,

Dirjen PSDKP KKP : Meski Terbatas Prasarana, Pengawasan Illegal Fishing di Tahun 2014 Maksimal

Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PSDKP KKP) Asep Burhanudin menyatakan pengawasan kapal perikanan untuk mencegah illegal fishing di tahun 2014 berjalan maksimal, meski terkendala kurangnya prasarana.

“Wilayah laut kita 5,8 juta meter persegi dan kita hanya  mempunyai 27 kapal pengawas. Kita mempunyai 200 shutter (unit) dihadapkan dengan 816 pelabuhan perikanan yang diawaki 953 personil. Masih kurang,” kata Asep dalam acara jumpa pers di Gedung Mina Bahari III kantor KKP Jakarta, pada awal minggu kemarin.

Ia mencontohkan dengan apa yang terjadi pada unit Belawan. Dengan membawahi sembilan provinsi, hanya diawaki oleh 153 personil.

“Jadi tiap shutter sebagai publik service hanya diawaki oleh dua sampai tiga orang. Kalau ketentuannya, dia harus terjun ke lapangan. Akhirnya hanya bisa diacak, meskipun sudah diperkuat oleh personil dari kepala dinas pemda setempat,” papar Asep.

Menurutnya hal tersebut merupakan persoalan riil yang ada di lapangan. PSDKP KKP dituntut untuk  mengoptimalkan kinerja tetapi dihadapkan dengan personil  yang masih sangat terbatas. Namun hal tersebut tidak membuat kinerja menurun.

Selama tahun 2014, waktu pelayaran kapal pengawasan perikanan yang dimiliki oleh PSDKP KKP selama 66 hari. Hal itu terjadi karena Keterbatasan bahan bakar.  “Tapi walaupun demikian, tetapi PSDKP tetap memberikan output yang optimal dalam  pengawasan dan penegakan hukum di sumber daya perikanan dan kelautan kita,” ujarnya.

Indikator utamanya dapat dilihat dari wilayah yang bebas illegal fishing dan yang merusak lingkungan.  Dari target 35 persen, realisasinya menjadi 37, 34 persen. Ketaatan unit usaha perikanan dari target 79 persen, realisasinya 95 persen lebih. Kemudian dari segi jumlah nelayan Indonesia yang diadvokasi yang targetnya 80 persen, realisasinya 84 persen.

“Kita cukup signifikan kalau dilihat dari hasil operasi. Meskipun kita masih mempunyai banyak keterbatasan. Jumlah kapal pengawas hanya 27 unit,” lanjut Asep.

Catatan prestasi mengesankan PSDKP KKP selama 2014 adalah pengawas perikanan berhasil mengungkap dugaan pelanggaran kapal penangkap ikan MV Hai Fa berbobot 4.306 GT (gross tonnage) berbendera Panama. Kapal tersebut melakukan kegiatan perikanan tanpa dilengkapi Surat Laik Operasi (SLO). Saat diamankan, kapal tersebut mengangkut 900,702 kg campuran ikan. Terdiri dari 800,658 kg ikan beku, dan 100,044 kg udang beku.

“Saya mendapat informasi dari staf saya di Tual bahwa kapal Hai Fa tanggal 27 Desember 2014 masuk dengan tidak menggunakan SLO. Berangkat dari Natuna. Hanya surat persetujuan berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar setempat. Selain itu VMS-nya (Vessel Monitoring System) mati,” terang Asep.

Setelah mendapatkan informasi tersebut ia langsung bekoordinasi dengan kepolisian dan TNI AL. Kerjasama antar institusi tersebut erat terjalin. Hingga kapal tersebut dikawal (diadhoc) menuju dermaga TNI Angkatan Laut IX Lantamal Ambon.

Kerjasama antara KKP dan TNI AL serta Polri untuk memberantas illegal fishing cukup kuat, setelah penandatanganan kerjasama antara dirjen PSDKP dengan TNI AL dan kepolisian di akhir 2014. Kerjasama dibuat untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan.

“Kadang-kadang kita juga melakukan kerjasama dengan pemda setempat. Kapal pengawasan bisa diperbantukan dengan pemda. Kita juga melaksanakan operasi di wilayah pemda tersebut secara bersama-sama,” ujarnya.

Nelayan tradisional yang kesulitan karena dampak pencemaran laut, pesisir pantai maupun konversi hutan mangrove ke perkebunan. Foto: Andreas Harsono
Nelayan tradisional yang kesulitan karena dampak pencemaran laut, pesisir pantai maupun konversi hutan mangrove ke perkebunan. Foto: Andreas Harsono

Pada 11 Desember 2014, juga berhasil dibentuk tiga pengadilan yang khusus menangani soal perikanan di Ambon, Sorong dan Merauke. Pembentukan pengadilan tersebut guna mempercepat penyelesaian kasus tindak pidana perikanan. Hingga saat ini total ada 10 pengadilan perikanan di Indonesia.

“(Pengadilan khusus perikanan) dipusatkan di Ambon dan diresmikan oleh Mahkamah Agung. Masalah penuntutan kerjasama dengan Kejaksaan Agung,” kata Dirjen PSDKP KKP itu.

Selama tahun 2014, dari 4.751 kapal berukuran di atas 30 GT yang terpasang transmitter VMS, yang taat mengaktifkan alat tersebut berjumlah 1.969 kapal (41,44%). “Sisanya tidak taat dalam mengaktifkan transmitter VMS. Ini disebabkan karena kapal tidak beroperasi karena dampak moratorium, docking, berada di pelabuhan pangkalan, transmitter rusak di laut atau sengaja mematikannya,” kata Asep.

Sepanjang tahun 2014, Ditjen PSDKP KKP telah melakukan pemeriksaan terhadap 2.044 kapal. Terdiri dari 2.028 kapal Indonesia dan 16 kapal asing. Dari sejumlah kapal yang diperiksa, 39 kapal ditangkap, yang terdiri dari 16 kapal asing dan 23 kapal Indonesia.

Kapal berbendera Malaysia diledakkan di Perairan     Belawan karena melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia. Foto:  Ayat S  Karokaro
Kapal berbendera Malaysia diledakkan di Perairan Belawan karena melakukan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia. Foto: Ayat S Karokaro

Hasil pengamatan pergerakan kapal sepanjang tahun 2014 diketahui sebanyak 528 kapal perikanan melakukan pelanggaran, yang terdiri dari 469 kapal melanggar daerah penangkapan, 29 kapal melakukan transhipment di laut, 15 kapal menangkap ikan tanpa SIPI (surat izin penangkapan ikan), 7 kapal mengangkut ikan tanpa melalui cek poin terakhir, 5 kapal membawa hasil tangkapan ke luar negeri, 2 kapal tidak melaporkan hasil tangkapan di pelabuhan yang sudah ditentukan dan 1 kapal menggunakan alat tangkap pair trawl. Sebanyak 74 persen pelanggaran terjadi di laut Arafura dan 16 persen di perairan laut Tiongkok Selatan.

“Kapal-kapal perikanan yang terindikasi melanggar dilakukan klarifikasi dan diberikan surat peringatan serta sanksi administratif dari Dirjen penangkapan ikan KKP,” katanya.

Untuk sanksi penenggelaman kapal, Asep mengatakan sebenarnya dilakukan sejak dulu. Selama tahun 2007 sampai 2012, PSDKP Sudah menenggelamkan 38 kapal asing. Tahun 2013 sampai 2014 baru berencana tapi belum terlaksana. Penenggelaman kapal yang sudah terealisasi dilakukan oleh TNI AL dan kepolisian.

Guna menjalankan instruksi presiden nomor 15 tahun 2011 tentang perlindungan nelayan, Ditjen PSDKP bekerjasama dengan kementrian luar negeri.  “Penanganan tindak pidana perikanan total kasus 58. Advokasi nelayan Indonesia yang ditangkap di luar negeri total ada130 kapal kita yang ditangkap, jumlah personilnya 716 orang,” ujarnya.

Sejak tahun 2011 hingga saat ini telah berhasil memulangkan 683 nelayan Indonesia yang ditangkap di luar negeri, yang terdiri dari 353 nelayan dari Malaysia, 271 dari Australia, 20 dari Republik Palau, 14 dari Papua Nugini dan Timor Leste, serta 11 dari India.

“Selama ini PSDKP dalam hal patroli telah bekerjasama untuk patroli dengan Bakorkamla (Badan Koordinasi Keamanan Laut, sekarang menjadi Badan Keamanan Laut /Bakamla) maupun kerjasama dengan TNI AL dan Polri,” katanya.

Bareskrim, KKP, WCS dan JAAN menangkap penjual insang manta ray di Surabaya. Foto : WCS
Bareskrim, KKP, WCS dan JAAN menangkap penjual insang manta ray di Surabaya. Foto : WCS

Asep juga mengatakan, di tahun 2014, Ditjen PSDKP KKP telah berhasil menggagalkan perdagangan 360 kg insang ikan dilindungi, pari manta. Atau setara dengan 280 ekor. Diperkirakan harga jual total keseluruhan insang pari manta tersebut mencapai US$ 864 dolar. “Kita berhasil menangkap pelaku usaha yang melakukan penangkapan spesies ikan terlarang. Di Indramayu, Surabaya dan Bali,”katanya.

Dalam operasi tersebut, dirjen PSDKP melibatkan polsus internal dan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) binaan KKP. Saat ini total ada 1.902 Pokmaswas binaan.

“Sebagai penyidik atau pengawas perikanan tidak bisa bekerja sendiri. Harus melibatkan seluruh komponen bangsa terutama masyarakat. Tak cukup hanya kerjasama dengan TNI AL dan Polri saja,” tambahnya.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , ,