,

Annas Maamun, Penjara 6 Tahun, dan Lolos Kasus Duta Palma. Ada Apa?

“Saya banding, Yang Mulia,” kata Annas Maamun, Gubernur Riau non aktif,  seketika usai majelis hakim membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (24/6/15). ). Dia yang tertangkap tangan KPK kala menerima suap itu tak terima vonis enam tahun dan denda Rp200 juta. “Pokoknya kita banding. Lihat saja nanti ya.”

Majelis hakim terdiri dari Barita Lumban Gaol, Marudut Bakara, dan Basari Budhi Pardiyanto menyatakan,  Annas terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama dan kedua.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa penjara enam tahun dan denda Rp200 juta, apabila tak dibayar, diganti masa kurungan dua bulan.”

Annas terbukti menerima suap dari pengusaha sawit, US$156.000 Singapura dan Rp500 juta. Pengusaha itu, adalah Gulat Medali Emas Manurung, Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Riau, dan Edison Marudut Marsadauli Siahaan Pemilik PT Citra Hokiana Triutama, dari Duri Bengkalis dengan lahan sawit 120 hektar.

Gulat mengelola kebun sawit di Kuantan Singingi seluas 1.188 hektar dan di Bagan Sinembah Rokan Hilir seluas 1.214 hektar.

Gulat dan Edison hendak mengubah status lahan mereka, dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Lahan mereka sudah ditanami sawit padahal masih berstatus kawasan hutan.

Untuk bisa diubah menjadi bukan kawasan hutan, mereka mengusulkan kebun masuk usulan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Riau,  yang disahkan Annas.

Majelis hakim menyatakan, kedua pengusaha ini terbukti menyuap Annas setara Rp2 miliar agar lahan disetujui alih fungsi dari kawasan menjadi bukan kawasan hutan.

Suap Duta Palma tak terbukti?

Sedang penyuap lain, PT Duta Palma, melalui empat anak perusahaan di Indragiri Hulu, Riau, dinyatakan tak terbukti menyuap Annas Maamun. Padahal, perusahaan-perusahaan ini, yakni PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening utama, dan PT Seberida Subur, memasukkan surat permohonan kepada Annas agar kebun sawit mereka sekitar 18.000 hektar beralih fungsi. Surat permohonan dimasukkan Suheri Tirta, Humas PT Duta Palma.

“Annas memberikan disposisi dengan menuliskan: kepada wagub, mohon diadakan rapat dengan instansi terkait,” kata majelis hakim dalam pertimbangan putusan.

Annas juga menandatangani surat usulan revisi RTRW Riau,  17 September 2014,  termasuk kebun sawit Duta Palma. Tepatnya, kebun Palma Satu seluas 11.044 hektar, Panca Agro Lestari 3.585 hektar, dan sebagian besar Banyu Bening Utama disetujui Annas menjadi bukan kawasan hutan.

“Berarti Duta Palma selama ini beroperasi di atas kawasan hutan yang belum dilepaskan Menteri LHK. Operasional Duta Palma ilegal,” kata Woro Supartinah, Koordinator Jikalahari, dalam siaran pers dirilis Riau Corruption Trial dan Jikalahari sehari sebelum putusan.

Upaya Duta Palma melegalkan kawasan hutan seluas 18.000 hektar terkait pengurusan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Zulher, Kepala Dinas Perkebunan Riau, saat bersaksi mengungkapkan, tiga anak perusahaan Duta Palma belum bisa memperoleh sertifikat ISPO karena lahan di kawasan hutan. Untuk itu, mereka getol agar lahan masuk revisi RTRW.

Namun majelis hakim menilai keempat anak usaha Duta Palma, melalui Surya Darmadi, pemiliknya, tidak terbukti memberikan uang kepada Annas Rp3 miliar, dari janji Rp8 miliar, seperti tuntutan JPU.

“Majelis hakim menilai semua barang bukti uang yang ditunjukkan penuntut umum di persidangan bersumber dari Gulat. Majelis berpendapat barang bukti tidak pernah diterima terdakwa dari Gulat,” kata Basari Budhi Pardiyanto membacakan pertimbangan majelis hakim.

Jadi, terdakwa tidak terbukti menerima hadiah atau janji dari Surya Darmadi hingga dakwaan ketiga tidak terbukti.

Dakwaan kedua, yakni Annas menerima Rp500 juta dari PT Citra Hokiana Triutama karena memenangkan sejumlah proyek pengerjaan jalan di Dinas Pekerjaan Umum Riau, dinyatakan terbukti. Keterangan Annas yang menyebutkan uang pengganti ruko tak jadi dibeli, ditolak majelis hakim.

