,

Suzy Hutomo: Tak Melulu Soal Berbisnis dan Berjualan Barang

Berbaju batik biru tak berlengan. Rambut pendek, tak sampai sebahu, bersemir merah dan berkaca mata. Dia Suzy Hutomo, CEO The Body Shop Indonesia. Dia salah satu top manajemen di perusahaan yang gencar menyuarakan isu-isu lingkungan. Sikap inipun sejalan dengan produk Body Shop, yang dihasilkan dari bahan-bahan peka lingkungan (alam), seperti tak menggunakan satwa sebagai bahan uji coba, bekas kemasan produk bisa ditukar demi mengurangi sampah dan lain-lain.  Perusahaan ini ikut mengkampanyekan perubahan iklim, penyelamatan orangutan, energi terbarukan sampai isu hak asasi manusia.

Kala itu, saya tahu dia lagi di Yogyakarta, dari postingan sosial media. Dia hadir sebagai pembicara di Kampus Universitas Atmajaya Yogyakarta membicarakan perubahan iklim. Akhirnya, saya membuat janji wawancara. Kami berbicang-bincang membahas berbagai isu lingkungan. Sayapun menanyakan soal isu-isu yang sedang terjadi saat ini. Kami bertemu di sebuah kafe. Berikut petikan wawancaranya.

Anda tinggal di Bali, bagaimana kondisi lingkungan Bali saat ini menurut anda?

Saya sudah tiga tahun di Bali. Bisa bilang belum lama, jaringan dengan aktivis dan organisasi lingkungan belum sangat luas. Namun di Bali, sangat bermasalah persoalan sampah. Banyak pengunjung belum sadar kebersihan, terutama pemilahan sampah. Juga ada rencana reklamasi Teluk Benoa. Saya menolak. Saya mendukung gerakan Bali Tolak Reklamasi. Walaupun saya milihat sangat sulit secara politik. Saya selalu dukung Walhi Bali dan teman-teman yang berjuang untuk alam Bali lebih baik.

Bagaimana tanggapan anda melihat persoalan lingkungan di Indonesia?

Secara keseluruhan, kesadaran lingkungan sediki lebih baik. Namun, kepentingan ekonomi dan penyelamatan lingkungan masih sering berbenturan dengan kebijakan pemerintah. Saya kira, Indonesia sebagai negara berkembang dan terlihat pemerintah lebih mendahulukan hal terkait perkembangan ekonomi. Pemeritah belum bisa mengapresiasi natural capital atau pemanfaatan kekayaan alam.

Seharusnya,  pemerintah bisa menyeimbangkan kedua hal ini. Jadi perlu model yang baik antara pemerintah, NGO, masyarakat, dan pengusaha dalam menerapkan pembangunan berkelanjutan dengan memikirkan lingkungan lestari. Kemajuan ekonomi memang sangat perlu, tanpa kemajuan ekonomi negara akan kacau. Namun, harus dipikirkan jika natural capital hilang karena pengelolaan salah, bagimana dengan masa depan negeri dan alamnya?

Brosur kampanye untuk satwa, alam dan hak asasi manusia yang dilakukan The Body Shop untuk mengajak dan menginformasikan pembeli. Foto: Tommy Apriando
Brosur kampanye untuk satwa, alam dan hak asasi manusia yang dilakukan The Body Shop untuk mengajak dan menginformasikan pembeli. Foto: Tommy Apriando

Saya dapat cerita dari Pak Emil Salim dua tahun lalu. Intinya, sulit sekali mendapatkan dukungan menteri di Indonesia kaitan dengan lingkungan. Segala sesuatu diukur dengan perkembangan ekonomi.  Kita perlu pemimpin lebih sadar lingkungan. Saya menilai, Presiden Jokowi bagus soal kebijakan, apalagi pemikiran menjadikan poros maritim menjadi lebih kuat dan berdaulat. Begitu juga Menteri Susi Pudjiastuti. Berani, apalagi lama berkecimpung di sektor perikanan dan kelautan. Dia tahu kunci persoalan tata kelola laut Indonesia lebih baik. Jadi dalam membuat keputusan pemerintah ataupun pelaku usaha harus mengerti pembangunan berkelanjutan. Ada tiga hal harus dijadikan acuan, yakni lingkungan, sosial dan ekonomi.

