Kita sering mendengar istilah kebun raya yang di dalamnya terdapat berbagai jenis tanaman dari seluruh Indonesia. Namun, selain kebun raya, kita juga saat ini mengenal taman keanekaragaman hayati (kehati).
Menurut penelusuran Mongabay, taman kehati ada sembilan di Indonesia ini yaitu di Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Yogyakarta, Sulawesi Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Taman Kehati Yogyakarta terletak di Kabupaten Gunungkidul tepatnya di Kecamatan Tepus dan Kecamatan Ngawen. Taman Kehati di Gunungkidul yang dikembangkan pada 2009 mempunyai luas kawasan keseluruhan 15 ha meliputi 10 ha di Kecamatan Tepus dan 5 ha di Kecamatan Ngawen.
Taman Kehati di Kecamatan Tepus dibagi menjadi dua lokasi yaitu Taman Kehati Gunung Bajo yang berlokasi di Telaga Sengon seluas 6 ha yang diperuntukkan sebagai lokasi jenis-jenis tanaman buah dan Taman Kehati di Njuruk yang diperuntukkan untuk tanaman kayu/ tanaman keras. Hingga saat ini Taman Kehati telah berhasil menanam ±77 jenis tanaman yang tumbuh dengan baik.
Taman Kehati menurut Permen LH No.3 Tahun 2012 adalah suatu kawasan pencadangan sumber daya alam hayati lokal di luar kawasan hutan yang mempunyai fungsi konservasi in-situ dan/atau ex-situ, khususnya bagi tumbuhan yang penyerbukan dan/atau pemencaran bijinya harus dibantu oleh satwa dengan struktur dan komposisi vegetasinya dapat mendukung kelestarian satwa penyerbuk dan pemencar biji.
“Kami bersama masyarakat mendukung agar Taman Kehati dapat berkembang baik, tentunya mengarah pada kelestarian lingkungan dan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, misalnya dapat dikembangkan wisata edukasi,” ungkap Suroyo, Kaur Pemerintahan Desa Purwodadi menjelaskan.
Rintangan tak menghalangi untuk maju
Perkembangan hingga hingga saat ini, Taman Kehati tersebut telah menjadi salah satu tempat rujukan untuk belajar. Tercatat dari BLH Bandung, Biodiversity Warrior-KEHATI, BLH Kalimantan Selatan, BLH Jawa Timur, BLH Sulawesi, BLH Jawa Barat. Saat ini, Taman Kehati yang secara khusus di Gunung Bajo tersebut dikelola oleh Kelompok Tani Wanita Sari Indah, Desa Purwodadi.
Namun demikian, bukannya tanpa rintangan yang dihadapi. Makin pesatnya perkembangan Taman Kehati namun belum dibarengi dengan kuatnya pengelolaan disana. Selain itu cuaca ekstrim dapat menyulitkan untuk tanaman tumbuh, apalagi saat musim panas/kering, hampir seluruh tumbuhan yang tumbuh di Gunungkidul meranggas, menggugurkan daun untuk bertahan hidup.
Belum cukupnya kapasitas kelompok dalam mengelola kegiatan kelompok dan kawasan menyebabkan kegiatan-kegiatan pengembangan Taman Kehati tidak maksimal. Selain itu, kurangnya kapasitas masyarakat dalam memahami objek yang mereka punya, dalam hal ini jenis-jenis tanaman, berimbas kepada kualitas kunjungan yang sangat rendah karena kurangnya edukasi yang disampaikan oleh pengelola kepada pengunjung.
Subekti, Ketua Kelompok Tani Wanita Sari Indah di Desa Purwodadi yang bertanggungjawab terhadap perkembangan Taman Kehati juga tidak menampik bahwa masih diperlukan penguatan kelompok dalam mengelola Taman Kehati sehingga lebih maju dan bermanfaat.
“Ini kegiatan masih awal dan dititikberatkan pada penguatan sumber daya manusia dan sumber daya alam, karena saat ini kemampuan sumber daya manusia yang secara khusus kelompok tani dirasakan masih kurang. Sehingga kedepan dengan adanya penguatan sumberdaya manusia, Taman Kehati dapat dikelola dengan baik,” ungkap Subekti.
Dukungan terus mengalir
Berkembang tidaknya Taman Kehati ke depan tidak lepas dari peran serta kelompok tani, masyarakat, pemerintah desa, dan pemerintah daerah. Namun demikian tidak dipungkiri bahwa masih diperlukan pula dukungan dari pihak lain, apakah itu dari sektor usaha, LSM, dan lainnya. Salah satu LSM yang mendukung kegiatan tersebut selain dari Yayasan Kehati adalah Yayasan Kanopi Indonesia.
Yayasan Kehati melalui Puji Sumedi selaku Manajer Ekosistem Pertanian mengatakan kehadiran Taman Kehati di Gunungkidul sangat penting. “Taman Kehati penting di Gunungkidul karena menjadi salah satu pilihan untuk konservasi plasma nutfah lokal secara insitu di kawasan karst,” ungkap Puji.
Selain itu tentunya diperlukan dukungan semua pihak, termasuk masyarakat karena kehadiran Taman Kehati juga diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat secara berkelanjutan.
“Taman Kehati dikelola oleh masyarakat dan selain untuk konservasi juga untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dalam hal pengembangan jasa lingkungan ke depannya seperti ekoedukasi,” tambah Puji.
Direktur Yayasan Kanopi, Ma’ruf Erawan mengatakan bahwa yayasannya memiliki misi untuk membantu pengembangan inisiatif ini, karena akan mempercepat perkembangan ekonomi masyarakat.
“Namun, sampai dengan saat ini kelompok pengelola belum memiliki kapasitas cukup untuk mengelola Taman Kehati, sehingga Yayasan Kanopi mengajak kerjasama dengan Yayasan Kehati untuk mendampingi pengelola Taman Kehati agar lebih baik,” katanya.
Oleh karena itu, beberapa lembaga swadaya masyarakat ikut mendorong penguatan kelembagaan, salah satunya adalah Yayasan Kanopi Indonesia. Arif Rudianto, Manajer Program Yayasan Kanopi Indonesia menyampaikan bahwa kegiatan bersama kelompok untuk memperkuat fungsi Taman Kehati sangat dibutuhkan.
“Yayasan Kanopi Indonesia akan mendorong kegiatan pelatihan, pemetaan potensi, pengembangan konsep dan implementasi ekoeduwisata” uncap Rudi. Dalam hal ini, bersama dengan mitra terkait,
Dengan adanya dukungan dari Yayasan Kehati dan Yayasan Kanopi Indonesia, diharapkan Kelompok Tani Wanita dapat lebih kuat dan mengelola Taman Kehati dapat lebih optimal. Jika keduanya dapat terjadi maka upaya konservasi dan peningkatan ekonomi berkelanjutan dapat berjalan kedepannya…. Semoga.