Satu individu bayi gajah sumatera jantan yang usianya belum genap sebulan, ditemukan mati di anak sungai Desa Lhok Keutapang, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Bayi gajah tak bernyawa itu, keberadaannya, diketahui tanpa sengaja oleh masyarakat setempat saat berkebun, Selasa (02/05/2017).
Alamsyah warga yang menemukan bangkai bayi gajah mungil tersebut mengatakan, setelah memeriksa kebun yang dirusak kawanan gajah, ia menyusuri anak sungai yang tak jauh dari lahan pertaniannya itu.
“Saat melewati aliran air itu, saya melihat ada anak gajah mati. Saya laporkan ke kepala desa dan diteruskan ke polsek serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh,” sebutnya, Rabu (03/05/2017).
Alamsyah mengatakan, beberapa bulan terakhir, kawanan gajah memang sering memasuki perkebunan penduduk di Kecamatan Tangse dan beberapa kecamatan lain di Pidie. Meskipun telah digiring oleh tim BKSDA, kawanan gajah tersebut tetap kembali ke kebun warga.
“April kemarin, kawanan gajah juga turun ke Desa Kandang, Kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie. Saat itu, BKSDA melakukan penggiringan, tapi sempat dihentikan dua pekan karena pada 13 April 2017, ada gajah betina dikawanan itu yang melahirkan. Mungkin, yang mati ini anak gajah yang lahir tersebut,” ujar Alamsyah.
Kepala Pusat Konservasi Gajah Saree, Kabupaten Aceh Besar, Nurdin turun langsung ke lokasi dan memeriksa bayi gajah malang tersebut, Rabu. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dirinya dan dokter dari PKG Saree menunjukkan, tidak ditemukan tanda-tanda pembunuhan.
“Bayi gajah ini juga tidak mungkin mati karena racun. Dia masih menyusui dan belum makan makanan lain. Kami perkirakan, mati karena jatuh ke sungai saat berjalan dengan induknnya,” ujar Nurdin yang memeriksa secara detil, meski bangkai itu telah mengeluarkan bau menyengat.
Bayi gajah sumatera tersebut masih sangat kecil, tali pusar juga belum lepas dan belalainya hanya sepanjang dua jengkal tangan orang dewasa. Sebelum dikuburkan, tim dari BKSDA Aceh berkali-kali membalikkan gajah tersebut untuk memastikan kematiannya bukan karena kejahatan.
“Saya perkirakan, bayi gajah ini telah mati sekitar lima hari. Ini adalah gajah paling muda yang pernah saya periksa,” terang Nurdin.
Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo mengatakan, sejak Januari – Mei 2017, BKSDA Aceh telah menemukan tiga gajah sumatera yang mati, termasuk kasus ini. Satu individu gajah jantan ditemukan mati di Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur pada Januari 2017 dan satu individu lagi ditemukan mati di Pining, Kabupaten Gayo Lues, 19 April 2017.
“Saat ditemukan, kedua gajah jantan tersebut, gadingnya sudah hilang dan ini pembunuhan disengaja.”
Sapto mengatakan, pembunuhan gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) seperti puncak gunung es, yang ditemukan hanya beberapa. Dirinya meyakini, banyak gajah yang dibunuh tapi tidak terdeteksi atau setelah dibunuh langsung dikuburkan. “Ada sejumlah pihak yang menilai gajah itu hama sehingga layak dibunuh,” tambahnya.
Terkait konflik manusia dengan gajah, Sapto menilai, hal tersebut tidak akan berakhir jika masyarakat atau perusahaan masih menebar tanaman yang disukai gajah. Terutama, di daerah perlintasannya.
“Bila sawit, pinang, pisang, jagung, karet dan tanaman lain yang disukai gajah masih ditanam dekat hutan, konflik akan terus terjadi. Terlebih, 80 – 85 persen lebih gajah di Aceh hidupnya di luar kawasan konservasi.”
Sapto menambahkan, konflik antara gajah dengan manusia di Aceh juga tidak akan berakhir jika habitat gajah terus dirambah untuk berbagai kepentingan. Menggiring gajah dari satu tempat ke tempat lain hanya memindahkan masalah. Memindahkan konflik.
“Yang harus dilakukan adalah memastikan habitat gajah tidak lagi di rusak. Yang telah rusak dikembalikan lagi menjadi hutan,” tandasnya.