana-mana.
Mongabay-Indonesia: Apa tanggapan Bli terkait banyaknya dukungan ForBali dari banyak musisi lainnya ?
Jerinx: Jujur sungguh senang. Dukungan ini memberikan contoh yang lebih rill lagi, siapa saja musisi yang benar-benar musisi dan siapa saja musisi yang menjadi robot. Robot disini dalam artian bisa dibayar dan tidak mempunyai idealisme. Jadi musisi yang ikut mendukung penolakan reklamasi ini menujukkan bahwa musisi-musisi ini memang punya citra bagus seperi bang Iwan Fals, Glenn Fredly, Seringai, Sirkus Barock, artis seperti Happy Salma dan lainnya. Nah, hal ini yang belum bisa ditiru oleh mereka para penguasa dan investor. Pola penolakan melalui musik dan seni inilah yang belum bisa mereka tiru. Karena mereka sepertinya kesusahan mencari musisi yang bisa dibohongi. Karena sekarang musisi pintar sudah mulai banyak, walau musisi tolol juga masih ada. Jadi kalau masyarakat jeli, mereka bisa melihat kenapa pemerintah dan investor belum bisa menggaet musisi dan seniman untuk mendukung reklamasi ? kenapa justru musisi yang citranya bagus malah menolak reklamasi. Disinilah kekalahan telak politik penguasa dari kami.