Mencuri Ikan, Empat Kapal Berbendera Malaysia Ditangkap

Kapal Pengawas Perikanan Hiu Macan 01, bekerja sama dengan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) menangkap empat kapal ikan asing berbendera Malaysia. Lokasinya di perairan Natuna, Kepulauan Riau, 8 Desember 2016.

Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan (PSDKP) Pontianak, Erik Tambunan, mengatakan kapal-kapal tersebut terombang-ambing gelombang sebelum masuk ke muara Sungai Kapuas. “Komunikasi juga putus-putus karena cuaca.”

Semua kapal pelaku illegal fishing tersebut digiring ke dermaga stasiun Pengawasan Sumber Daya dan Kelautan Perikanan (PSDKP) Pontianak, di Desa Sungai Rengas, Kabupaten Kubu Raya, Minggu (11/12/16), pukul 03.00 WIB. “Ikut diamankan, 40 awak kapal yang berkebangsaan Vietnam,” tutur Erik.

Kronologis penangkapan bermula ketika Kapten Samson melihat aktivitas mencurigakan dari pantauan radar. Kapten Samson, yang merupakan salah satu komandan kapal pengawas berprestasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan, tengah melakukan patroli Penguatan Opsnus IX di wilayah perairan Indonesia. Kawasan patroli Hiu Macan 01, tepatnya di perairan sebelah barat Pulau Anambas, Laut Natuna. Samson memutuskan mendekati empat kapal yang mencurigakan tersebut. Setelah didekati, terlihat empat kapal sedang menangkap ikan menggunakan alat tangkap terlarang.

Dari pemeriksaan di tempat kejadian peristiwa, kapal asing itu tidak dilengkapi dokumen penangkapan ikan yang sah, serta melakukan penangkapan ikan pada area yang dilarang. Empat kapal tersebut menangkap ikan menggunakan 2 pair trawl, 1 trawl, dan 1 alat tangkap bubu.

Keempat kapal tersebut adalah; JHF 8918T bobot 70 GT dengan nakhkoda Tran Hoang Nhanh (4 ABK); Suria Timur 11 bobot 90 GT dinakhkodai Ngo Thanh Phong (16 ABK); PAF 4457 bobot 85 GT dinakhkodai  Lam Thanh Dien (12 ABK); dan Suria Timur bobot 105 GT, dinakhkodai Ho Minh Hien (4 ABK).

Keempat kapal dan nakhodanya dijerat pasal 5 ayat (1) huruf  b, Pasal 9 ayat (1) Jo. Pasal 85, Pasal 26 ayat (1) Jo. Pasal 92, Pasal 27 ayat (2) Jo. Pasal 93 ayat (1) UU No. 45 tahun 2009 Tentang perubahan atas UU RI No. 38 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Selain mencuri ikan, kapal berbendera Malaysia ini tidak dilengkapi dokumen sah serta menggunakan alat penangkap ikan yang dilarang. Foto: Putri Hadrian
Selain mencuri ikan, kapal berbendera Malaysia ini tidak dilengkapi dokumen sah serta menggunakan alat penangkap ikan yang dilarang. Foto: Putri Hadrian

Incaran

Perairan Natuna merupakan wilayah incaran nelayan asing yang ingin mencuri ikan. Tak hanya itu; perairan Laut Natuna, Laut China Selatan, dan Selat Karimata merupakan gerbang masuk dan keluarnya kapal-kapal nelayan asing ke laut Indonesia untuk melakukan pencurian ikan. Ini dikarenakan laut Indonesia berbatasan teritorial dengan Malaysia dan Singapura; berbatasan landas kontinen dengan atau dasar laut dengan Malaysia, Thailand, India, Australia, Papua Nugini dan Vietnam; serta Zona Ekonomi Eksklusif dengan Australia.

Laut Indonesia memiliki potensi ikan melimpah. Luas perairan ini menjadi tantangan tersendiri dalam pengawasan sumber daya perikanan. Selain, jumlah kapal pengawas tidak sebanding dengan luasnya perairan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memprediksi, akibat pencurian ikan, Indonesia mengalami kerugian hingga Rp30 triliun per tahun.

KKP saat ini telah memperkuat kelembagaan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan untuk menjamin kapal-kapal pencuri ikan asing tidak kembali ke perairan Indonesia.

September lalu, ada penambahan Unit Pelaksana Teknis (UPT) PSDKP menjadi 14 UPT yang semula hanya 5 UPT. Penambahan ini menyebabkan perubahan komposisi UPT PSDKP menjadi 6 Pangkalan PSDKP yang berada di Lampulo (Banda Aceh), Batam (Kepulauan Riau), Jakarta, Benoa (Bali), Bitung (Sulawesi Utara), dan Tual (Maluku).

Sementara, jumlah Stasiun PSDKP menjadi 8 UPT. Lokasinya berada di Cilacap (Jawa Tengah), Belawan (Sumatera Utara), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Pontianak (Kalimantan Barat), Tarakan (Kalimantan Utara), Tahuna (Sulawesi Utara), Ambon (Maluku), dan Biak (Papua).

Penetapan sejumlah UPT dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan. Salah satunya,  daerah-daerah yang rawan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan secara ilegal dan merusak. Terutama, ancaman kapal-kapal asing ilegal. Melalui penguatan ini, diharapkan membuat kapal asing berpikir ulang untuk mencuri ikan di Indonesia.

Sebagai institusi yang berwenang untuk pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) berkoordinasi dengan TNI Angkatan Laut, Bakamla dan Polair. Institusi yang diresmikan tahun 2000 ini, harus mengawasi laut Indonesia seluas 5.877.879 kilometer persegi.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , ,