, ,

Rainforest Alliance Dampingi Petani Kakao Bantaeng Bersertifikasi Lingkungan, Seperti Apa?

Sebagian besar petani di Bantaeng, Sulawesi Selatan, menganggap tanaman kakao tak perlu diurus. Kebun-kebun banyak terbengkalai tanpa perawatan dan hanya dikunjungi saat panen. Akibatnya, produksi kakao menurun kualitas dan kuantitas. Lahan juga rentan hama penyakit. Bahkan, serangan hama berkontribusi penurunan produktivitas sampai 30-50%.

Kondisi ini berubah sejak dua tahun belakangan. Penyuluh muda dari Rainforest Alliance, NGO internasional berbasis di New York melakukan pendampingan dan penyuluhan intens. Mereka menyebar ke-13 desa di tiga kecamatan di Bantaeng.  Mereka mendatangi petani-petani di kebun guna mendorong sertifkasi lingkungan untuk pertanaman kakao melalui program conserving biodiversity on cocoa farms.

Program ini kerjasama Rainforest dengan Pemerintah Bantaeng dan Universitas Hasanuddin, didanai Toyota Foundation.

Najemia Fahiruddin, Manager Indonesia- Sustainable Agricuture Rainforest, mengajak Mongabay mengunjungi lahan petani Bantaeng, akhir Desember 2014. Dia bercerita, bagaimana program ditawarkan ke petani ini tidak serta diterima begitu saja. Banyak tantangan mereka hadapi.

“Petani hanya bersedia terlibat jika melihat ada cerita sukses. Butuh waktu meyakinkan sertifikasi lahan penting, bukan hanya keberlajutan lingkungan, juga peningkatan taraf hidup mereka.”

Melalui pendampingan intens mulai terasa perubahan. Banyak petani berminat terlibat. Mereka dilibatkan dalam kelompok-kelompok tani. Dalam dua tahun, dari 4.000 petani kakao di Bantaeng, 1.320 bergabung.

Petani-petani ini otomatis menjadi bagian Rainforest menuju sertifikasi, kemudian diberikan berbagai macam penyuluhan. Ada teknis  pengelolaan kakao, seperti cara pemangkasan, sambung samping, pembuatan pupuk nabati, pembuatan lubang pembuangan daun dan ranting kakao yang disebut rorak dan lubang resapan. Lalu, materi-materi tambahan terkait konservasi dan keragaman hayati.

Menurut Najemia, antusiasme warga cukup besar.“Selalu ada permintaan keanggotaan. Ada sekitar empat gelombang, awalnya 400, menjadi 600, lalu 800. Sekarang, 1.320 petani. Itupun masih banyak menyusul.”

Antusiasme petani mengikuti sertifikasi ini, katanya, kemungkinan setelah ada nilai ekonomis yang dirasakan. Rainforest dalam pendampingan tidak hanya penyuluhan petani, juga memberikan akses pasar.

Najemia mengatakan, salah satu pasar potensial Rainforest yakni PT MARS, perusahaan pengolahan kakao ternesar dunia. MARS bersedia membeli kakao petani meski lahan belum bersertfikasi resmi atau pra sertifikasi. Harga pembelian cukup tinggi dibanding harga umum petani.

“Jika biasa di pasaran Rp 17.000 per kg, MARS berani Rp36.000-Rp40.000 per kg.”

Guna mendapatkan harga jauh lebih besar ini petani dituntut lebih perhatian merawat kakao.

Nurman dan petani kakao lain kini membuat rorak sebagai tempat pembuangan limbah tanaman dan lubang resapan yang berfungsi sebagai tempat pembuangan air dan pencucian peralatan penyemprot yang masih mengandung bahan kimia. Bahan pestisida dan pupuk disimpan dalam tempat khusus yang ditempatkan di tengah-tengah kebun.Foto: Wahyu Chandra
Nurman dan petani kakao lain kini membuat rorak sebagai tempat pembuangan limbah tanaman dan lubang resapan yang berfungsi sebagai tempat pembuangan air dan pencucian peralatan penyemprot yang masih mengandung bahan kimia. Bahan pestisida dan pupuk disimpan dalam tempat khusus yang ditempatkan di tengah-tengah kebun.Foto: Wahyu Chandra

Untuk memperoleh sertifikasi syarat memang cukup ketat dan tak mudah. Salah satu syarat tak terpenuhi, sertifikasi gagal.

