,

Ekonomi Hijau, Obat Mujarab untuk Jantung Borneo

Tiga negara anggota Heart of Borneo (HoB) bertemu di Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Pertemuan Trilateral HoB ke-8 yang berlangsung sejak 3 – 5 Desember 2014 ini diikuti delegasi Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Ketiganya sepakat mengikat komitmen menerapkan ekonomi hijau untuk konservasi dan pembangunan berkelanjutan.

Pertemuan tersebut membahas kemajuan dan langkah-langkah pelaksanaan Deklarasi HoB ke depan. Ini dimaksudkan agar pembangunan hijau dan berkelanjutan di kawasan jantung Borneo dapat tercapai.

Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang, mengapresiasi pertemuan itu sebagai upaya menciptakan kemajuan di tataran implementasi nyata. “Jangan hanya sekadar konsep dan proposal. Saya sangat menantikan hasil pertemuan ini tepat sasaran dalam wujud kegiatan yang terukur dampaknya ketika terlaksana,” katanya di Palangka Raya, Rabu (3/12/2014).

Sementara Asisten Deputi Kehutanan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang juga Ketua Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) HoB Indonesia, Prabianto Mukti Wibowo menekankan pentingnya HoB mengambil langkah tegas. “Semua pihak terkait harus mencurahkan waktu dan energinya untuk melaksanakan kebijakan dan kegiatan yang bisa melahirkan perubahan nyata dalam rangka menghijaukan masa depan pulau kaya keanekaragaman hayati ini,” jelasnya.

Ada dua proposal yang dibahas dalam agenda pertemuan trilateral itu. Muaranya untuk pengembangan ekowisata dan destinasi pariwisata di HoB. Selain itu, pertemuan juga membahas implementasi koridor HoB. Termasuk membangun hubungan erat hutan-hutan bernilai tinggi di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Selain merencanakan pembangunan HoB ke depan, delegasi pemerintah HoB juga mempelajari pelaksanaan pembangunan di wilayah HoB selama ini. Ketiga negara HoB menyajikan laporan mengenai perkembangan dan kemajuan pelaksanaan rencana aksi HoB yang mengacu pada Deklarasi HoB yang ditandatangani pada 2007.

Leader Program Borneo WWF, Thomas Maddox, menekankan perlunya tindakan nyata bagi pemerintah, sektor swasta, masyarakat, dan kelompok masyarakat sipil untuk dapat berinteraksi dan berpartisipasi dalam mendorong agenda ekonomi hijau. “Borneo menghadapi tekanan dari kebutuhan lahan untuk permukiman, pertanian, perkebunan, pertambangan, infrastruktur dan kehutanan,” jelasnya.

Tujuh Fungsi Penting HoB

HoB lahir pada 12 Februari 2007 atas inisiatif tiga negara yakni Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam untuk mengelola kawasan hutan tropis dataran tinggi di Borneo. Dasarnya pada prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Inisiatif ini bertujuan mempertahankan dan memelihara keberlanjutan manfaat salah satu kawasan hutan hujan terbaik yang masih tersisa di Borneo. Luasnya mencapai 23 juta hektar yang secara ekologis saling berhubungan.

Tujuh fungsi penting kawasan HoB yang harus dijaga adalah sebagai tutupan kawasan hutan, wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah, sebagai menara air, daerah yang memiliki kelerengan kawasan, wilayah penyimpan karbon, memiliki sosial-budaya serta daerah ekowisata. Salah satu fungsi penting kawasan adalah sebagai menara air, di mana 14 dari 20 sungai utama di Pulau Borneo berhulu di kawasan HoB di antaranya Sungai Barito, Sungai Mahakam, dan Sungai Kapuas.

Kawasan HoB juga merupakan rumah dan sumber penghidupan bagi masyarakat lokal yang sebagian besar Suku Dayak dengan beragam sosial dan budaya. Secara ekonomi, sosial, dan budaya, masyarakat lokal bergantung pada hutan untuk pemenuhan kebutuhan pangan, obat-obatan, sarana tempat tinggal, dan adat istiadat.

Peta rencana monitoring laju peluruhan sarang orangutan di Bukit Peninjau, Dusun Meliau, Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar. Peta: WWF-Indonesia
Peta rencana monitoring laju peluruhan sarang orangutan di Bukit Peninjau, Dusun Meliau, Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar. Peta: WWF-Indonesia

Semangat Tumbang Anoi

Pertemuan Trilateral ke-8 HoB di Palangka Raya itu tak sekadar mengevaluasi atau merencanakan serangkaian program aksi. Sejumlah tokoh adat dan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan HoB juga menyampaikan pernyataan sikap pada 2 Desember 2014. Sikapnya dilandasi semangat Rapat Adat Perdamaian Tumbang Anoi l-894.

Melalui diskusi intensif dan perenungan mendalam tentang bagaimana masyarakat adat berperan aktif dalam pembangunan berkelanjutan di kawasan HoB, para tokoh adat dan masyarakat Dayak dari Pulau Kalimantan/Borneo yaitu lndonesia, Malaysia (Sabah dan Sarawak) itu menyampaikan Pernyataan Sikap Bersama kepada Pemerintah lndonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.

Bahwa kami menghargai dan mendukung segala upaya yang dilakukan oleh Pemerintah lndonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan ekonomi hijau di kawasan HoB;

Bahwa kami mendorong agar ada perhatian dan pengakuan khusus dari pemerintah tiga negara Trilateral HoB terhadap keberadaan dan perlindungan wilayah adat, tanah adat, hutan adat, dan hukum adat;

Bahwa kami mendorong kepada pemerintah tiga negara Trilateral HoB untuk melibatkan secara aktif masyarakat adat dalam Kelompok Kerja HoB dan dalam forum-forum resmi HoB di negara masing-masing;

Bahwa kami mendorong agar ada rencana strategis HoB yang memuat secara rinci upaya-upaya peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat adat;

Bahwa kami sepakat dan sepaham untuk membentuk jaringan kerja masyarakat adat dalam wilayah HoB sebagai mitra strategis pemerintah tiga negara Trilateral HoB dalam mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan di kawasan HoB.

Merawat Jantung Borneo

Koordinator Inisiatif HoB Program Kalbar, Adri Aliayub mengatakan sejumlah upaya telah dilakukan guna menjaga dan melindungi kawasan penting di HoB. “Di Kalbar, kita sudah menjalankan sejumlah program menuju green economy,” katanya di Pontianak, Senin (8/12/2014).

Adri menjelaskan, program tersebut di antaranya, Desa Hijau Mandiri di Desa Tanjung. Desa penyangga Kawasan Ekosistem Muller ini secara administratif berada di Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu. Mayoritas penduduknya adalah Suku Dayak Suyu’, dan tersebar di tiga dusun yaitu Dusun Roban, Gurung Langkung, dan Dusun Biang II. Mereka bermata pencarian sebagai petani karet.

Ada pula Indigenous Peoples’ and Community Conserved Territories and Areas (ICCAs). Program ini diluncurkan guna mendukung masyarakat dalam melindungi dan mengelola kawasan yang sangat penting dalam kehidupan mereka.

Selain itu, skema sertifikasi jasa lingkungan juga tak luput dilakukan di Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kapuas Hulu, restorasi atau pemulihan hutan dan pembentukan kembali tutupan hutan di koridor Taman Nasional Betung Kerihun-Taman Nasional Danau Sentarum, pembentukan Forum DAS Labian – Leboyan, praktik terbaik perkebunan sawit swadaya, dan konservasi orangutan.

Adri berharap, apa yang direncanakan dalam Pertemuan Trilateral ke-8 HoB di Palangka Raya itu, dapat dijadikan sebagai acuan dalam menjalankan program pembangunan berkelanjutan di lansekap HoB.

Tulisan ini hasil kerja sama Mongabay dengan Green Radio

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,