Karena dakwaan kesatu dan kedua terbukti, majelis menghukum Annas penjara enam tahun dan denda Rp200 juta. “Kita mengapresiasi putusan hakim karena sesuai tuntutan,” kata Irene Putrie, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi.

Soal dakwaan tidak terbukti, Irene menilai itu pendapat hakim. “Menurut kami selain keterangan Gulat, ada fakta hukum lain bahwa janji uang itu disampaikan.” Dia mencontohkan fakta hukum keterangan Cecep Iskandar, Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan Riau, mengatakan, ada telepon dari Gulat ke Cecep bahwa Surya menjanjikan uang kepada Annas. “Perusahaan itu juga masuk usulan revisi RTRW Riau. Menurut kami itu bukti memang terjadi transaksi.” “Kami akan pelajari dulu putusan majelis hakim. Masih pikir-pikir dulu untuk upaya banding.”

Kronologi Kasus Annas Maamun:

I: Menerima uang sebesar US$166.100 dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut Marsadauli Siahaan

9 Agustus 2014 Annas Maamun menerima kunjungan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan yang memberikan SK 673 tentang Perubahan dan Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Riau (lebih sering disebut SK tentang Rencana Tata Ruang Wilayah—RTRW Riau). Pada pidato Zulkifli Hasan dalam rangka HUT Riau, ia memberikan kesempatan kepada masyarakat melalui Pemerintah Daerah untuk mengajukan permohonan revisi jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut.

11 Agustus 2014 Annas Maamun menerima laporan hasil telaahan SK 673 dari Cecep Iskandar, Kabid Planologi Dinas Kehutanan Propinsi Riau. Sehari sebelumnya, Annas perintahkan M. Yafiz (Kepala Bappeda Riau) dan Irwan Effendi (Kepala Dinas Kehutanan Riau) menelaah lampiran peta pada SK 673 dari Zulkifli Hasan. Yafiz dan Irwan melibatkan Cecep Iskandar, Supriyadi (Kasi Tata Ruang Bappeda Riau), Ardesianto (Kasi Perpetaan Dinas Kehutanan Riau) dan Arief Despansary (Kasi Penatagunaan Dinas Kehutanan Riau).

12 Agustus 2014 Annas Maamun sebagai Gubernur Riau tanda tangan surat revisi pertama SK 673.

14 Agustus 2014 Surat Gubernur Riau dibawa ke kantor Kementerian Kehutanan oleh Arsyadjuliandi Rahman (Wakil Gubernur Riau), M. Yafiz, Irwan Effendi, dan Cecep Iskandar. Mereka bertemu dengan Zulkifli Hasan. Zulkifli memberi tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang diajukan dalam surat tersebut. Peruntukannya jalan tol, jalan propinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan untuk rakyat miskin seluas 1.700 hektar di Kabupaten Rokan Hilir. Zulkifli secara lisan memberi tambahan perluasan kawasan hutan menjadi bukan hutan Propinsi Riau maksimal 30.000 hektar.

Agustus 2014 Annas Maamun ditemui Gulat Medali Emas Manurung di rumah dinas Gubernur Riau minta bantuan agar kebun sawit yang dikelola Gulat dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi. Annas minta Gulat berkoordinasi dengan Cecep Iskandar. Gulat minta areal kebun sawit yang dikelolanya di Kuantan Singingi 1.188 hektar dan Bagan Sinembah Rokan Hilir 1.214 hektar dapat dimasukkan dalam usulan revisi SK 673. Lokasi tersebut di luar rekomendasi tim terpadu.

31 Agustus 2014 Edison Marudut Marsadauli Siahaan melalui Gulat Manurung mengirim pesan Whatsapp kepada Cecep Iskandar yang isinya berupa titik koordinat kebun sawit seluas 120 hektar yang berlokasi di Duri Kabupaten Bengkalis. Maksudnya agar koordinat kebun sawit tersebut juga dimasukkan ke dalam usulan revisi SK 673. Kebun itu milik Edison Marudut.

17 September 2014 Annas Maamun menanda tangani surat usulan revisi kedua SK 673. Di dalamnya terdapat area kebun sawit yang diminta Gulat Manurung dan Edison Marudut.

19 September 2014 Cecep Iskandar menyerahkan surat tersebut kepada Mashud (Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kementerian Kehutanan) di Jakarta.

21 September 2014 Annas Maamun berangkat ke Jakarta untuk urusan dinas.

22 September 2014 Annas Maamun menghubungi Gulat Manurung melalui telepon dan meminta uang kepada Gulat sebesar Rp 2,9 Miliar dengan dalih uang akan diberikan kepada anggota DPR RI Komisi IV sebanyak 60 orang untuk mempercepat proses pengesahan RTRW Riau.

