Berharap Pelaku Jera, Berikut Usulan Pidana dalam Revisi UU Konservasi

Ada harimau, macan tutul, beruang madu, rusa, kakatua, nuri sampai cenderawasih di Lobi Manggala Waanabhakti, Jakarta, Rabu pagi (3/8/16). Ada apa?  Ternyata, ini satwa-satwa awetan, hasil sitaan Direktorat Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, beberapa waktu lalu di Jakarta. Berkas, tersangka dan barang bukti, kasus ini siap diserahkan ke Kejaksaan, untuk proses lebih lanjut.

Kasus perdagangan satwa ilegal, baik dalam kondisi hidup maupun mati terus terjadi. Begitu juga perburuan, penangkapan, sampai pembunuhan satwa langka terjadi di berbagai wilayah. Dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi sampai Papua. Satwa-satwa endemik, dan langka negeri ini terus terancam.

Masalah makin lengkap, kala aturan penjerat hukum dan denda bagi pelaku, ringan. UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (UU Konservasi) hanya menghukum maksimal lima tahun dan denda Rp100 juta. Di lapangan, putusan-putusan pengadilan tak jauh dari hitungan kurang dua tahun sampai bulanan.

Pemerintah menyadari keterancaman keragaman hayati ini. Kini, pemerintah dan parlemen membahas perubahan UU yang dinilai sudah tak relevan ini.

“DPR sangat mendukung penguatan UU Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem ini karena kita perlu lindungi kawasan konservasi dan ekosistem,” kata Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK),   usai penyerahan barang bukti dan tersangka kasus perdagangan organ-organ satwa awetan di Jakarta, Rabu (3/8/16). Hadir dalam acara itu penyidik dari Bareskrim Polri dan Kejaksaan Agung.

Dia mengatakan, revisi ini memerlukan proses panjang, dari penyusunan naskah akademik, sampai konsultasi publik.

“Kami sudah bicarakan dengan teman-teman DPR. Itu butuh proses politik dan ilmiah, draf akademisi, lalu konsultasi publik, dan proses parlemen,” katanya.

Barang bukti sitaan KLHK. Foto: Deden
Barang bukti sitaan KLHK. Foto: Danny

Roy, sapaan akrabnya, menekankan pentingnya unsur pemberian efek jera bagi pelaku atau pelanggar hukum. Sebab, dalam kasus-kasus yang sudah ditangani KLHK, seakan tak ada efek jera.

“Hukuman terlalu ringan, kami dorong hukuman penjara adalah minimum dan maksimum.  Berapanya ada di proses yang sedang berlangsung. Kami ingin ini seberat-beratnya,” ujar dia.

Muhammad Yunus, Direktur Penegakan Hukum Pidana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan, dari penegakan hukum mengusulkan penekanan pada hukum pidana minimal dan maksimal. UU lama hanya mencantumkan hukuman maksimal lima tahun, tanpa menyebutkan nminimal. Dendapun hanya Rp100 juta.

Mereka mengusulkan minimal lima tahun, maksimal 15 tahun. “Kalau denda biasa mengikuti, lima tahun itu Rp5 miliar, 15 tahun, Rp15 miliar.Itu yang kita usulkan. Sedang lihat perkembangan (pembahasan),” katanya.

Bagian hukum KLHK juga mengusulkan soal penanganan barang bukti. Dia mencontohkan, kasus gajah mati. “Kita lagi sidik, kan gak mungkin gajah mati ditahan sampai kasus selesai. Bisa gak, ambil sampel saja, difoto dan segala macem, sebelum ketetapan pengadilan, gajah bisa dikubur. Itu yang kita sampaikan,” katanya.

Yunus mengambil persamaan dengan kasus pidana pembunuhan dengan korban tetap dikebumikan. “Hanya hasil otopsi dan bukti-bukti lain yang dipakai.”

Sembari mengupayakan perubahan UU agar lebih kuat dan memberikan efek jera bagi pelaku, katanya, KLHK juga makin meningkatkan pengamanan kawasan konservasi dan kawasan lain.

“Tindak kejahatan karena kesempatan. Kami akan tingkatkan pengamann kawasan konservasi. Kejahatan juga terjadi karena ada permintaan para pihak terhadap satwa dan bagian tubuh.”

Awetan macan tutul, harimau, beruang madu sampai burung nuri dan cenderawasih sitaan KLHK yang akan diserahkan ke Kejaksaan, untuk proses lebih lanjut. Foto: Jhon R
Awetan macan tutul, harimau, beruang madu sampai burung nuri dan cenderawasih sitaan KLHK yang akan diserahkan ke Kejaksaan, untuk proses lebih lanjut. Foto: Jhon R
Kulit harimau awetan sitaan KLHK yang akan diserahkan ke Kejaksaan. Foto: Danny
Kulit harimau awetan sitaan KLHK yang akan diserahkan ke Kejaksaan. Foto: Danny
Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , , ,