Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengusut lebih dari 100 perusahaan dengan wilayah kerja mengalami kebakaran hutan dan lahan untuk mendapatkan sanksi administratif di Sumatera dan Kalimantan. Sanksi ini sebagai langkah pertama sebelum masuk ke proses hukum baik pidana maupun perdata.
“Soal daftar perusahaan terindikasi membakar hutan, saya minta maaf harus pakai inisial dulu karena ini masih entitas. Daftar ini merupakan konsesi-konsesi yang diindikasikan masuk areal kebakaran dan masuk target pemeriksaan dalam sanksi administratif,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (18/9/15).
Berdasarkan data KLHK, hasil pengamatan citra satelit dan cek ke lapangan, areal terbakar di Sumut 1.836 hektar, Riau 43.190 hektar, Jambi 20.512 hektar, dan Babel 4.519 hektar. Lalu, Sumsel 68.948 hektar, Kalbar 16.136 hektar, Kalteng 26.664 hektar, Kaltim 5.196 hektar, Kaltara 1.533 hektar dan Kalsel 946 hektar.
Kalau berdasarkan laporan posko atau UPT KLHK, Sumatera terbakar 5.492,82 hektar, Kalimantan 2.519,42 hektar. Namun, berdasarkan citra satelit, Sumatera 52.985 hektar dan Kalimantan 138.008 hektar. Total yang terbakar di Sumatera dan Kalimantan 191.993 hektar. “Area kebakaran ini akan kita identifikasi.”
Sedangkan unit perizinan terindikasi membakar hutan dan lahan antara lain, pada area pemanfaatan kawasan hutan 90 (103.953 hektar), pelepasan kawasan hutan 49 (29.437 hektar) dan BPN 147 unit (58.603 hektar).
“Jadi PR (pekerjaan rumah) kementerian itu untuk meneliti sampai kepada sanksi administratif itu ada sekitar 139 sampai 147 perusahaan. Ini harus diperiksa semua oleh PPLH dibantu Polhut dan SPORCS dan PPNS untuk mengecek semua.”
Jenis sanksi ada tiga pelanggaran. Pertama, kategori ringan untuk perusahaan terbukti membakar kurang 100 hektar. Sanksi teguran tertulis, diberi waktu memenuhi kekurangan, rehabilitasi area eks kebakaran, area eks kebakaran diambil negara untuk direstorasi. Perusahaan juga harus meminta maaf kepada publik secara terbuka.
Kedua, moderat. Untuk perusahaan area terbakar 100-500 hektar. Sanksi diterapkan pembekuan izin selama enam bulan sampai pembuktian indikasi pelanggaran, merehabilitasi lahan terbakar dan diambil alih pemerintah. Juga harus meminta maaf kepada publik terbuka.
Ketiga, berat. Sanksi berupa pencabutan izin lingkungan. Ditambah harus merehabilitasi lahan terbakar sebelum diambil alih pemerintah. Juga harus meminta maaf kepada publik terbuka. “Juga masuk ranah pidana dan perdata. Kebijakan sudah kita bahas bersama jajaran eselon satu terkait sanksi administratif, kalau lahan terbakar lebih 20 hektar, akan diamblil negara.”
Siti sudah mengirimkan surat kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN soal penerapan sanksi administratif ini. Terkait usulan Kapolri dan Menkopulhukam mem-blacklist perusahaan, katanya, juga menjadi pertimbangan KLHK.
Menurut dia, penerapan sanksi administratif dalam bulan ini mulai dilakukan dan diperkirakan sampai Desember 2015, sudah selesai. “Ini dilakukan bertahap setelah verfikasi lapangan berjalan.” Jika pelanggaran berat, katanya, akan paralel dengan proses hukum, baik pidana maupun perdata.
Mengenai pencabutan izin—sebagai bagian dari sanksi administratif berat, kata Siti, kebanyakan izin oleh bupati. Jika perusahaan dari penilaian mesti cabut izin maka kementerian akan memerintahkan kepala daerah. Jika tak dijalankan, kementerian akan melakukan tindakan itu. Hal ini, katanya, sudah sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang meminta tak ragu menindak pembakar lahan.
“Itu perintah dan saya harus menjaga integritas sebaik-baiknya. Saya menegaskan, nanti ke petugas-petugas kami. Akan tanamkan pada petugas fungsional pengawasan. Mereka punya modal dan spirit kokoh sebagai pengawas. Tinggal dikuatkan saja.”
Dalam penerapan hukum, katanya, pemerintah akan menggunakan pendekatan multi-doors (banyak pintu) dan second layer law enforcement. “Kita menerapkan sanksi harus dekati semua area terbakar.”
Dalam memastikan konsesi terbakar atau tidak, KLHK menggunakan citra satelit lansat. Setelah itu, baru cek ke lapangan oleh pejabat dinas UPT dan posko.
“Jangkauan dengan kondisi geografis kita berat. Gak semua bisa didatangi lewat darat. Kita gunakan teknologi. Disinilah teknologi menjadi penting dalam pengambilan keputusan,” katanya.
Setelah ke lapangan, katanya, KLHK, akan mengidentifikasi profil perusahaan baik nama, pemilik, pemegang saham, komisaris, direksi dan lain-lain. “Itu sekarang data sedang dikumpulkan. Ada proses. Ada berita acara sampai ke keputusan. Itu kita proses dan susun analisis.”
Dudi Gunadi, Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian mengatakan, kerjasama mengatasi kebakaran hutan dan lahan berjalan baik. Mentan memerintahkan terus bersama KLHK membantu penanggulangan kebakaran.
Dalam menerapkan sanksi administratif, Kementan bekerja sama dengan KLHK.”Kita identifikasi lahan kebakaran perkebunan. Kalau sudah jelas lokasi nanti kita sampaikan.”
Dalam mensinergikan penegakan hukum, katanya, kala izin lingkungan KLHK dibekukan, maka memudahkan Kementan dalam membekukan izin operasi. “Bisa kita minta bupati dan walikota mencabut. Dalam Permentan soal Penilaian Kebun, jika kebun paling rendah (jelek) diberi peringatan tiga kali lalu izin bisa dicabut.”
Jadi, aturan hukum di Kementan, katanya, bisa memberi sanksi mulai yang berat sampai sangat berat. Dia menyebut, dalam UU Perkebunan 2014, Pasal 108, jika perusahaan terbukti membuka lahan dengan membakar, akan pidana 10 tahun dan denda Rp10 miliar. “Jika dilakukan korporasi hukuman pidana ditambah sepertiganya.”