, , ,

Teriakan Warga Batang Meminta Presiden Selamatkan Lahan Tani dan Laut Mereka

Tiga perempuan muda mengenakan kain samping dan caping. Menari. Berputar mengelilingi ratusan caping dan cangkul yang tergeletak. Sesekali senyum tersungging, menggambarkan keceriaan warga saat bertani di sawah. 

Tak berapa lama, empat lelaki bertubuh hitam lekam datang. Suasana menjadi kacau. Keempat lelaki itu menjelma bak setan. Menabur serbuk arang yang melambangkan batubara. Tiga perempuan ketakutan. Empat lelaki itu menjelma menjadi proyek PLTU yang akan membumihanguskan lahan pertanian warga. 

Itulah aksi teaterikal warga Batang, Jawa Tengah, di depan Istana Presiden Jakarta, Rabu (3/6/15). Puluhan warga ini datang ke Ibukota, menyampaikan aspirasi mereka. Ini aksi ke-29. Namun hingga kini, aspirasi mereka tak jua dipenuhi. Pembangunan PLTU jalan terus.

Sebelum itu, beberapa orang silih bergantian beorasi.

“Tolak PLTU!” Teriak seorang peserta.

“Tolaaakkk!!! Hidup warga Batang!” Pekik warga lain bersamaan.

Mereka baru tiba di Jakarta setelah menempuh perjalanan dari Batang. Mereka menginap di Masjid Istiqlal. Tak jauh dari Istana Presiden, Joko Widodo. Mereka kelelahan, tetapi rasa itu kalah oleh semangat menggelora demi menyelamatkan sawah dan laut mereka.

“Betapa pedihnya warga kami yang dianiaya dan diintimidasi. Sampai sekarang TNI masih menduduki tanah yang semestinya punya warga.  Tanah ditanggul hingga air tak bisa masuk ke sawah kami,” kata Karomat, warga yang ikut aksi.

Saat pilpres, warga di lima desa terdampak PLTU adalah pengusung Joko Widodo. Mereka dari Desa Karanggeneng, Ujungnegoro, Wonokerso, Ponowareng dan Roban. Saat kampanye, mereka terkesan dengan Nawacita yang digadang-gadang sang Presiden. Sebab dia memuat soal kedaulatan pangan dan energi. Tak heran, jika mereka datang menagih janji Nawacita. Pembangunan PLTU dianggap berlawanan dengan semangat Nawacita.

“Lahan pertanian warga kami produktif. Laut juga punya fungsi konservasi yang harus dilindungi oleh UU. Selamatkanlah lahan produktif dan lautan kami. UU bukan hanya untuk pejabat yang besar. Kami juga butuh perlindungan. Kami minta pertolongan.”

Hukum di Indonesia, katanya, menempatkan semua manusia pada posisi sama. Warga Batang juga minta dilindungi. “Kami tasyakuran ketika Bapak Jokowi jadi Presiden . Kami adalah warga yang dukung Pak Jokowi jadi Presiden,” katanya.

Aksi ini mengandaikan, PTLU berjalan maka petani-petani akan mati, sumber kehidupan mereka akan hilang. Foto: Indra Nugraha
Aksi ini mengandaikan, PTLU berjalan maka petani-petani akan mati, sumber kehidupan mereka akan hilang. Foto: Indra Nugraha

Hampir empat tahun mereka berjuang mempertahankan lahan dan menolak pembangunan PLTU. Mereka sudah audiensi dengan Kementerian Perekonomian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komnas HAM, hingga langsung ke Jepang untuk menemui pihak J-Power dan Itochu sebagai pemenang tender. Mereka juga menemui Japan Bank for International Cooperation), pendana proyek Rp30 triliun ini.

Muripah, warga Batang lain mengatakan, petani tak bisa lagi menanam padi. “Masyarakat Batang dan sekitar resah dan tersisih. Lahan tani rusak dan laut yang awalnya banyak hasilkan ikan, sekarang tak lagi.”

Dia mengatakan, lahan pertanian di Batang subur. Irigasi sudah baik. Di lahan 226 hektar proyek PLTU, warga menanam melati. Proyek ini juga akan merusak wilayah konservasi laut Ujungnegoro-Roban, kawasan kaya terumbu karang dan wilayah tangkap ikan paling banyak di Pantai Utara Jawa.

“Tolong dong pak. Bela kami warga kecil. Kami hanya mengandalkan penghidupan dari sawah dan laut. Mengapa dikorbankan?”

Senada dengan Roidi. Menurut dia, tak semua warga Batang datang ke Jakarta karena sebagian besar keterbatasan ekonomi. “Dengan PLTU, mengapa warga dipaksa jual tanah? Tanah diurug dan ditanggul.  Tanah warga ambil.”

Roidi mengatakan, ada tim terpadu di sana, antara lain diisi TNI dan Polri. Keadaan ini membuat warga ketakutan karena ada intimidasi.

“Warga yang sebagian besar janda ditakut-takuti kalau tak dijual,  tanah akan diurug dan uang diambil di pengadilan. Bahkan saya sampai dipenjara tujuh bulan. Saya tak melakukan apa-apa. Hari ini lahan milik saya dikelilibgi tanggul yang tinggi dua meter. Sawah saya tak bisa ditanami. Saya mohon Presiden mendengarkan.”

Dia mengatakan, warga Batang menginginkan wilayah tetap lahan pertanian. Ini untuk mendukung visi misi Presiden dalam mewujudkan kedaulatan pangan.

Hingga kini, di lokasi aparat TNI dan polri berjaga mengawal proses pembebasan lahan. Warga menginginkan mereka ditarik dari lokasi karena membuat tak nyaman. Warga merasa makin terintimidasi.

“PLTU Batang ini salah satu contoh proyek yang dapat mengancam kedaulatan pangan, budaya pertanian Indonesia dan mempercepat laju perubahan iklim global,” kata Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Arif Fiyanto.

Proyek ini, katanya, juga mengancam mata pencaharian puluhan ribu masyarakat petani dan nelayan perikanan tangkap. “Untuk menyediakan listrik bagi masyarakat Indonesia, seharusnya pemerintah tidak membahayakan masyarakat. Solusinya, energi terbarukan bersih dan berkelanjutan.”

Arif mengatakan, kedaulatan energi di Indonesia tak mungkin dicapai jika pemerintah mengandalkan bahan bakar fosil seperti batubara. Pemerintah,  sudah seharusnya mengarusutamakan energi berkelanjutan.

“Pembangunan PLTU bertentangan dengan visi Presiden Jokowi dalam Nawacita, yaitu kedaulatan pangan dan energi. Sudah saatnya Presiden memimpin revolusi energi dengan memilih sumber energi terbarukan jauh lebih aman, hijau dan terbarukan. Bukan batubara yang berkontribusi terbesar perubahan iklim dan penyebab polusi udara mematikan di dunia.”

Aksi ini menggambarkan kehidupan petani Batang yang tenang, dengan hasil tanaman subur, berubah menyeramkan dengan kehadiran sosok hitam batubara, lewat PLTU Batang. Foto: Indra Nugraha
Aksi ini menggambarkan kehidupan petani Batang yang tenang, dengan hasil tanaman subur, berubah menyeramkan dengan kehadiran sosok hitam batubara, lewat PLTU Batang. Foto: Indra Nugraha
Warga mendesak, pemerintah menghentikan proyek yang mengancam kehidupan warga petani dan nelayan Batang. Foto: Indra Nugraha
Warga mendesak, pemerintah menghentikan proyek yang mengancam kehidupan warga petani dan nelayan Batang. Foto: Indra Nugraha
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,