,

Lubang Bekas Tambang Batubara Itu Telah Merenggut 14 Nyawa

Kalimantan Timur darurat anak, demikian pernyataan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur menanggapi kejadian tenggelamnya seorang bocah di lubang tambang, Rabu, 5 Agustus 2015 lalu. Sebagaimana diketahui, Sanofa M. Rian Gunawan (14 tahun) yang  duduk di bangku kelas 1 SMPN Tenggarong dilaporkan tenggelam di lubang tambang eks PT. Cakra yang berada di Dusun Serbaya, Desa Sebulu Modern, Kecamatan Sebulu, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Kejadian berawal ketika Rian bersama beberapa temannya bermain dan berenang di lubang eks tambang batubara tersebut. Menurut keterangan rekan koban, Rian telah selesai berenang dan naik ke daratan. Namun, Rian yang tengah duduk di bibir kolam menghilang dari pandangan temannya. Setelah dicari hingga petang, Rian tak kunjung ditemukan.

Kapolsek Sebulu, AKP Zarma Putra, Kamis (6/8/15), mengatakan bahwa teman-teman Rian baru memberitahukan kepada ibu korban bila Rian hilang di lubang eks tambang malam hari sekitar pukul 23.30 Wita.

“Setelah saksi beserta orangtua korban melaporkan ke  Polsek Tenggarong kemudian diteruskan ke Polsek Sebulu karena lokasi kejadian berada di wilayah hukum Sebulu. Setelah menerima laporan sekitar pukul 01.00 Wita, anggota Polsek Sebulu segera diterjunkan, namun karena situasi tidak memungkinkan pencarian dilanjutkan esok hari,” terang Zarma.

Kamis, setelah dilakukan pencarian oleh TIM SAR, Rian ditemukan di dasar kolam dalam kondisi tidak bernyawa sekitar pukul 14.50 Wita. “Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, Polsek Sebulu memasang tanda larangan agar warga tidak melintas terlebih berenang di kolam maut itu,” ujar Zarma.

Terkait kasus tersebut, Kapolres Kutai Kartanegara, AKBP Handoko menyatakan masih mengumpulkan sejumlah informasi dan petunjuk. Menurutnya, Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) serta Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kalimantan Timur telah mengecek lokasi kejadian. “Berdasarkan informasi yang diperoleh Distamben dan BLH kami akan melakukan koordinasi,” ungkapnya.

Setelah kejadian, Distamben dan BLH Kaltim memang melakukan pengecekan lokasi kejadian yang didampingi Jatam Kaltim. Dalam peninjauan itu, Kasubbid Penataan Hukum BLH Kaltim, Mukhrin mengaku terkejut melihat lokasi lubang bekas galian tambang yang berada sangat dekat dengan jalan raya. Menurutnya perusahaan terlihat jelas tidak melakukan upaya reklamasi.

Tenggelamnya Sanofa M. Rian Gunawan ini menambah daftar panjang anak-anak yang menjadi korban lubang tambang yang dibiarkan begitu saja. Dalam catatan Jatam, sudah 14 anak di Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara tewas di lubang tambang dalam kurun waktu 2011 hingga 2015.

Ada 10 anak di Kota Samarinda dan 4 anak di Kabupaten Kutai Kartanegara yang merenggang nyawa di lubang eks tambang. Jadi tak pantas kalau Provinsi Kalimantan Timur, terutama Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara menyatakan diri sebagai daerah layak anak,” ujar Merah Johansyah, Dinamisator Jatam Kaltim.

Pemerintah dinilai lamban

Sebelumnya, dalam hearing dengan Komisi IV DPRD Propinsi Kalimantan Timur, Kamis, (6/8/15), Jatam meminta kepada wakil rakyat untuk mengawal proses penegakan hukum atas kasus tenggelamnya anak-anak di lubang eks tambang yang ada di Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Pada acara dengar pendapat itu, Jatam datang beserta Rahmawati, ibunda M. Raihan yang tenggelam di eks lubang PT. Graha Benua Etam, akhir Desember 2014 . “Terus terang kami sering tidak bisa menjawab pertanyaan keluarga korban tentang kelanjutan kasus tenggelamnya anak mereka,” ujar Merah.

Jatam menilai pemerintah lamban dalam menangani kasus kejahatan lingkungan hidup yang terus berulang di Kalimantan Timur, utamanya di Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Merah mengungkapkan bahwa Jatam telah melaporkan kasus ini ke berbagai instasi di tingkatan pemerintahan yang berbeda.

“Bersama Ibu Rahma kami pernah melaporkan kasus ini ke Jakarta, menemui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komisi Perlindungan Anak, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan.”

Bahkan menurut Merah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise, pernah bertemu dan mendengar cerita langsung Ibu Rahmawati di sela kunjungannya ke Samarinda. Demikian juga dengan Komnas HAM yang datang mengunjungi lokasi tenggelamnya anak di Sambutan.

“Kami tunggu Menteri ESDM dan Menteri KLHK untuk blusukan ke Samarinda dan Kutai Kartanegara. Kami sudah lama melaporkan, namun respon KLHK terlalu lamban. Mau tunggu korban berapa lagi?” tegas Merah.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , , , , ,