, ,

Begini Cara Memperlakukan Ular

Penyanyi dangdut asal Karawang, Irmawati, terkenal dengan nama panggung Irma Bule, meninggal digigit ular kobra 3 April lalu. Irma kerap manggung sambil membawa ular. Tanpa sengaja dia menginjak ekor ular dalam hajatan di Lemah Abang, Karawang. Ular spontan bereaksi menggigit paha Irma. Meski bisa menyelesaikan lagu, tiga jam kemudian nyawa penyanyi ini tak tertolong. Dia meninggal di RSUD Karawang.

Bagaimana memperlakukan ular? Bagaimana sebaiknya kalau bertemu  atau bahkan kala ular masuk rumah?  Aji Rachmat, Ketua Yayasan Sioux Indonesia, memberikan beberapa tips.

Dia mengatakan, kobra jenis ular berbisa tinggi. Bisa kobra akan menyerang syaraf dan darah korban. Kalau tak mendapat pertolongan cepat dan tepat korban bisa meninggal dalam hitungan menit.

Sioux Indonesia, lembaga yang mendedikasikan diri untuk kajian ular di Indonesia. Beranggotakan sekitar 250 orang, Sioux berdiri 2003 di Jakarta. Misi awal mengubah paradigma negatif masyarakat tentang ular.

“Dalam kasus Irma ada informasi orang yang memelihara kobra sudah mematahkan taring. Meski tanpa taring bukan berarti aman. Jika bisa menginjeksi korban, efek sama saja,” katanya kepada Mongabay.

Aji menambahkan, kobra seperti ular umumnya agresif jika mangsa terus bergerak. Kobra yang terlihat menari di hadapan pawang ular di India dengan memipihkan “leher” sebenarnya sedang mengikuti gerakan suling sang pawang.

Memegang piton harus melindungi leher dengan menyilangkan tangan. Foto: Nuswantoro
Memegang piton harus melindungi leher dengan menyilangkan tangan. Foto: Nuswantoro

Jangan bunuh ular

Dia mengatakan, jangan membunuh ular baik berbisa maupun tidak. Alasannya, kata Aji, demi konservasi. “Ular bagian rantai makanan. Kalau hilang mangsa akan berkembang banyak. Ada tikus, kodok, kadal,” katanya.

Belum lagi masih banyak ular belum diteliti. Banyak potensi belum diketahui dan dimanfaatkan manusia. Menurut dia, tak tidak semua ular berbahaya, dan mematikan. Saat ini, potensi ular kebanyakan untuk kepentingan medis, misal, menghasilkan serum antibisa ular yang harus menggunakan bisa ular itu sendiri.

Jenis ular di Indonesia, paling banyak di dunia, ada sekitar 400 jenis. Australia hanya 170-an jenis, Amerika tak sampai 300 jenis.

“Di antaranya endemik, misal piton hijau, Chondropython viridis, hanya ada di Papua dan dilindungi. Lalu Python timoriensis, ada di NTB, NTT, dan Timor. Ini juga dilindungi,” katanya.

Meski ada beberapa jenis ular aktif malam hari, di alam bebas ular sering dijumpai pagi dan siang hari karena mereka termasuk hewan berdarah dingin. Ciri hewan berdarah dingin tak bisa menghasilkan panas dari tubuh sendiri. “Itulah ular berusaha mendapat panas dari lingkungan sekitar.”

Ada beberapa kejadian ular masuk ke rumah warga. Sebenarnya, karena habitat ular sawah atau kebun. Kini sawah dan kebun menjadi perumahan, mereka “tersesat” masuk rumah.

“Mereka berpindah area, tapi tak terlalu jauh dari perumahan lalu terlihat manusia. Kemungkinan lain ular sebenarnya tak sengaja masuk rumah, ia mengejar mangsa. Kita telah mengambil alih ekosistem mereka.”

Jenis ular biasa masuk rumah antara lain, ular air, kadut, kobra, piton, welang weling. Ada juga ular rumah yang memang makanan cicak, jadi banyak ditemukan di rumah. Jenis berbahaya kobra dan welang weling, karena berbisa tinggi.

Untuk menghindari tak tergigit ular, Aji punya beberapa tips. Pertama, jangan bersentuhan. Selama tak menyentuh, atau menginjak relatif aman. Kalau sampai menyentuh ular akan bereaksi, dan bisa saja menggigit.

Kedua, jika sudah berhadapan dengan ular sebaiknya diam. Biasa ular akan lewat di antara kaki kita. Ular diketahui mengandalkan gerakan dan panas mangsa. Ular buta warna, dan tak mendengar. “Jadi percuma mengusir dengan cara berteriak-teriak.”

Ketiga, ular bisa ditangkap atau diusir dengan teknik-teknik tertentu, tergantung jenis. Paling mudah memegang kepala ular dari arah belakang, juga tunggu sampai ia kelelahan. Kuncinya, jangan lengah karena ular termasuk binatang sabar menunggu mangsa lengah.

Keempat, kalau ular masuk rumah dan tak tahu berada di bagian mana, tutup semua jendela dan pintu kecuali satu dibiarkan terbuka untuk jalan keluar sang ular. Beri bau-bauan menyengat di seluruh bagian rumah yang dicurigai. Tunggu hingga ular keluar sendiri.

Piton jika besar dan panjang harus ditangani lebih dari dua orang. Salah seorang memegang ekor, yang lain memegang karung atau kain tebal seperti matador. Lalu pelan-pelan karung tadi diturunkan untuk menutup mata ular. Saat memegang kain jangan sampai tangan terlihat terbuka karena bisa digigit.

Beberapa jenis ular dapat dilumpuhkan dengan memegang ekor lalu diangkat menggantung. Usahakan kepala ular dekat dengan tanah dan jauhkan dari badan serta kepala si pemegang. Ular yang biasa hidup melata di tanah berusaha menyentuh tanah.

Memegang kepala ular kobra (Naja Sputatrix) sedikit ditekuk ke bawah untuk menghindari semprotan bisa. Foto: Nuswantoro
Memegang kepala ular kobra (Naja Sputatrix) sedikit ditekuk ke bawah untuk menghindari semprotan bisa. Foto: Nuswantoro

Kobra dapat dilumpuhkan dengan sapu. Jangan mengawasi kobra dengan posisi jongkok. Jaga jarak sekitar tiga meter dengan semburan bisa mengenai mata. Gunakan sapu membuat lelah. Perlahan jepit kepala ular memakai gagang sapu tadi, lalu pegang dari arah belakang. Tekuk kepala ular ke arah bawah dan tetap jauhkan dari wajah. Masukkan ekor terlebih dahulu ke wadah, baru kepala.

Penanganan korban

Kunci penyelamatan korban yang tergigit ular adalah kecepatan dan ketepatan pertolongan pertama. Menurut Anindyah Tri Lhaksmi Kusuma Wardhani, aktif di Sioux, perlakukan korban seperti digigit ular berbisa kecuali jenis ular yang menggigit sudah diketahui pasti. Bahaya ular bagi korban meliputi psikologis dan klinis.

“Ular mungkin bukan jenis berbahaya, karena korban panik bisa saja menimbulkan cidera,” katanya.

Dalam menangani korban, usahakan baik penolong maupun korban tak panik. Posisikan korban dan penolong di tempat aman. Usahakan korban jangan banyak bergerak, dan pembalutan elastis, serta identifikasi ular yang menggigit.

“Kalau kaki tergigit, jangan disuruh berjalan, lebih baik korban dibopong. Makin banyak bergerak makin cepat bisa ular menyebar ke seluruh tubuh. Makin banyak bergerak makin banyak reflek otot. Harus benar-benar diam,” kata Anin, juga senaga kesehatan di rumah sakit. Dulu penanganan masih pakai penyedot. Sekarang, tidak digunakan lagi karena tak efektif.

Menurut dia, bekas gigitan bisa membantu mengidentifikasi apakah ular berbisa atau tidak, meski ada beberapa ular memiliki pengecualian. Tanpa tusukan dua taring berarti tak berbisa, tusukan di depan berarti berbisa tinggi. Taring di belakang berbisa menengah.

“Kalau digigit kobra, miringkan korban ke arah kanan hingga mudah muntah dan tak menutup jalan pernafasan,” katanya. “Kalau kesembur kobra di mata atau di manapun guyur pakai air mengalir. Jika tak ada air, dalam keadaan darurat bisa menggunakan air kencing, atau air kelapa.”

Secara klinis, gejala umum gigitan ular berbisa menyebabkan jaringan kulit menjadi berbintik merah, mati rasa, dan berkeringat. Pada luka ada bekas taring, pendarahan, bengkak, dan rasa seperti terbakar. Badan lemas, sulit bernafas. Perut mual, ingin muntah, juga diare. Penglihatan menjadi kabur, demam, dan nyeri. Detak nadi cepat, tekanan darah menurun, shock, sakit kepala, haus, bingung, hingga pingsan.

“Dalam 30 menit sejak tergigit sebaiknya korban sudah mendapat perawatan di rumah sakit,” katanya. Pertolongan pertama cepat dan tepat akan memberi waktu hingga bisa ular tak segera melumpuhkan korban.

Saat ini, serum antibisa di Indonesia, baru mengatasi tiga jenis ular, yaitu ular tanah, welang weling dan kobra. Meski begitu, bukan berarti jika digigit ular berbisa jenis lain tak mungkin selamat. “Dengan penanganan cepat dan tepat tadi sakit akibat gigitan ular berbisa bisa sembuh.”

Ular weling berbisa tinggi bercirikan warna belang hitam putih. Foto: Nuswantoro
Ular weling berbisa tinggi bercirikan warna belang hitam putih. Foto: Nuswantoro
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,