Anda tadi menyatakan, ikut mendukung gerakan tolak reklamasi di Teluk Benoa. Mengapa?

Saya rasa lebih kepada jangka panjang posisi Bali, baik alam, masyarakat dan pariwisata. Orang datang ke Bali, karena ingin melihat alam dan kebudayaan, dan reklamasi tidak ada hubungan dengan kemajuan Bali, bahkan merusak kedudukan Bali.

Saat ini, Bali spesial karena budaya dan alam. Reklamasi akan membuat Bali bukan lagi sebagai tempat spesial tentu. Apalagi rekamasi merusak ratusan hektar hutan mangrove lebat bahkan hilang.

Bali  jadi contoh energi bersih dan terbarukan di Indonesia. Sudah tepat jika Bali menjadi daerah ecotourism. Pemerintah daerah perlu diberikan pola pikir cerdas, maju dan benar-benar mengenal Bali. Bali punya penghargaan Geopark dan Heritage dari Unesco. Jika pemerintah tidak memiliki pola pikir dan kerja baik dan maju, dan tidak mempertimbangkan nilai-nilai Bali, yang terjadi pembangunan merusak dan asal hantam.

Selain di Body Shop, dan beragam kegiatan lingkungan, saya dengar anda juga memiliki yayasan juga?

Ya, saya membuat Yayasan Lensa  Masyarakat Nusantara dengan kegiatan fotografi sebagai suatu komunikasi untuk masalah sosial dan lingkungan.  Jika ada suatu persoalan dan Lembaga Swadaya Masyarakat ingin kerja sama, biasa yayasan kami diajak. Dengan mengajarkan fotografi kepada masyarakat, membuat pameran foto, hasil pendokumentasian diberikan kepada pemerintah daerah ataupun pusat untuk memberitahu yang terjadi di lapangan. Di Indonesia, masyarakat akan lebih tergugah jika melihat foto. Apalagi foto diambil masyarakat. Ini saya lakukan di Bali sejak tahun lalu.

Di setiap produk The Body Shop selalu bertuliskan against animal testing. Merupakan bentuk komitmen peduli terhadap satwa. Foto: Tommy Apriando
Di setiap produk The Body Shop selalu bertuliskan against animal testing. Merupakan bentuk komitmen peduli terhadap satwa. Foto: Tommy Apriando

Body Shop, dikenal dengan produk yang peduli lingkungan, tak heran perusahaan kerap ikut kampanye perubahan iklim ataupun energi terbarukan. Mengapa dan apa yang melatarbelakangi? 

Saya pikir kehadiran Body Shop tidak melulu soal berbisnis dan berjualan barang. Toko kami juga menjadi tempat bertukar informasi dan mempengaruhi konsumen, salah satu tentang perubahan iklim. Di toko kami setiap tahun, yang masuk sampai lebih satu juta orang.  Power atau kekuatan toko besar untuk berkomunikasi kepada konsumen. Loyalty club The Body Shop atau anggota sampai 500.000 orang, lewat para anggota club kami komunikasi, bercerita tentang lingkungan dengan cara soft. Jika terlalu keras juga jarang orang mau terlibat. Setiap dua bulan kami selalu ada donasi untuk kegiatan sosial dan lingkungan. Seperti penyelamatan orangutan,  sampai Omah Munir di Batu, Malang, Jawa Timur.

Soal perubahan iklim, saya merasa belum banyak masyarakat di Indonesia sadar, mungkin karena efek belum dirasakan. Tetapi saat ini saja sudah terasa, seperti di Jakarta begitu panas. Saat kemarau, kita merasakan dampak kekeringan di berbagai daerah, apalagi di Indonesia Timur. Sungguh memprihatinkan.

Begitu juga soal energi terbarukan. Awalnya tahu dampak perubahan iklim hingga berpikir harus melakukan sesuatu, apalagi di Indonesia penggunaan energi dominan fosil seperi minyak, batubara dan gas. Semua itu kotor dan berpolusi. Upaya kami mengurangi dan memberi tahu publik luas ikut berpindah ke energi baru, dengan mengurangi energi fosil.

Apalagi sudah ada beberapa bank mau memberikan modal yang ingin menggunakan energi baru. Sistem penbayaran mengunakan cicilan.

Indonesia sangat ketinggalan dalam energi ramah lingkungan, padahal energi matahari tidak akan habis selama bumi masih ada. Saya sendiri bingung, kenapa pemerintah tidak mau beralih ke energi terbarukan, lebih aman dan ramah lingkungan.

Jujur saya sedih. Saya tidak setuju dengan begitu banyak energi fosil seperti PLTU dominan dibangun di Indonesia. Negara besar seperti Tiongkok, Amerika, negara-negara Eropa beranjak meninggalkan PLTU. Indonesia malah berlomba-lomba menggunakan. Saya kira pemerintah perlu diberi tahu.  Walaupun saya tidak yakin mereka tidak tahu, namun problem pemerintah belum punya visi dan misi tegas beralih menggunakan energi terbarukan. Harusnya kebijakan ini lebih diutamakan.

Selain isu lingkungan, Body Shop juga peduli soal HAM, seperti donasi untuk Omah Munir. Mengapa?

Menurut saya HAM sangat penting. Kita tidak bisa memisahkan HAM dan lingkungan, duanya sangat berkaitan. Contoh, almarhum Munir selama hidup berjuang untuk lingkungan. Hak-hak masyarkat jelas diatur di konstitusi dan perundang-undangan seperi hak udara bersih, air dan lingkungan sehat. Belum lagi persoalan hutan, tanah,  hak masyarakat adat, juga konflik lahan yang terjadi karena perampasan hak.

Ketika saya bertemu salah satu pendiri Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dikatakan hak-hak masyarakat di Kalimantan dan daerah lain dirampas untuk keperluan pengusaha sawit. Belum lagi hak-hak satwa seperti orangutan hilang habitat karena pembalakan liar dan kebutuhan industri.  Itu semua jelas pelanggaran HAM. Di Indonesia, pemerintah kurang menghargai HAM. Ketika saya bertemu Suciwati, istri almarhum Munir, dia ingin membangun museum HAM, kami mendukung. Kami akan tur kesana mengajak karyawan dan member club melihat dan belajar langsung tentang HAM dan lingkungan.

Body Shop, tidak mengguakan bahan-bahan dari satwa (animal testing) di semua produk. Mengapa?

Kami merasa tidak perlu bahan-bahan satwa untuk suatu produk. Banyak  bahan lain lebih baik, alami dan sehat. Kami melihat banyak eksploitasi satwa. Sejak 22 tahun berjuang menolak animal testing, hingga akhirnya Uni Eropa memberlakukan semua kosmetik di Eropa tidak boleh memakai satwa buat tes.

Bagaimana anda menerapkan hidup ramah lingkungan di rumah?

Di rumah awalnya saya coba mengelola pupuk kompos. Tidak berhasil, terlalu basah. Setelah saya minta saran dari Ecobali, ternyata sampah saya lebih dominan makanan. Sarannya, saya diminta pelihara lele.  Sekarang di rumah ada kolam lele.

Di rumah, pekerja rumah tangga kami diajarkan teman-teman Ecobali memilah sampah. Persoalan Bali adalah sampah. Lebih 50% sampah rumah tangga organik, hingga bisa manfaatkan. Tinggal masing-masing kita mau menerapkan atau tidak.

Saya berusaha beli produk lokal. Saya bantu promosikan produk-produk mereka. Hidup ramah dan peduli lingkungan tidak bisa berdiri sendiri, semua saling berkaitan. Mulai energi, kendaraan, sampah, pakaian, kosmetik dan lain-lain sebisa mungkin green.

Di rumah saya menggunakan recycle water. Juga pasang 60 solar panel. Di kantor Body Shop dipasang 220 solar panel. Jadi dimulai dari diri sendiri. Untuk makanan dan minuman, jelas tidak mau minum air kemasan. Kemanapun pergi tidak akan pernah mau. Sudah menjadi komitmen hidup. Di rumah anak-anak mungkin masih memakan daging, prinsipnya mereka tahu konsekuensi dari apa yang dimakan dan minum. Saya tidak makan daging. Namun saya tidak vegetarian. Dulu pernah lima tahun, tapi beberapa faktor membuat saya tidak bisa melakukan.

Salah satu donasi yang diberikan The Body Shop untuk mendukung pembangunan museum HAM atau Omah Munir, di Batu, Jawa Timur. Foto: Tommy Apriando
Salah satu donasi yang diberikan The Body Shop untuk mendukung pembangunan museum HAM atau Omah Munir, di Batu, Jawa Timur. Foto: Tommy Apriando
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,