Sertifikasi di Bantaeng menggunakan standar Sustainable Agriculture Network, SAN), dengan 10 prinsip dan 99 kriteria. Kesepuluh prinsip antara lain, terkait sosial dan sistem manajemen lingkungan, konservasi ekosistem, perlindungan marga satwa, konservasi air, perlakuan adil dan kondisi kerja yang baik bagi pekerja. Lalu, kesehatan dan keselamatan kerja, hubungan masyarakat, pengelolaan tanaman terpadu, pengelolaan dan konservasi tanah dan pengelolaan limbah terpadu.

Sebagian besar telah dijalankan petani, termasuk larangan tanaman transgenik di sekitar lahan yang akan disertifikasi.

“Kini petani sudah menggunakan pestida nabati. Ada larangan menanam tanaman transgenik.”

Sertifikasi ini juga mempersyaratkan perlindungan pada satwa liar dan memperhatikan aspek keberagaman hayati. Lahan-lahan yang disertifikasi dipasangi plang berisi larangan berburu satwa.

Di Bantaeng, salah satu satwa liar banyak ditemukan itu kuskus, atau dangkasa (kecil) dan tongali (kuskus beruang, lebih besar).  Selama ini,  satwa ini ditangkap dan dibunuh warga karena dianggap hama.

“Sekarang dangkasa dan tongali tidak lagi diburu, bahkan sering ditemui di pekarangan rumah, dibiarkan begitu saja.”

Terkait keberagaman hayati, sertifikasi mempersyaratkan  keharusan ada pohon penaung dan pelindung, minimal 12 tanaman lokal.

“Ini mudah karena petani di sini tumpang sari. Mereka menanam kakao juga menanam cengkih. Banyak tanaman lain seperti jambu mente.”

Sungai-sungai di sekitar lahanpun harus dilindungi dari pencemaran bahan-bahan kimia pestisida.

Secara kelembagaan, salah satu syarat penting sertifikasi ini keharusan ada lembaga lokal disebut Internal Control System (ICS). ICS inilah menjadi refresentasi seluruh petani di lahan yang akan disertifikasi.

Nurman, Ketua ICS Bantaeng, mengatakan, ICS akan mengawasi seluruh lahan petani yang akan disertifikasi, termasuk setelah sertifikasi. Sebelum ada inspeksi dari lembaga sertfikasi, ICS akan insfeksi lebih dulu.

Sedangkan pengiriman kakao ke MARS, ICS harus memastikan kakao benar-benar dari lahan yang akan disertifikasi. ICS memperkuat di basis data. Semua petani anggota diberi nomor keanggotaan lengkap dengan data-data lahan dan perkiraan produksi kakao mereka.

“Jika tiba-tiba terjadi lonjakan volume kakao harus diteliti, apakah bukan dari petani lain yang disisipkan. Kami ketat. Kalau ada pelanggaran akan ada sanksi pencabutan keanggotaan.”

Dalam penjualan, kakao harus melalui uji kualitas, mulai kadar air, berat biji, jamur hingga sampah. Meskipun tidak dipersyaratkan ketat oleh MARS, namun ICS mendorong uji kualitas menggunakan 30 sampel, berdasarkan petani yang mengirim.

Nurman mengatakan, sejak ada pendampingan sertifikasi Rainforest di Bantaeng, terjadi perubahan perilaku petani. “Kini petani tiap hari datang ke lahan, memangkas dan membersihkan. Kakao dirawat baik, setiap kebun ada rorak dan lubang resapan. Tak ada lagi botol-botol racun sisa penyemprotan berserakan. Sungai pun tidak lagi sebagai tempat mencuci peralatan penyemprotan seperti selama ini.”

Manfaat lain, pengetahuan bertani lebih baik. Meskipun selama ini pemerintah banyak penyuluhan namun hasil tak seperti ini.

“Kalau pendekatan pemerintah hanya pada ketua kelompok atau orang-orang tertentu, Rainforest semua petani mendapatkan penyuluhan langsung di lapangan. Ini lebih mudah dicerna dan dipahami.”

Maneng, petani dari Desa Kaloling, Kecamatan Gantarangkeke, juga merasakan manfaat besar sejak pendampingan Rainforest. Menurut dia, ada peningkatan kualitas dan kuantitas kakao.

“Besar sekali manfaatnya. Serangan hama berkurang karena kebun dirawat baik. Apalagi harga kakao lebih tinggi. Pelatihanpun gampang. Saya bisa paham dan mengerjakan apa yang disarankan penyuluh. Saya bikin rorak, saya pangkas setiap hari.”

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,