Di Daerah Rawan Konflik Tanah, Polisi Ini Sukses Ajak Masyarakat Bercocok Tanam Sayuran

Konflik tanah dan tawuran antar desa di Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur hampir selalu terjadi setiap tahun. Akibatnya, aktivitas masyarakat yang mayoritas petani otomatis berhenti. Dampaknya di wilayah yang sering bersengketa ini, alih-alih menggarap lahannya, para petani memilih membiarkan lahan pertaniannya tak tergarap.

Akibat dari konflik ini, polisi sebagai aparat keamanan pun, lalu diterjunkan untuk meredam masalah antar warga yang terjadi ini.

Namun cara yang dilakukan Brigpol Sukmawadi, anggota Polsek Adonara Timur ini terbilang unik. Dia menemukan cara mengatasi permasalahan konflik lewat mengenalkan masyarakat untuk bertani tanaman sayur-mayur.

Awalnya saat ditunjuk sebagai Kanit Binmas, Sukma mengaku bahwa pekerjaan ini berat. Apalagi ditempatkan di dua kecamatan, Adonara Timur dan Ile Boleng yang terkenal tawuran antar desanya. Dirinya pun lalu putar otak, mencari kira-kira aktivitas apa yang dapat meredam konflik di dua kecamatan ini.

“Sebagai polisi kita harus bertugas melayani dan mengayomi masyarakat. Saya punya kemampuan bertani sehingga saya mencoba berbagi ilmu,” jelas Sukma sapaannya, saat dijumpai Mongabay Indonesia, di Polsek Adonara Timur beberapa waktu lalu.

Mewarisi ilmu pertanian secara turun temurun dari keluarganya, membuat Sukma yang berasal dari Lombok Tengah, NTB tidak canggung dengan aktivitas bertani.

Bahkan sejak ditugaskan di Waiwerang, Adonara Timur sejak tahun 2007, tanah terlantar di areal kantor Polsek pun dia sulap menjadi kebun sayuran, sesuatu yang membuat Kapolda NTT terkejut saat datang berkunjung.

Bentuk Kelompok Tani

Guna mengetahui kebutuhan masyarakat, awalnya setelah jam dinas Sukma sering berinteraksi dengan masyarakat. Dia menyimpulkan beternak dan bertani merupakan dua bidang yang andalan mata pencarian masyarakat. Namun mirisnya, kemampuan bertani dan beternak masyarakat amatlah minim.

“Saya melihat tanahnya subur, potensi pertaniannya menjanjikan. Kalau hanya tanam singkong itu tidak perlu keahlian khusus. Saya lalu ajak mereka manfaatkan lahan untuk ditanami sayuran,” jelas lelaki kelahiran 31 Desember 1986 ini.

Sukma lalu mencoba masuk lewat memelihara ayam pedaging dan pelan-pelan mengajak masyarakat untuk memeliharanya. Lalu dia beralih memelihara kambing yang bibitnya didatangkan dari Sulawesi. Setelah berhasil dikembangbiakkan, bibit kambing itu pun dia bagikan kepada masyarakat.

Dari situ, perlahan Sukma mulai mendapat kepercayaan masyarakat. Dia pun lalu mulai mengajak masyarakat untuk memanfaatkan lahan pertanian untuk menanam sayur-mayur.

Dia lalu membentuk kelompok tani. Di Kecamatan Ile Boleng, yaitu dilokasi perumahan para pengungsi dia membentuk kelompok tani beranggotakan 17 orang. Lalu di Waikenawe, Kecamatan Adonara Timur dia membentuk kelompok tani beranggotakan 15 orang.

“Animo masyarakat awalnya rendah, tetapi setelah saya bentuk kelompok tani dan mulai lakukan kegiatan, mereka antusias. Perlahan masyarakat pun mulai sibuk dan tak ingin berkonflik lagi.”