22 September 2014 Gulat Manurung menghubungi Edison Marudut via Whatsapp dengan mengatakan, “Lae, sogot disuruh atuk au tu Jakarta manjuppangi ibana mamboan oleh2, boi do diusahahon Lae 1,5m dalam bentuk USD manang Singapore” (Lae, besok aku disuruh Atuk ke Jakarta, bertemu dia membawa oleh2, bisa Lae mengusahakan 1,5 M dalam bentuk USD atau Singapore). Edison menyanggupi dengan mengatakan, “Hu usahon da laeku” (Ku usahakan ya Laeku). Atas permintaan Annas Rp 2,9 Miliar, Gulat dan Edison hanya mampu menyediakan uang USD 166.100 (setara Rp 2 Miliar), dengan perincian dari Edison USD 125.000 (setara Rp 1,5 Miliar) dan dari Gulat USD 41.100 (setara Rp 500 juta).

23 September 2014 Annas Maamun menghubungi Gulat Manurung melalui telepon menanyakan apakah uang yang diminta sudah tersedia. Dijawab Gulat sudah. Kemudian Annas minta Gulat segera membawa uang tersebut ke Jakarta dan menyerahkannya pada Annas.

24 September 2014 Gulat Manurung bersama Eddy Ahmad RM berangkat ke Jakarta. Sepulang makan malam saat berada di depan rumah Annas, Gulat menyerahkan tas hitam berisi uang USD 166.100 kepada Triyanto (ajudan Annas Maamun) dan berpesan agar tas tersebut diserahkan kepada Annas. Setelah diserahkan, Annas membawa tas tersebut ke kamarnya dan membuka tas berisi uang dalam bentuk dollar Amerika Serikat itu, lalu menyimpannya di dalam lemari.

25 September 2014 Annas Maamun menghubungi Gulat Manurung untuk menukarkan uang tersebut menjadi pecahan dollar Singapura. Kemudian Annas bersama Triyanto menemui Gulat di Restoran Hotel Le Meridien dan menyerahkan tas hitam berisi uang dollar Amerika Serikat kepada Gulat. Siang harinya Gulat bersama Edison pergi menukarkan uang USD 166.100 dengan mata uang dollar Singapura sejumlah SGD 156.000 dan mata uang rupiah Rp 500 juta di money changer PT Ayu Masagung di daerah Kwitang. Setelah menukarkan uang tersebut, Gulat diantar Lili Sanusi (Supir Badan Penghubung Riau di Jakarta) menuju rumah Annas di Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur untuk menyerahkan uang tersebut. Sesampainya di rumah Annas, Gulat serahkan uang tersebut. Tak lama setelah itu, datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap Annas Maamun dan Gulat Manurung.

II. Menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Edison Marudut Marsadauli Siahaan melalui Gulat Medali Emas Manurung

Gulat Manurung menjadi salah satu anggota tim sukses Annas Maamun dalam pencalonan Gubernur Riau tahun 2014. Annas menjanjikan untuk memberikan pekerjaan/proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Propinsi Riau kepada Gulat Manurung. Gulat kemudian menawarkan beberapa proyek kepada Edison Marudut untuk dimenangkan dalam proses lelang.

Proyek-proyek yang dimenangkan PT Citra Hokiana Triutama tahun 2014 antara lain kegiatan peningkatan jalan Taluk Kuantan-Cerenti dengan nilai kontrak Rp 18,5 Miliar), kegiatan peningkatan jalan Simpang Lago-Simpang Buatan dengan nilai kontrak Rp 2,7 Miliar), kegiatan peningkatan jalan Lubuk Jambi-Simpang Ibul-Simpang Ifa dengan nilai kontrak Rp 4,9 Miliar.

Berikut kronologisnya.

15 Juli 2014 Gulat Manurung menghubungi Edison Marudut melalui Whatsapp yang meminta untuk menghubungi Jones Silitonga (Direktur PT Citra Hokiana Triutama) guna berkoordinasi dengan Gulat terkait adanya lelang tahap 2 pada Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Riau.

25 Agustus 2014 Gulat menghubungi Edison melalui Whatsapp yang meminta Jones untuk membawa rekap paket pekerjaan yang sedang diikuti proses pelelangannya oleh PT Citra Hokiana Triutama dan menyerahkan rekap tersebut kepada Gulat dengan tujuan agar paket-paket tersebut dapat dimenangkan.

25 Agustus 2014 Annas Maamun melalui Gulat Manurung mengirim pesan kepada Edison Marudut melalui Whatsapp agar disediakan uang sebesar Rp 500 juta untuk Annas yang saat itu sedang berada di Jakarta. Atas permintaan Gulat, Edison memerintahkan Jones mempersiapkan uang tersebut dan diserahkan kepada Gulat Manurung.

25 Agustus 2014 pukul 14.00, Gulat Manurung menghubungi Fuadilazi (Kabag Protokol Riau) dan memintanya ke Rumah Dinas Gubernur Riau guna mengambil uang Rp 500 juta yang sudah diserahkan Jones Silitonga. Kemudian Fuadilazi bersama Firman Hadi (Kasubag Protokol Riau) bertemu dengan Hendra Pangodian Siahaan, anak buah Gulat, di Rumah Dinas Gubernur Riau. Hendra memberikan tas hitam berisi uang Rp 500 juta kepada Fuadilazi.

25 Agustus 2014 sore hari, Firman Hadi membawa uang tersebut menuju Ruang Tunggu VIP Lancang Kuning Bandara Sultan Syarif Kasim II. Di sana sudah ada Piko Tampati, Said Putra dan Ahmad Taufik. Mereka bertiga staf Protokoler Riau. Firman menyerahkan uang Rp 500 juta kepada mereka bertiga dan memerintahkan agar diserahkan kepada ajudan Annas Maamun di Jakarta. Uang dibagi dua bagian.

25 Agustus 2014 malam hari, Begitu tiba di Jakarta, Piko Tampati menghubungi Triyanto, ajudan Annas Maamun, untuk menanyakan dimana lokasi penyerahan uang. Tri meminta Piko menuju ke rumah Annas Maamun di Perumahan Citra Gran Cibubur. Sampai di rumah Annas, Piko menyerahkan uang Rp 500 juta dan mengatakan bahwa dirinya adalah anak buah Gulat Manurung.

III. Menerima uang dalam bentuk mata uang Dollar Singapura dari Surya Darmadi melalui Suheri Tirta yang nilainya setara dengan Rp 3 Miliar dari uang yang dijanjikan seluruhnya sebesar Rp 8 Miliar

19 Agustus 2014 Suheri Tirta membuat surat PT Palma Satu tentang permohonan yang pada pokoknya meminta agar Annas Maamun selaku Gubernur Riau mengusulkan atau mengakomodir lokasi perkebunan PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Banyu Bening Utama, PT Seberida Subur yang berlokasi di Kabupaten Indragiri Hulu ke dalam RTRW Riau.

20 Agustus 2014 Suheri ke rumah dinas Annas Maamun dan langsung mengantarkan surat tersebut. Annas memberikan disposisi yang isinya, “Wagub: dibantu dan adakan rapat dengan Bappeda, Perkebunan, Kehutanan, Ass terkait. Segera. Gubri 20/8/14.”

21 Agustus 2014 Berdasarkan disposisi Annas, Suheri menemui Arsyadjuliandi Rahman (Wakil Gubernur Riau), Cecep Iskandar (Dinas Kehutanan Riau) dan Supriyadi (Bappeda Riau). Kepada Cecep, Suheri menunjukkan surat disposisi Annas. Cecep bilang akan menunggu undangan rapat sebagai pelaksanaan dari disposisi tersebut. Selanjutnya Cecep menghadap Arsyadjuliandi dan menyarankannya untuk menanyakan langsung kepada Annas Maamun.

22 Agustus 2014 Annas Maamun mengadakan pertemuan dengan Suheri Tirta dan Surya Darmadi membahas peta permohonan PT Palma Satu, yang juga dihadiri oleh Gulat Manurung dan Cecep Iskandar.

17 September 2014 Cecep Iskandar dihubungi Zulher (Kepala Dinas Perkebunan Riau) untuk datang ke kantornya. Di kantor sudah ada Suheri Tirta, Surya Darmadi, dan Gulat Manurung. Cecep, Gulat, dan Zulher masuk ke dalam ruang kerja Zulher. Zulher menanyakan kepada Cecep mengapa lahan PT Palma Satu belum masuk ke dalam usulan? Dijawab Cecep menunggu perintah Gubernur Riau. Setelah Cecep keluar ruangan, Surya dan Suheri masuk ke dalam ruangan Zulher. Dalam pertemuan tersebut, Zulher mengatakan pada Gulat ini ada orang dari Duta Palma mau bertemu Pak Gubernur, tapi tidak bisa, maka pesannya disampaikan kepada Gulat saja. Zulher menjelaskan bahwa PT Duta Palma berniat memasukkan kebunnya di Indragiri Hulu seluas 18.000 hektar ke dalam program revisi RTRW Riau. Awalnya Gulat menolak dengan mengatakan kita hanya diberi 30.000 hektar oleh menteri untuk kebun masyarakat, kalau 18.000 hektar diambil Duta Palma, habislah untuk mereka saja. Surya Darmadi menjawab 18.000 hektar di luar yang 30.000 hektar dan nanti Duta Palma akan langsung membuat permohonan kepada menteri. Dalam kesempatan itu Surya Darmadi juga mengatakan nanti akan menyiapkan dana Rp 8 Miliar untuk Gubernur. Mendengar hal itu, Gulat menjawab ya sudah, nanti akan saya sampaikan ke Pak Gubernur. Surya juga menjanjikan uang untuk Gulat Manurung. Saat Gulat akan meninggalkan kantor Zulher, Suheri memberikan uang Rp 100 juta kepada Gulat Manurung. Uangnya diterima Gulat.

18 September 2014 pukul 02.00 dini hari, Annas Maamun menghubungi Cecep Iskandar melalui telepon dan melarangnya untuk berangkat ke Jakarta pagi pukul 07.00 dan diperintahkan menghadap dirinya pukul 08.00.

18 September 2014 pukul 08.00, Cecep dan Gulat menghadap Annas Maamun di rumah dinas Gubernur Riau. Dalam pertemuan tersebut, Gulat menyampaikan kepada Annas bahwa ada orang PT Duta Palma sudah menghadap Bapak dan mereka minta agar lahannya dapat dimasukkan ke dalam usulan revisi RTRW. Kemudian Annas memerintahkan Cecep membuka peta dan mengecek posisi lahan PT Duta Palma agar tidak tumpang tindih dengan pengajuan lahan dari Kabupaten Indragiri Hulu. Mengetahui lokasi tersebut tidak termasuk dalam pengajuan di Kabupaten Indragiri Hulu, Annas memerintahkan Cecep memasukkan permohonan PT Palma Satu dalam surat usulan revisi. Selanjutnya Gulat mengatakan bahwa PT Palma Satu berjanji akan memberikan uang kepada Annas total Rp 8 Miliar dan akan dibayarkan terlebih dahulu Rp 3 Miliar. Sisanya diberikan setelah diperoleh persetujuan dari Menteri Kehutanan. Annas menjawab iyalah.

18 September 2014 pukul 13.00, Gulat Manurung bertemu dengan Suheri Tirta di salah satu kamar Hotel Aryaduta Pekanbaru. Dalam pertemuan tersebut, Suheri menyerahkan 2 amplop berisi uang dalam bentuk Dollar Singapura. Satu amplop nilainya setara Rp 3 Miliar untuk Annas Maamun dan satu lagi nilainya setara Rp 650 juta untuk Gulat Manurung.

18 September 2014 pukul 17.00, Gulat Manurung menuju rumah dinas Gubernur Riau dan menyerahkan uang Rp 3 Miliar kepada Annas Maamun. Ia mengatakan, “Ini Pak uang dari PT Duta Palma dan katanya kalau sudah diteken menteri akan ditambah lagi.” Annas menjawab, iyalah nanti kita usahakan.

18 September 2014 Cecep Iskandar menghadap Annas Maamun dan mengatakan sudah selesai memasukkan lokasi PT Palma Satu ke dalam usulan revisi. Cecep minta tanda tangan peta lokasi permohonan PT Palma Satu. Setelah mendengar penjelasan Cecep, Annas Maamun menanda tangani peta lokasi yang masuk dalam surat Gubernur Riau Nomor 050/Bappeda/8516 tanggal 17 September 2014 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan Hutan di Propinsi Riau yang merupakan revisi usulan SK 673. Detailnya, Cecep memasukkan kebun PT Palma Satu seluas 11.044 hektar, kebun PT Panca Agro Lestari seluas 3.585 hektar dan sebagian besar lokasi perkebunan PT Banyu Bening Utama, yang semuanya tidak termasuk dalam lokasi yang direkomendasikan tim terpadu.

19 September 2014 Cecep Iskandar menyerahkan surat usulan revisi kedua SK 673 tersebut kepada Kementerian Kehutanan dan diterima oleh Mashud (Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Kementerian Kehutanan).

21 September 2014 pukul 12.00, Gulat Manurung dan Suheri Tirta bertemu Cecep Iskandar di Hotel Aryaduta Pekanbaru. Gulat minta Cecep memperlihatkan peta yang dibuat dan menunjukkan kepada Suheri Tirta bahwa lokasi yang dimohonkan telah dimasukkan dalam usulan peta yang diajukan oleh Annas Maamun kepada Menteri Kehutanan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,