,

Mengerikan! Toko Suvenir Ini Jual Tengkorak Orangutan dan Awetan Satwa Dilindungi

Operasi gabungan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalbar dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), berhasil menangkap A alias At, pria paruh baya pemilik Toko Suvenir di Kelurahan Pasiran, Kota Singkawang, Kalimantan Barat, Kamis 21 April 2016, siang. Penangkapan At berawal dari informasi yang didapat Tim SPORC BKSDA Kalbar, terhadap keberadaan awetan satwa dilindungi di tempat usahanya itu.

“Setelah digeledah, toko tersebut kedapatan menjual tiga tengkorak orangutan, dua tengkorak beruang madu, dua paruh enggang gading, dua tanduk kijang dan banyak lagi,” ungkap Kepala BKSDA Kalbar, Sustyo Iriyono.

Aparat juga menemukan satu tengkorak monyet, tulang tangan beruang madu (1), taring beruang madu (1), kuku beruang madu (24), sisik trenggiling (1 lembar), awetan anak trenggiling (1), awetan penyu sisik (1), kerapas penyu hijau (1), kima (1), kerang mutiara (1), tanduk rusa (9), duri landak (111).

Sustyo mengatakan, pelaku dan barang bukti sudah diamankan di Kantor BKSDA Singkawang. Barang bukti telah didata dan diidentifikasi, serta pemeriksaan terhadap saksi-saksi oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BKSDA Singkawang telah dilakukan. “Dari hasil pemeriksaan tersebut, bila ditemukan dua alat bukti yg cukup, maka pelaku dan barang bukti diamankan ke Mako SPORC Brigade Bekantan di Pontianak guna pemeriksaan lebih lanjut,” katanya.

Hasil pemeriksaan menunjukkan, At mendapatkan barang-barang jualannya dari berbagai daerah di Kalimantan. Khusus tengkorak orangutan, At mengaku mendapatkan dari penjual di Kecamatan Senakin, Kabupaten Landak. Namun, At mengaku tidak mengetahui apakah orangutan tersebut baru dibunuh, atau memang sudah dimiliki sejak lama.

Sustyo mengatakan, beberapa toko cenderamata memnag sudah dijadikan sebagai target operasi. Toko-toko tersebut tersebar di beberapa kabupaten. Mereka menjadi target operasi lantaran sudah dilakukan penyadartahuan bahwa walaupun hanya awetan, namun, selama barang tersebut satwa dilindungi akan tetap dinyatakan melanggar undang-undang.

“Kami berharap, penangkapan ini menjadi efek jera bagi pelaku penjualan bagian tubuh atau awetan satwa dilindungi,” tambahnya. Tindakan penegakan hukum, kata dia, merupakan jalan terakhir yang ditempuh. Pihaknya, sebenarnya selalu mengedepankan pencegahan dan pembinaan. At, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, menjalani penahanan dengan jerat pasal 21 ayat 2, juncto pasal 40 ayat 2 PP Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.

Sustyo menambahkan, keberadaan toko cenderamata yang menjual bagian tubuh satwa dilindungi lantaran selalu mendapat pasar di masyarakat. “Ada semacam prestise tersendiri ketika memiliki barang awetan satwa langka. Alasan lainnya adalah lantaran mitos kegunaan dari bagian tubuh satwa tersebut.”

Dia mengambil contoh, anak trenggiling yang direndam tuak. Masyarakat etnis tertentu meyakini jika meminum cairan yang berisi rendaman ini dapat meningkatkan vitalitas, menambah stamina, serta menyembuhkan beberapa penyakit. Pemilik toko tersebut menjual eceran, menggunakan botol minum mineral.

Barang bukti lain yang berhasil disita, paruh enggang gading, awetan penyu, dan kuku beruang madu. Foto: Aseanty Pahlevi
Barang bukti lain yang berhasil disita, paruh enggang gading, awetan penyu, dan kuku beruang madu. Foto: Aseanty Pahlevi

Apresiasi

Manager WWF Indonesia Program Kalimantan Barat, Albertus Tjiu, mengapresiasi kinerja BKSDA Kalimantan Barat. “Progres yang ditunjukkan beberapa tahun belakangan meningkat sebagai perpanjangan tangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujarnya. Hal ini didukung dengan diangkatnya kembali revisi UU No 5 tahun 1990, yang konsultasi publiknya sudah dilakukan di tujuh lokasi di Indonesia, termasuk di Pontianak pada 23-24 Maret lalu.

Harapannya, kata Albert, ketika ‘perangkat lunaknya’ disempurnakan, pengawal UU semakin tegas menerapkan aturan yang seharusnya memang ditegakkan.

Dalam revisi undang-undang tersebut, hal mendasar yang ditekankah adalah sanksi. “Bahwa hukuman maksimal 5 tahun penjara dan dengan Rp100 juta, belum pernah diterapkan secara maksimal,” ungkapnya. Selama ini, pelanggaran berat dengan hilangnya plasma nutfah kunci Indonesia, tidak banyak berakhir dengan hukuman setimpal. “Merevisi bagian ini (sanksi), seharusnya ada sanksi minimun dan maksimum, sehingga berat atau tidaknya pelanggaran dapat disesuaikan.”

Lampirannya juga, harusnya sudah direvisi dengan memonitor perkembangan status satwa liar dilindungi. “Banyak species yang sudah menuju kepunahan, sejak ditunjuk dalam daftar tersebut tahun 1990. WWF Kalimantan sendiri diminta input jenis apa yang seharusnya dari Kalbar yang ditambahkan dalam daftar satwa dan tumbuhan dilindungi itu.”

Di hari yang sama, Polisi Hutan BKSDA Kalbar juga mengamankan peredaran satwa ilegal melalui Bandara Supadio Pontianak. “Sebanyak 140 individu burung berbagai jenis, yaitu murai batu, kacer, beo, jenis cucak, dan kapasan,” kata Sustyo. Pemiliknya, berinisial SH, warga Kecamatan Putusibau Selatan, Kabupaten Kapuas Hulu, tidak ditahan terkait kepemilikan tersebut. Jumat sore, burung-burung tersebut dilepasliarkan di sekitaran Gunung Pasi. Beberapa jenis, diketahui satwa endemik daerah tersebut.

Keseluruhan barang bukti yang berhasil diamankan dari toko suvenir di Singkawang, Kalimantan Barat. Foto: Aseanty Pahlevi
Keseluruhan barang bukti yang berhasil diamankan dari toko suvenir di Singkawang, Kalimantan Barat. Foto: Aseanty Pahlevi
Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,