Menanti Kunjungan Burung Migran di Danau Limboto

Putih mendominasi tubuhnya. Sementara hitam tampak pada dua sayap, belakang kepala dan pundak, mata, serta paruhnya. Kakinya memanjang seperti orange. Terbang kesana kemari. Sesekali terhenti, berteriak, kemudian terbang kembali. Ia adalah burung gagang-bayam timur (White headed Stilt) atau burung dengan nama latin Himantopus leuchocephalus.

Selang beberapa meter, dua orang perempuan berjilbab membidik kamera berlensa panjang mereka ke gagang bayam. Burung itu pun berjalan bak seorang model di tempat berair. Kakinya yang panjang lenggak-lenggok, seolah sadar bahwa ia sedang diabadikan.

Sementara di tempat yang tak jauh, seorang lelaki mengendap-endap. Beberapa menit kemudian ia berdiri membidik kamera ke arah eceng gondok dan kangkung yang tumbuh subur seperti semak belukar. Seeokor burung berukuran kecil menjadi objek kameranya. Burung itu bernama tikusan alis-putih (White-browed Crake) atau dengan nama latin Amaurornis cinerea.

Lelaki itu adalah Rosyid Azhar, fotografer dan juga bekerja sebagai jurnalis di Kompas.com. Sementara dua perempuan berjilbab itu adalah Debby Haryanti Mano, jurnalis Antara, serta Ririn Hasan, pegawai di Balai Konsverasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Ketiganya adalah anggota Gorontalo Biodiversity Forum (GBF). Mereka sedang menanti kedatangan burung migran yang setiap tahun berkunjung ke Danau Limboto.

Menurut Ririn Hasan, mengamati langsung burung migran di Danau Limboto bisa menjadi salah satu kegiatan wisata alam. Para penikmat burung dapat melihat dan mengenali aneka jenis dari jarak dekat, atau belajar mengambil gambar.

Sementara menurut Rosyid, selama beberapa hari di Agustus ini, ia mulai memantau burung migran. Di antara yang sering muncul adalah trinil semak, kedidi jari-panjang, gagang bayam, dan tikusan alis-putih.

Nelayan setempat yang mencari ikan dengan setrum listrik. Foto: Christopel Paino
Nelayan setempat yang mencari ikan dengan cara menggunakan setrum listrik. Foto: Christopel Paino

Sabtu, 13 Agustus 2016, sejak pagi hingga jelang siang, banyak burung bermain dan mencari makan di sekitar Danau Limboto. Sayang, ada beberapa nelayan setempat yang menggunakan alat setrum atau listrik mencari ikan. Posisi mereka tidak jauh dari burung gagang-bayam timur atau burung migran lainnya.

Gagang-bayam timur yang lalu lalang di perairan dangkal itu berdasarkan situs Kutilang, persebaran dan ras-nya mulai dari Eropa sampai Afrika sub-Sahara dan Madagaskar ke timur sampai Asia Tengah, India, Tiongkok, Indochina dan Taiwan. Di Indonesia secara lokal berbiak di Sumatera bagian utara, burung dewasa tercatat bergerak sampai Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat.

Untuk tempat hidup dan kebiasaan, burung ini menunjungi lahan basah yang dangkal terutama yang berair tawar seperti rawa, danau tepian sungai, sawah dan tambak, juga delta dan muara sungai. Burung karnivor dengan makanan yang bervariasi terutama inverteberata perairan kecil dan biji-bijian. Jenis pakan mengikuti ketersediaan musiman dan perpindahan jenis habitat.

Sementara tikusan alis-putih, masih menurut website yang sama, memiliki ukuran agak kecil sekitar 20 cm, berparuh pendek. Tubuh coklat keabu-abuan. Terdapat pola strip putih pada bagian atas kepala yang terlihat jelas dan dibawah garis mata yang hitam. Mahkota, punggung, dan dada abu-abu; sayap dan ekor coklat keabu-abuan.

Penyebaran dan ras burung ini adalah semenanjung Malaysia, Filipina, dan Sunda besar, sampai Papua, dan Australia. Burung ini tergolong pemalu, menghuni daerah padang rumput yang tergenang, paya-paya, dan sawah. Hidup berpasangan. Burung ini tersebar luas di daerah dataran rendah di Sumatra (sampai ketinggian 1.200 meter), Kalimantan, dan Jawa.

“Burung migran ini berada di Danau Limboto mulai Agustus hingga Oktober. Puncaknya di akhir Agustus hingga September,” ujar Rosyid.

Pada 2015 lalu, Rosyid lewat jepretan kameranya menemukan burung dengan stiker bendera Victoria di Danau Limboto. Burung tersebut adalah kedidi golgol (Curlew Sandpiper) dengan tanda bendera khusus di bagian kaki. Ini membuktikan, Danau Limboto merupakan jalur migrasi penting bagi burung dari belahan bumi yang lain.

Danau Limboto yang penting bagi burung migran. Foto: Christopel Paino

Rosyid menambahkan, Gorontalo Biodiversity Forum berencana menggelar festival burung migran di Danau Limboto, yaitu dengan cara wisata pengamatan burung, penandaan burung, pembuatan film dokumenter, pemutaran film pendek, diskusi dan pengamatan lapangan. Media trip hingga pendidikan di lingkungan sekolah juga.

“Kegiatan rencananya digelar selama Agustus hingga Oktober 2016 dengan melibatkan semua kalangan.”

Migrasi burung terjadi karena di belahan bumi bagian utara mengalami musim dingin, dan mereka mencari kehangatan menuju bumi bagian selatan untuk menghindari kondisi cuaca yang ekstrim dan sebagai bagian dari proses bertahan hidup. Sementara wilayah Indonesia yang berada di garis khatulistiwa dengan suhu yang lebih hangat sepanjang tahun merupakan wilayah transit atau tujuan dari berbagai burung migran.

Danau Limboto merupakan salah satu tujuan maupun jalur transit burung migran tersebut. Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan. Jika di tahun sebelumnya, hanya terdata 10-14 jenis, yang teridentifikasi sekarang sekitar 36 jenis yang menjadikan Limboto sebagai tujuan utama sebelum melanjutkan perjalanan dari utara ke selatan atau sebaliknya.

Namun, keistimewaan Danau Limboto terancam ulah sebagian orang yang gemar berburu burung menggunakan senjata. Danau ini menjadi spot favorit pemburu burung karena hingga saat ini belum ada tanda pemasangan larangan. Apalagi, Danau Limboto merupakan wilayah terbuka untuk publik, dan bukan kawasan konservasi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,