Menurutnya, pengalaman yang paling menantang adalah saat dia membentuk dua kelompok tani beranggotakan 23 orang di Lewobunga yang baru saja dilanda perang tanding (tawuran) antar desa. Namun dengan dukungan aparat desa, dia lalu mampu menarik perhatian dengan keberhasilannya menanam sayur-sayuran di kebun contoh.

 

Lahan tidur di translok Lewokeda yang disulap menjadi kebun sayuran setelah sumur air mulai berfungsi. Foto: Ebed de Rosary
Lahan tidur di wilayah transmigrasi lokal Lewokeda yang disulap menjadi kebun sayuran setelah sumur air mulai berfungsi. Foto: Ebed de Rosary

Manfaatkan Sumber Air

Saat ini, salah satu kelompok tani yang dibentuk oleh Sukma, Ola Loin berhasil membudidayakan tomat sebanyak 1.500 batang, padahal mereka harus turun naik mengambil air sejarak 100 meter dari lokasi kebunnya.

Setelah dua tahun tanaman tomat berhasil, kelompok ini lalu mulai menanam sayuran seperti cabai, dan mulai berpikir untuk membeli pompa air sendiri.

Simon Demon Samon ketua kelompok tani Ola Loin pun mengaku bersyukur. Dua tahun sudah mereka bisa keluar dari kesulitan ekonomi berkat tanam tomat sebanyak 1.500 pohon yang mereka tanam.

“Sebulan kami bisa dapat uang minimal Rp5 juta, sehingga kami bersemangat dan ingin menanam sayuran lainnya dan juga bawang merah. Ternyata lahan yang selama ini dibiarkan terlantar bisa memberi kami penghasilan yang lumayan,” jelas Simon.

Melihat keberhasilan yang ada, masyarakat pun bertambah semangat. Seperti di kelompok Aura Tani yang berlokasi di wilayah transmigrasi lokal Lewokeda. Di sini, masyarakat bergotong-royong menyumbang, bahkan menjual perhiasan, untuk mengumpulkan dana untuk membeli pompa air. Sukma pun turut menyumbang. Baginya ini merupakan indikasi bahwa masyarakat percaya dengan rencana prospek pertanian yang dia tawarkan.

Dari hasil pertanian sayur-mayur, rata-rata dalam sebulan para petani di Aura Tani mendapat keuntungan Rp4 juta berkat budidaya lombok yang berawal dari 500 pohon.

Kini kelompok ini mulai mengembangkan ubi ungu, tomat dan berbagai sayuran lainnya. Selain itu juga ditanam pohon turi yang berfungsi sebagai pohon pelindung juga jadi pakan ternak Kambing.

“Awalnya kami tidak paham cara tanam lombok sampai pak Sukma bertugas menjaga keamanan saat konflik. Sesudah itu dirinya mengajak kami membentuk kelompok tani dan mulai menanam lombok dan tomat. Sejak itu ekonomi keluarga kami mulai membaik,” sebut Senti Peka Boro ketua kelompok tani.

 

Murni Swadaya

Sukma mengaku apa yang dilakukannya ini murni untuk membantu masyarakat. Menurutnya polisi harus mampu menjadi pengabdi, pelindung dan pengayom masyarakat. Dengan memberdayakan masyarakat, maka konflik teredam dan potensi lahan pun dapat termanfaatkan.

“Kadang saya harus keluarkan dana dari kantong pribadi saya bila dana yang dbutuhkan kurang. Bibit tanaman pun saya beli sendiri dan saya bagikan. Saya ingin melihat petani sukses,” tuturnya.

Selain mengembangkan pertanian dan peternakan, Sukma pun mulai menggalang para petani untuk menanam pohon jangka panjang seperti mahoni, jati, dan yang lainnya.

“Selain bisa memberikan penghasilan,ini juga sebagai sebuah langkah menghijaukan lingkungan dan mengurangi pemanasan global,” pungkas Sukma mengakhiri pembicaraan.

Artikel yang diterbitkan oleh
, ,